Share

Bab 7

Author: Nadira Dewy
last update Last Updated: 2024-12-19 12:26:34

Emily pun membuang napas, menunjukkan ekspresi yang begitu yakin, “Sekarang. Mulai sekarang, aku akan mempedulikan kenyamanan mu.”

Tidak membalas, William hanya tersenyum tipis. 

“Sudahlah...” Emily bersiap untuk bangkit. “Aku akan pergi ke dapur, coba membuat sarapan untuk kita.”

“Baiklah, aku akan mencicipi masakan mu dengan bersemangat,” ungkap William. 

Emily pun tersenyum. Ia bergegas keluar dari kamar. 

Di dapur, Emily membuka lemari es dan memeriksa isinya. Matanya tertuju pada sepotong ikan segar yang tersimpan rapi. “Baiklah,” gumamnya pelan. “Aku akan mencoba membuat menu sarapan ala Eropa.”

  Emily tidak terlalu pandai memasak, tetapi ada semangat baru dalam dirinya. 

Ia ingin membuat sesuatu yang istimewa untuk William.

  Dengan cepat, ia mengumpulkan bahan-bahan sederhana, ikan, lemon, mentega, dan beberapa bumbu.

  Tangannya bergerak cekatan saat ia menyiapkan bahan-bahan itu. 

“William dulu pernah bilang, dia tidak butuh sesuatu yang sempurna, hanya sesuatu yang tulus,” pikir Emily sambil tersenyum.

  Setelah beberapa menit, aroma harum mulai memenuhi dapur. 

 Emily memasak dengan penuh perhatian, memastikan rasa dan tampilan masakannya cukup menarik, meski suaminya tak bisa melihatnya.

  Saat selesai, ia menata piring dengan hati-hati, meletakkan ikan panggang sederhana dengan taburan parsley segar di atasnya. Ia memandang hasil kerjanya dengan rasa puas sebelum membawa piring itu ke meja makan.

  “Semoga dia suka,” katanya pada dirinya sendiri.

 Emily membuka pintu kamar dengan hati-hati, membawa secangkir teh untuk dirinya sendiri.

  Namun, begitu masuk, ia mendapati tempat tidur kosong. 

 ‘William pasti ada di kamar mandi’, pikirnya. 

 Ia meletakkan cangkir di meja kecil di sudut ruangan dan duduk di sofa dekat jendela.

  Matanya tertuju pada tirai yang melambai pelan karena angin pagi.

 “Dulu, begitu bangun tidur aku langsung mencari ponsel untuk melihat pesan dari Hendrick,” Emily membuang napas, “kalau bukan William, istri sepertiku pasti sudah dibuang ke sungai untuk makanan buaya.”

 Sambil menunggu, pikirannya mulai melayang.

  “Ngomong-ngomong, bagaimana ya caranya William mandi dengan kondisi matanya yang buta?” Pertanyaan itu menyelinap di benaknya, membuatnya berpikir lebih dalam. 

 Namun, dengan cepat, Emily menggelengkan kepalanya, seolah berusaha mengusir pikiran itu.

 ‘Aku tidak boleh terus-menerus berfokus pada kekurangannya,’ gumamnya dalam hati.

 Ia tidak ingin kekurangan William menjadi alasan untuk kembali membenci pria itu. 

 William mungkin buta, tetapi ia adalah pria paling tulus yang pernah ada dalam hidup Emily.

 Lamunannya terhenti ketika suara pintu kamar mandi terbuka. 

 Emily menoleh, dan pandangannya langsung tertuju pada sosok William yang keluar hanya dengan handuk melilit pinggangnya. 

Pemandangan pagi yang luar biasa indahnya!

 Cahaya pagi yang masuk melalui jendela mempertegas dada bidang dan kulit bersih William. 

 Emily tertegun sesaat, menelan ludah tanpa sadar. “Wah... dada William itu... aku jadi ingin pegang,” bisiknya pelan. 

 William berjalan perlahan dengan ekspresi datar.

  Tangannya terulur, meraba lemari pakaian yang ada di dekat tempat tidur. 

 Dengan gerakan yang tenang, ia membuka lemari dan mulai memilih pakaian. 

 Emily memperhatikan dalam diam, melihat bagaimana William dengan mudah mengambil setelan yang serasi.

 Ia pun tersenyum tipis, takjub. 

Pasti para pelayan sudah menyusun semua pakaian William dengan rapi agar memudahkan dia, pikirnya. 

 Tapi, senyuman itu perlahan memudar, berganti dengan rasa bersalah yang menusuk hati.

 ‘Semua pelayan itu sudah aku pecat. Aku caci maki mereka, aku lempar mereka keluar dari rumah ini hanya karena... aku benci pada William.’

 Emily menggigit bibir bawahnya, menyayangkan sikapnya yang begitu kekanak-kanakan. 

 Dulu, kebencian membutakan segalanya. Ia bahkan sempat menyusun rencana-rencana licik untuk membuat William terus berada dalam posisi tertekan, berharap pria itu akhirnya menyerah dan menuruti semua keinginannya. 

 Kini, semua itu terasa begitu bodoh dan konyol.

 Lamunannya buyar ketika William tiba-tiba membalikkan tubuhnya, menghadap langsung ke arah Emily. 

“Ya ampun... Siksaan pagi yang tidak bisa dilawan,” bisik Emily, tak berdaya. 

 Mata pria itu kosong, tetapi tubuhnya memancarkan aura tenang yang khas. 

 Emily coba memalingkan wajah sejenak, malu ketahuan memperhatikannya terlalu lama.

Ah, tapi William kan buta!

Emily kembali menatap ke arahnya, lagi-lagi tak bisa menahan kekagumannya sampai-sampai wajahnya merah sekali. 

 Namun, sebelum ia sempat menguasai diri, William menanggalkan handuk yang melilit pinggangnya, membuat Emily terdiam kaku di tempatnya. 

 Pipinya semakin memanas, dan ia segera memalingkan pandangan ke arah lain. 

 “William, apa yang dia lakukan?!” gerutu Emily. “Aku malu, tapi aku penasaran. Ah, tapi William kan tidak tahu aku di dalam kamar.” Emily tersenyum, kembali melihat ke arah William.

 Glek!

 Wajah Emily semakin memerah. “B–besarnya...”

 William mendengar suara Emily yang keceplosan bicara, membuat Emily melotot kaget dan menutup mulutnya. 

 “Emily, kau di sini?” tanya William. 

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (3)
goodnovel comment avatar
Nurlela Emelia
lucu sih ngbayangin raut wajah c emly
goodnovel comment avatar
ORTYA POI
malu tetapi penasaran juga
goodnovel comment avatar
Anak Sultan
love you pokok nya
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Gairah Panas Suami (Pura-pura) Buta   Season 2 : Bab 322

    Langkah Elle mantap memasuki gedung galeri, suara hak sepatunya menggema lembut di lantai marmer. Seperti biasa, aura elegan dan wibawa yang mengiringi kehadirannya berhasil menyita perhatian banyak tamu. Namun, kali ini ada yang agak berbeda. Elle hanya datang sendiri. Setelah hubungannya dengan Lavine terkuak, gadis itu justru datang tanpa Lavine di sisinya, seolah diam-diam membenarkan rumor yang selama ini bergulir bahwa hubungan mereka sedang berada di ujung tanduk. Gaun malam berwarna gelap yang membalut tubuhnya menambah kesan dingin dan tegas. Namun, senyuman sopan tetap ia berikan kepada tamu-tamu yang menyapanya, seolah tidak ada yang salah. Tatapan penuh tanya, bisikan-bisikan lirih, dan pandangan yang mencoba menebak-nebak alasan Lavine tidak terlihat bersamanya, semuanya tidak ia hiraukan. Elle terus berjalan, memba

  • Gairah Panas Suami (Pura-pura) Buta   Season 2 : Bab 321

    Lavine menyandarkan punggungnya ke sofa dengan santai, satu tangan memegang ponsel yang masih terhubung dengan panggilan dari Ramon. Di seberang sana, suara Ramon terdengar meninggi, penuh kemarahan dan kekecewaan yang tidak terbendung lagi. “Aku sudah berikan aset, uang, bahkan dukungan di belakang layar untukmu, Lavine! Dan sekarang kau bilang tidak bisa membantuku masuk ke galeri Zero? Setidaknya hubungi William, atau hubungi Elle! Mereka bisa mengatur satu undangan untukku, kan?!” Lavine terkekeh pelan, nadanya dingin namun tenang. “Ayah pikir setelah berita-berita busuk yang beredar soal aku, mereka akan begitu saja membuka pintu untuk orang yang masih keluarga ku? Ayah terlalu percaya diri sekali. Keluarga Elle tidak bisa Ayah perlakukan seperti anak buah Ayah sendirian.” “Jangan main-main denganku, Lavine!” bentak Ramon. “Kalau kau tidak bisa memberi manfaat, maka semua yang kuberika

  • Gairah Panas Suami (Pura-pura) Buta   Season 2 : Bab 320

    Rayn berdiri mematung, rahangnya mengeras saat mendengar pengakuan Ramon barusan. Kata-kata ayahnya itu terasa seperti tamparan keras yang menghantam sisi kepalanya. “Ayah memberikan aset… dan uang… untuk pria brengsek itu?” tanyanya dengan suara serak, matanya menatap Ramon tajam penuh luka. Ramon menghela napas berat, tidak menampik. “Itu juga demi kelangsungan hubungan bisnis kita dengan keluarga Elle. Demi masa depan kita juga, Rayn. Itulah kenapa harusnya kau tidak mengusik Lavine dulu!” Rayn mengepalkan tangannya begitu kuat hingga buku-buku jarinya memutih. “Masa depan siapa? Masa depanku, atau masa depan dia?” Suaranya bergetar, antara kemarahan dan rasa terbuang yang tak mampu ia bendung. “Jadi, Ayah sudah memilih dia. Anak haram yang bahkan tidak tumbuh di rumah ini. Ayah pikir dia lebih pantas dari pada aku yang anak sah di keluarga ini?” “Rayn, jangan—” “Aku ini anak kandung Ayah, aku anak sah!” seru Rayn, matanya berkaca-kaca. “Bukan dia! Tapi sekarang Ayah bahk

  • Gairah Panas Suami (Pura-pura) Buta   Season 2 : Bab 319

    Berita tentang Lavine semakin meluas dan tidak terkendali. Foto dirinya saat tengah duduk di kafe outdoor, mengenakan pakaian santai, menikmati semangkuk mi instan cup sambil merokok tersebar luas di media sosial. Banyak akun anonim maupun publik ikut menyebarkan gambar itu disertai narasi yang menyudutkan dan menghina. Komentar-komentar tajam dan menyudutkan mengalir deras di kolom tanggapan. “Inikah pria yang melamar gadis konglomerat bernama Elle? Makan mi instan di kafe dan merokok seolah hidup tidak punya arah.” “Dia berpenampilan seperti preman. Bahkan aku sampai tidak berani menebak kapan dia terakhir mandi.” “Dasar pria pemalas! Mau hidup enak dengan menumpang ke perempuan kaya! Dia benar-benar tidak tahu malu.” “Pantas saja wajahnya tidak pernah muncul di acara besar, ternyata dia tidak punya apa-apa.” Lavine dijuluki dengan berbagai sebutan kasar, sampah masyarakat, penumpang kelas elit, pengangguran tampan, hingga manipulator cinta. Banyak yang menuduhnya mendek

  • Gairah Panas Suami (Pura-pura) Buta   Season 2 : Bab 318

    Lavine sedang duduk santai di balkon apartemennya bersama Elle, menyeruput teh hangat dari cangkir putih polosnya. Udara pagi itu sejuk, suasananya pun begitu tenang hingga detik Elle menyodorkan ponselnya ke arah Lavine. “Jangan terlalu santai. Ini… kau lihat sendiri,” ucap Elle pelan, namun jelas terdengar serius. Lavine menerima ponsel itu tanpa banyak curiga, namun begitu matanya menangkap judul berita di layar, tubuhnya refleks tersentak. Teh yang baru saja masuk ke mulutnya langsung disemburkan ke udara, nyaris mengenai meja kecil di depan mereka. Brep...! “Apa-apaan ini?” serunya, nyaris tidak percaya dengan apa yang dibacanya. “Wah, aku jadi artis, ya?” “Lavine, Tunangan Elle yang Tidak Layak, Latar Belakang Miskin dan Tak Diketahui!” “Elle dari Keluarga William Menerima Lamaran dari Sampah Sosial?” Kalimat demi kalimat yang terpampang di artikel itu menghujam sepe

  • Gairah Panas Suami (Pura-pura) Buta   Season 2 : Bab 317

    Begitu sampai di negaranya, Rayn duduk terdiam di kursi belakang mobil mewah yang datang untuk menjemputnya. Kepalanya masih terasa berat akibat perjalanan dan hari-hari melelahkan yang baru saja ia lewati selama proses kepulangannya. Namun rasa lelah itu langsung lenyap saat ponselnya menyala, sebuah notifikasi berita dan pesan pribadi masuk hampir bersamaan. “Pria bernama Lavine Melamar Putri kebanggaan keluarga William, Elle atau ‘Merielle Jenn William’ Lamaran Penuh Kejutan dan Cinta.” Judul itu terpampang jelas di layar ponsel barunya. Rayn membaca cepat isi artikelnya. Foto Lavine, dengan setelan sederhana namun elegan, sedang menyematkan cincin di jari manis Elle, terlihat diambil dari jarak jauh. Di bawahnya, komentar netizen dan media pujian terhadap hubungan rahasia mereka memenuhi kolom berita.

  • Gairah Panas Suami (Pura-pura) Buta   Season 2 : Bab 316

    Di sudut belakang sebuah toko roti yang mulai gelap karena menjelang malam, Rayn berjongkok sambil memunguti sisa roti yang tidak laku dan dibiarkan dalam kotak kardus, sudah dimasukkan ke dalam tempat sampah. Roti-roti itu sudah mulai keras, dingin, sebagian bahkan sudah mengering. Tapi Rayn tidak punya pilihan lagi. Dengan tangan gemetar dan tubuh yang lusuh, dia menyobek satu roti, lalu menyuapkannya ke mulut. Rasanya hambar, bahkan pahit karena bercampur dengan rasa malu dan luka yang tidak kasat mata. Air matanya mengalir deras diam-diam. Dulu, dia terbiasa duduk di restoran mahal, memesan makanan tanpa melihat harganya lagi. Kini, dia berjongkok di trotoar kotor, makan seperti pengemis. Tidak ada lagi teman, tidak ada keluarga, tidak ada siapa pun yang mencarinya. Dunia yang dulu merasa akrab, kini memunggunginya dengan acuh. Sambil mengunyah roti y

  • Gairah Panas Suami (Pura-pura) Buta   Season 2 : Bab 315

    Malam itu, Lavine mengajak Elle makan malam di sebuah restoran outdoor yang terletak tidak jauh dari pusat kota. Suasana tempat itu hangat dan intim, diterangi cahaya lampu gantung yang menggantung di antara pepohonan kecil, menampilkan keindahan yang begitu sempurna. Angin malam berhembus pelan, membawa aroma masakan dan bunga-bunga yang tumbuh di sekeliling area makan menjadi aroma yang justru menyenangkan hati. Lavine menarik kursi untuk Elle sebelum duduk di hadapannya. Mereka saling tersenyum, menikmati ketenangan yang jarang mereka dapatkan belakangan ini. Maklum saja, masalah datang silih berganti hingga waktu tenang seperti ini seperti sesuatu yang begitu mahal. “Senang sekali rasanya bisa duduk tenang seperti ini,” ucap Elle pelan, menatap Lavine dengan tatapan yang hangat. Lavine mengangguk sambil menyesap air mineralnya. “Aku juga. Kadang, hal sederhana seperti ini justru yang paling berarti

  • Gairah Panas Suami (Pura-pura) Buta   Season 2 : Bab 314

    Lavine melangkah keluar dari rumah Ramon dengan senyum tipis yang penuh dengan arti. Angin sore itu menyentuh wajahnya, seolah ikut merayakan kemenangan kecil yang baru saja diraihnya. Tanpa Ramon sadari, ia telah mengambil sedikit keuntungan yang lumayan. Di dalam genggamannya, ia membawa berkas-berkas legal yang menunjukkan kepemilikan atas beberapa aset strategis, tanah, saham, dan sejumlah besar dana yang ditransfer ke rekening bisnisnya hari itu juga. Ramon, meski keras kepala, akhirnya memilih untuk berkorban demi satu hal saja, menjalin hubungan baik dengan keluarga Elle. Bagi Lavine, itu langkah yang menarik juga terlambat, tapi tidak sia-sia untuknya. Ia tahu, Ramon bukan pria yang akan memberi sesuatu tanpa maksud tersembunyi seperti ini. Namun Lavine juga bukan anak yang mudah dijatuhkan begitu saja. “Aku tidak akan membuang peluang ini," gumamnya pelan, memandangi cakrawala yang mulai menguning indah. “Kalau si Ramon ingin menebus masa lalu, biar saja di

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status