Share

Bab 6. Boleh Aku Pegang?

Penulis: Kak Gojo
last update Terakhir Diperbarui: 2025-09-30 13:08:50

Keesokan paginya, Sean sudah bangun lebih dulu. Ia melangkah ke dapur, berniat menyiapkan sarapan untuk Elyssa.

Sementara itu, di dalam kamar, Elyssa berdiam diri. Ia terlalu malu untuk keluar karena belum mandi. Keran shower di kamar mandinya rusak.

Setelah beberapa waktu, akhirnya Elyssa memberanikan diri menemui Sean di dapur. "M-maaf mengganggu, apa kamu bisa membetulkan keran air di kamar mandiku? Sepertinya macet," tanyanya.

Sean mengangguk. "Tentu. Kamu punya perkakas?"

"Ada di gudang."

Setelah mengambil alat, Sean melangkah ke kamar mandi Elyssa, diikuti oleh wanita itu di belakangnya.

Elyssa mengagumi Sean yang terlihat telaten saat memperbaiki keran.

Sementara Sean sendiri agak kesulitan. "Sebentar ya. Agak keras," katanya.

Elyssa hanya mengangguk kecil.

Tanpa diduga, Sean justru merusak keran itu, membuat air menyembur ke mana-mana.

Elyssa terkejut saat air itu menyembur ke arahnya, membasahi kaos putihnya.

"Astaga, maaf," seru Sean panik. Ia buru-buru membuka bajunya dan menyumpalkan kain itu ke lubang keran untuk menghentikan air. Keduanya kini basah kuyup.

Tanpa sadar, mata Sean melirik ke dada Elyssa. Kaos putih yang basah itu membuat bra merah muda yang Elyssa kenakan terlihat jelas.

"Apa aku boleh memegangnya, Elyssa?" gumam Sean tanpa sadar. Nalurinya sebagai pria normal bekerja.

Elyssa sontak menyilangkan kedua tangannya, menutupi dada. Wajahnya merah padam karena malu.

Melihat reaksi Elyssa, Sean langsung menyadari ucapannya. "Ah, maaf. Kamu terlalu cantik. Makanya aku tergoda," bisiknya, suaranya pelan dan nyaris tak terdengar.

Namun, Elyssa masih bisa mendengarnya dengan jelas.

Sean menjadi salah tingkah. Ia langsung berkata, "Nanti aku panggilkan tukang." Ia pun bergegas keluar, meninggalkan Elyssa yang mematung.

Seketika Elyssa tersenyum. Dipuji cantik oleh Sean membuatnya merasa dihargai. Albert bahkan jarang memujinya, bahkan tidak tertarik dengannya, tapi Sean yang bukan siapa-siapanya justru terpesona.

Saat menyadari hal itu salah, Elyssa segera menggeleng. "Astaga, sadar, Elyssa! Sadar! Dia sahabat suamimu!"

****

Sore itu, Elyssa kembali mencoba menghubungi ponsel suaminya, tetapi panggilannya selalu ditolak. Tak lama kemudian, sebuah pesan masuk. Itu dari Albert.

[Aku lagi rapat. Nanti aku kabari]

Elyssa membuang napas panjang. Ia bahkan tidak punya kesempatan untuk bertanya tentang wanita yang dilihat temannya di bandara. Pesan-pesannya selalu dibalas singkat.

Elyssa tahu Albert sangat mencintai pekerjaannya, tetapi haruskah sampai mengabaikannya berhari-hari seperti ini?

Tiba-tiba bel berbunyi. Entah mengapa, langkah kaki Elyssa begitu cepat menuju pintu utama. Ia tahu itu Sean dan ia ingin menyambutnya.

Sean masuk dengan senyum manis, memamerkan kantong belanjaan yang berisi makanan dan cemilan.

Elyssa mengambilnya, namun makin lama ia merasa tidak enak.

"Kamu gak perlu repot-repot setiap hari bawain makanan.”

Sean terkekeh pelan. “Gapapa, Elyssa. Gak repot sama sekali kok."

Saat Sean sedang mandi, Elyssa hendak ke dapur, berniat membuatkan minuman untuk Sean sebagai bentuk terima kasih karena Sean sudah menyiapkan makanan untuknya. Namun, langkahnya terhenti saat ponselnya berdering.

Senyuman mengembang di wajah Elyssa saat melihat layar ponsel. Albert akhirnya menghubunginya.

Elyssa segera mengangkat panggilan itu, penasaran dengan kabar suaminya sekaligus ingin menanyakan soal wanita yang bersamanya di bandara.

Panggilan terhubung. Belum sempat Elyssa menyapa, Albert langsung bersuara lebih dulu.

"Bagaimana kondisi rumah? Kamu menjaganya dengan baik, kan?"

"Iya, Mas. Kamu di sana bagaima—"

"Kamu gak malu-maluin aku kan? Ingat pesanku! Kamu harus selalu tampil cantik dan rapi saat ada tamu! Kamu juga harus telaten! Jangan sampai nama baikku tercoreng karena memiliki istri pemalas dan lusuh."

Elyssa merasa sedih mendengarnya. Albert bahkan tidak bertanya kabarnya, malah lebih memikirkan citra baiknya sebagai suami yang memiliki istri sempurna.

"Mas, aku gak pernah malu-maluin kamu kok," jawabnya lirih.

"Ya, baguslah."

Elyssa menggigit bibir bawahnya. Ia memberanikan diri untuk membahas foto di bandara itu. "Mas, aku mau tanya sesuatu sama kamu, soal...."

Namun, belum sempat Elyssa menyelesaikan kalimatnya, panggilan itu langsung terputus.

Elyssa menghela napas kecewa. Lagi-lagi sikap Albert membuatnya terluka. Namun, sebagai seorang istri, ia tetap menuruti perintah suaminya. Ia masuk ke kamar untuk memperbaiki penampilannya.

Seperti kata Albert, ia harus tampil cantik dan rapi di depan tamu. Ia lalu memoleskan bedak tipis, memakai pewarna bibir, dan menyemprotkan parfum ke sekujur tubuhnya.

Saat berada di meja makan, Elyssa awalnya merasa aneh karena sesekali ia mendapati Sean yang sedang mencuri-curi pandang ke arahnya dengan sorot mata yang berbeda. Namun segera ia tepis perasaan itu.

Setelah makanan habis, mereka tetap bertahan di meja makan. Obrolan mengalir di antara mereka, terasa hangat.

Sean bercerita banyak soal perjalanannya, dari masa sekolah hingga mengenal Albert di bangku kuliah.

Senyum Elyssa tidak mau luntur. Ia menyimak cerita itu, tetapi tanpa sadar sebenarnya ia hanya menikmati suara lembut dan senyuman Sean.

Ketika topik obrolan berubah menjadi candaan, Elyssa tanpa sadar tertawa lepas. Sudah lama ia tidak bisa tertawa seperti itu.

Selama ini, rumah tangganya bersama Albert terasa dingin, bahkan tidak ada obrolan yang terjadi di meja makan.

Namun, kehadiran Sean mengubah segalanya. Elyssa jadi terlihat ceria. Ia merasa hidup kembali.

Hingga larut malam, mereka masih asik menghabiskan waktu bersama di ruang tengah, sambil menonton televisi. Mereka duduk bersebelahan, tubuh mereka sangat dekat tanpa jarak.

Tangan Sean terulur meraih tangan Elyssa. Wanita itu diam saja saat Sean menggenggamnya.

"Elyssa, apa kamu menikah dengan Albert karena cinta?"

Elyssa sontak menoleh, menatap Sean lekat.

"Apa kamu mencintai Albert?" ulang Sean.

Elyssa tak lekas menjawab. Pandangannya kembali menunduk, memikirkan Albert. Ia ragu dengan perasaannya sendiri. Apakah masih ada cinta untuk Albert, karena perlakuan Albert yang dingin membuatnya terasa hambar.

Elyssa bahkan tidak tahu kenapa ia masih bertahan menjalani rumah tangga yang hambar ini.

Sean mengamit dagu Elyssa, agar wanita itu kembali menatapnya.

Mereka bertatapan intens dan cukup lama.

Jujur, Sean terpesona dengan Elyssa. Kecantikan dan kepolosan wanita itu membuatnya terangsang.

Kini, fokus Sean tidak lagi melihat mata Elyssa, melainkan bibir ranum itu. Lalu, tiba-tiba berkata, “Bolehkah, Elyssa?”

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Gairah Panas Sahabat Suamiku   Bab 7. Tergoda Olehmu

    Mendengar pertanyaan itu, Elyssa segera menjauhkan dirinya dari Sean. Ia tidak ingin terjebak lebih jauh dengan Sean.Sudah cukup ia menikmati perhatian-perhatian kecil dan juga sentuhan-sentuhan ringan dari Sean, ia tidak ingin jatuh lebih dalam. Ia masih memikirkan kesetiaannya dengan Albert, walaupun suaminya sendiri tidak pernah peduli padanya.Melihat respon Elyssa, Sean menyadari kesalahannya. “Maaf. Aku sudah kelewat batas.”Elyssa hanya menunduk seraya meremas jari-jarinya.“Sebaiknya kamu tidur, Elyssa. Udah malam. Begadang gak bagus buat kesehatan.”Elyssa mengangguk pelan. Setuju dengan Sean. “A-aku ke kamar duluan.” Ia bergegas melangkah dengan cepat meninggalkan Sean dengan deb

  • Gairah Panas Sahabat Suamiku   Bab 6. Boleh Aku Pegang?

    Keesokan paginya, Sean sudah bangun lebih dulu. Ia melangkah ke dapur, berniat menyiapkan sarapan untuk Elyssa.Sementara itu, di dalam kamar, Elyssa berdiam diri. Ia terlalu malu untuk keluar karena belum mandi. Keran shower di kamar mandinya rusak.Setelah beberapa waktu, akhirnya Elyssa memberanikan diri menemui Sean di dapur. "M-maaf mengganggu, apa kamu bisa membetulkan keran air di kamar mandiku? Sepertinya macet," tanyanya.Sean mengangguk. "Tentu. Kamu punya perkakas?""Ada di gudang."Setelah mengambil alat, Sean melangkah ke kamar mandi Elyssa, diikuti oleh wanita itu di belakangnya.Elyssa mengagumi Sean yang terlihat telaten saat memperbaiki keran.Sementara Sean sendiri agak kesulitan. "Sebentar ya. Agak keras," katanya.Elyssa hanya mengangguk kecil.Tanpa diduga, Sean justru merusak keran itu, membuat air menyembur ke mana-mana.Elyssa terkejut saat air itu menyembur ke arahnya, membasahi kaos putihnya."Astaga, maaf," seru Sean panik. Ia buru-buru membuka bajunya dan m

  • Gairah Panas Sahabat Suamiku   Bab 5. Foto Itu...

    Malam itu, Sean pulang dan melihat kamar Elyssa tertutup rapat. Tidak biasanya Elyssa menyembunyikan diri seperti ini.Sean lalu berjalan ke dapur dan membuka tudung saji. Tidak ada apa-apa di sana. Ia berpikir Elyssa pasti belum makan. Ia pun keluar sebentar untuk membeli makanan.Tok tok tok!Di dalam kamar, Elyssa mendengar ketukan pintu. Ia tahu itu Sean, tapi ia terlalu malu untuk keluar. Malu karena perasaannya selalu saja gugup saat mereka bertemu.Namun, lama-lama Elyssa merasa tidak enak karena membiarkan Sean menunggu di depan kamar.Elyssa akhirnya membuka pintu. Terlihat Sean berdiri di sana dan langsung tersenyum."Kamu udah makan?" tanya Sean.Elyssa baru tersadar kalau ini sudah malam. Ia kelupaan memasak. Padahal Albert sudah berpesan agar selalu menyiapkan keperluan Sean, termasuk makannya."M-maaf. Aku belum memasak," jawab Elyssa. Ia pun terburu-buru hendak ke dapur.Lagi-lagi, Sean menahan tangan Elyssa. "Kamu gak perlu memasak. Aku udah beli makanan di luar kok. A

  • Gairah Panas Sahabat Suamiku   Bab 4. Tanganmu Menyentuh Punyaku

    Elyssa terbangun dan langsung ke dapur untuk membuat sarapan. Kebetulan Albert juga masih mandi.Kemarin Albert pulang pukul satu pagi, saat Elyssa sudah terlelap. Jadinya mereka tidak punya waktu untuk mengobrol karena pagi ini Albert akan berangkat kerja lagi.Pagi ini, Elyssa hendak membuat omelet. Ia mencari-cari teflonnya dan baru ingat ia menyimpannya di kabinet atas. Ia pun berjinjit, namun tubuhnya tak sampai. Akhirnya, ia mengambil kursi plastik untuk meraih teflon itu.“Kamu lagi nyari apa?”Suara Sean tiba-tiba mengejutkannya. Elyssa terhuyung, nyaris terjatuh kalau saja Sean tidak sigap menangkapnya. Tubuhnya kini berada dalam dekapan Sean. Mata mereka bertemu begitu dekat hingga napas Elyssa tercekat. Degup jantungnya berlari kencang, membuat wajahnya panas seketika.Baru saat Sean menoleh, Elyssa tersadar ada sesuatu yang salah. Tangan pria itu menyentuh bongkahan padat di dadanya. Ia terdiam, tubuhnya kaku, sebelum akhirnya berbisik dengan wajah merah padam, “T-tanganmu

  • Gairah Panas Sahabat Suamiku   Bab 3. Lagi Pengen

    Namun, respon Albert tidak sesuai ekspetasinya. Suaminya justru mengomentari penampilannya.“Kamu gak dingin apa pakai lingerie super tipis begitu? Ada-ada aja!” Albert bergeleng kecil lalu kembali berbaring dan menarik selimut.Elyssa menatap tak percaya. Ia mencoba memanggil suaminya lagi. “Mas….”“Jangan ajak aku ngomong, Elyssa! Aku capek! Mau tidur!” sahut Albert tanpa menoleh.Elyssa membeku di belakang Albert. Hatinya terasa diremas. Ia tak minta banyak. Hanya ingin dipeluk, dicintai, dan dianggap ada. Bukan sekadar dijadikan pajangan di rumah.Elyssa membatin. ‘Aku pengen disentuh kamu, Mas. Aku kangen.’ Matanya menatap sendu punggung suaminya.Hingga sepuluh menit kemudian, Elyssa masih berharap Albert berbalik dan menyentuhnya malam ini. Namun yang ia dapatkan justru suara Albert yang mendengkur keras. Pria itu telah tertidur pulas.Elyssa menggigit bibir bawahnya. Sudah setahun ia hidup tanpa kehangatan dari suaminya. Ia tidak mengerti mengapa Albert bisa menahan diri. Bahk

  • Gairah Panas Sahabat Suamiku   Bab 2. Sentuh Aku, Mas!

    "Ada noda di pipimu," kata Sean, senyumnya terukir tipis.Elyssa terkejut, namun segera mengangguk. "Oh ini... kecipratan bumbu saat memasak."Sean melepaskan tangannya dari pipi Elyssa, namun matanya masih menatap lekat. "Memangnya di sini tidak ada ART? Kenapa harus kamu yang memasak?"Elyssa hanya tersenyum canggung. Jantungnya berdebar kencang dan ia merasa gugup."Oh ya, kalau kamu udah berpakaian, langsung ke meja makan ya? Mas Albert udah nungguin,” sahutnya menyudahi percakapan. Berduaan di dekat Sean, membuatnya salah tingkah.Sean mengangguk. "Oke. Makasih ya.”Saat makan malam berlangsung, Albert terus mengajak Sean berbicara, tidak sedikit pun ia menghiraukan Elyssa.Elyssa merasa asing di meja makan itu. Bahkan Albert belum memperkenalkannya sebagai istri di depan Sean.Barulah saat Sean bertanya, “Oh, ya. Kalian sudah lama menikah?”Saat itu Albert baru tersadar. “Astaga, aku lupa ngenalin istriku. Namanya Elyssa. Kami sudah menikah tiga tahun.”Kemudian, Albert memperke

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status