Share

7. Masalah

“Bibi, kau baik-baik saja?” Tanya Agrata pada Chacha yang terlihat kesakitan saat duduk.

“Aku baik, semua barangmu tidak ada yang ketinggalan?” Chacha sengaja mengalihkan Agrata agar tak bertanya lagi padanya.

“Tidak ada. Apa Daddy menyakitimu lagi?” Tanya Agrata lagi, ia tak bisa dengan mudah dialihkan seperti itu.

Anak sulung dari Andrew itu tahu jika Chacha sering merasakan sakit, awalnya baik-baik saja. Namun setelah bertemu dengan Andrew, Chacha tidak baik-baik saja. Pria itu sangat memperhatikan, Chacha tahu bahwa anak sulung dari Andrew itu peduli padanya. Namun Chacha sudah terbiasa akan hal itu, Andrew tak pernah memukulnya asal terutama jika mereka bertengkar. Andrew hanya bersikap kasar ketika mereka sedang bercinta saja.

“Tidak Agrata, jangan berpikir seperti itu. Daddymu tak pernah menyakitiku.” Kata Chacha berusaha menenangkan Agrata, wanita itu tersenyum.

“Mommy, aku ingin di pangku.” Kata Adelicia dengan manja.

“Duduklah di kursi, kau sudah besar Adel.” Ucap Agrata dengan ketus, anak kecil itu langsung saja merajuk dan matanya sudah berkaca-kaca ingin menangis.

“Hei, sudah tak apa Agra. Jangan nangis Adel, ayo sini.”

“Kau sedang sakit Bibi, dia bisa duduk di kursi jangan memaksakan diri. Dia juga bisa bersama pengasuh juga, kau butuh istirahat.”

“Ada apa ini?” Tanya Andrew yang baru saja datang.

“Adel minta duduk bersama Bibi, tapi keadaan Bibi sedang tidak baik. Aku memintanya untuk duduk sendiri saja supaya Bibi bisa beristirahat apakah aku salah?” Tanya Agrata pada Daddynya.

“Ayo duduk dengan Daddy saja.” Andrew langsung menggendong putrinya itu dan membawanya bersamanya.

“Jangan terlalu memaksakan diri, jika kau sakit katakan sakit. Kau juga perlu memikirkan dirimu sendiri, jangan terlalu memikirkan kami. Kau punya kehidupanmu sendiri, kesehatanmu lebih penting dibandingkan kami.” Kata Agrata dengan ketus, setelah itu anak sulung Andrew itu berpindah tempat duduk. Chacha tersenyum kecil, ia tahu jika anak dari Andrew itu sebenernya sedang mengkhawatirkannya. Hanya saja Agrata menyampaikan dengan caranya. Chacha jadi sadar jika Agrata ternyata cukup mirip dengan Andrew.

***

Liburan yang mereka rencanakan akhirnya berakhir, kedua anak Andrew itu sangat senang. Andrew dan Chacha juga sangat menikmati waktu tersebut karena sebelumnya tak pernah menghabiskan waktu bersama dengan anak-anak Andrew. Mereka layaknya seperti keluarga kecil yang sangat bahagia. Kedua anak Andrew bisa menerima Chacha dengan baik.

Tempat-tempat yang sudah dirancang oleh Chacha semuanya berhasil mereka kunjungi. Andrew jadi semakin dekat dengan anak-anaknya. Banyak hal yang disyukuri oleh Chacha akan hal itu. Wanita itu tak mau anak-anak Andrew merasakan apa yang dirasakannya dulu. Begitu liburan berakhir mereka kembali pulang. Sedangkan Andrew kembali sibuk dengan pekerjaannya.

Chacha sedang memasukkan beberapa barangnya ke dalam koper untuk persiapan pemotretan yang akan dilakukannya besok. Seharusnya Chacha bisa meminta asistennya untuk melakukannya, namun ia tahu sebentar lagi Andrew akan masuk ke dalam kamar. Pria itu tak suka jika ada orang lain mengganggunya saat pria itu akan datang.

Wanita itu yang berada di dalam kamar hanya menggunakan gaun tipis tidur seperti biasa. Andrew selalu menginginkan hal itu pada Chacha, Bahkan Andrew meminta Chacha untuk tidak menggunakan apapun saat di kamar. Supaya Andrew juga bisa melihatnya dari CCTV. Namun tidak seterusnya Chacha melakukan itu, ia hanya memakai gaun tipis yang sebenarnya tak berarti itu.

Karena tetap saja seluruh tubuhnya terlihat, apalagi Chacha tidak memakai bra. Ia hanya memakai g-string saja. Handphonenya tiba-tiba berdering dan ia melihat panggilan dari Kakak pertamanya. Tak biasanya Kakaknya menghubunginya langsung seperti ini. Karena baisanya Kakaknya itu mengirimkannya pesan, namun dengan cepat Chacha mengangkatnya.

“Hallo Kak, apa kabar?” Tanya Chacha begitu sambungannya tersambung.

“Kakak baik, kamu apa kabar? Kakak ganggu kamu?” Chacha tertawa.

“Enggaklah, kenapa Kak? Tumben banget ngehubungi aku kayak gini, biasanya chatkan.” Chacha mendengar suara helaan napas Andre yang kasar.

“Apa kamu sibuk? Kamu bisa pulang ke Jakarta?” Chacha mengernyitkan keningnya.

“Ada apa Kak? Apa ada sesuatu hal yang terjadi?” Tanya Chacha.

“Bryan kecelakaan, keadaannya nggak baik. Kakak harap kamu bisa pulang, setidaknya kita bisa bersama di sini untuk menguatkan Bryan. Kita hanya bertiga, Kakak butuh kamu di sini.” Suara Andre sangat berat, bahkan pria yang terlihat kuat itu kini terlihat lemah. Ia berusaha menahan air matanya agar tidak menangis di hadapan Chacha.

“Bagaimana bisa? Apa yang sebenernya terjadi? Gimana keadaan Kak Bryan sekarang?” Chacha terlihat panik dan takut. Ia duduk di tepi ranjang sambil menggigit kuku jarinya pertanda bahwa ia sedang gelisah. Matanya juga sudah berkaca-kaca.

“Keadaannya parah, udah operasi juga. Untuk lebih detailnya Kakak bisa jelasin sama kamu kalau kamu ada di sini. Apa Andrew bisa kasih kamu pulang?”

“Keadaan Kak Bryan gimana? Belum sadar? Udah berapa hari?” Tanya Chacha lagi penasaran.

“Belum, Bryan masih di ruang ICU. Udah tiga hari setelah operasi.” Chacha akhirnya menangis, ia tak lagi bisa menahan dirinya. “Jangan nangis Cha, kamu nangis kayak gini buat Kakak makin sedih. Kamu bisa balikkan? Kakak harap kamu ada di sini sama Kakak sekarang, Kakak juga hancur. Kakak butuh kamu di sini, Kakak juga nggak bisa hadapin ini sendirian. Bryan juga paling dekat sama kamu, Kakak yakin Bryan bisa rasain itu kalau kamu ada di sini.” Andre juga pada akhirnya ikut menangis, ia juga tak bisa menahannya lagi. Selama ini mereka hanya bertiga saling berjuang dan saling menguatkan. Namun salah satunya ada yang sedang berjuang sendirian membuat keduanya ikut terkulai.

“Aku akan pulang Kak, aku janji akan pulang secepatnya. Tunggu aku pulang Kak, tolong tetap ada di sisi Kak Bryan jangan tinggalkan dia. Aku akan datang untuk Kak Bryan.” Kata Chacha dengan tegas.

“Oke, Kakak akan tunggu kamu. Kabarin Kakak ya biar Kakak bisa jemput kamu.”

“Iya Kak.” Setelah itu panggilan tersebut terputus. Pantas saja Bryan tak pernah mengirimkan pesan padanya, biasanya Kakaknya itu akan mengirimkan pesan pada Chacha setidaknya sekali dalam sehari. Namun karena Chacha lagi pergi liburan ia lupa akan hal itu. Chacha akhirnya sadar bahwa ada yang tak beres.

“Ada apa?” Tanya Andrew yang baru saja masuk ke dalam kamar itu. Pria itu melihat Chacha yang menerima telepon dan langsung menangis. Hal itu membuat Andrew segera datang ke kamar.

“Aku harus balik ke Jakarta sekarang Andrew, aku harus balik.” Kata Chacha dengan menangis. Andrew mendekat dan memeluk Chacha yang sedang menangis itu.

“Ada apa? Apa alasanmu pulang?” Tanya Andrew pelan. Chacha menghapus air matanya dan menatap Andrew dengan lekat.

“Tolong biarkan aku pulang. Kak Bryan kecelakaan, udah tiga hari di rumah sakit tidak sadar. Aku harus pulang, aku mau lihat langsung keadaan Kak Bryan. Aku yakin Kak Bryan butuh aku di sana, aku mau lihat langsung.”

“Hei, tenang ya. Aku bisa suruh orang buat ke sana ngelihat langsung, kamu nggak perlu ke sana. Aku bisa bayar semua biaya yang dibutuhkan, aku bi—” Chacha berdecak kesal dan bangkit berdiri.

“Bukan itu yang aku butuhkan Andrew! Aku bisa bayar itu semua, bahkan Kak Andre juga bisa melakukannya! Tapi yang dibutuhkan sekarang bukan itu! Yang dibutuhkan sekarang kehadiranku di sana! Kak Andre juga butuh aku! Aku mau di sana untuk menguatkan Kak Bryan juga, aku yakin Kak Bryan juga butuh akukan?” Andrew bangkit berdiri dan mendekati Chacha.

“Apa yang bisa dilakukan jika kau sudah ada di sana? Apa kau bisa membuatnya langsung sadar dan dia sembuh? Tidak bukan? Jadi jangan memaksakan diri, kau harus tetap di sini bersamaku.” Chacha menatap Andrew dengan tak percaya.

“Kau gila?” Ejek Chacha. “Kau tak punya hati?” Tanya wanita itu lagi.

“Aku tak mau kau pergi ke sana tanpaku Baby! Aku tak bisa menamanimu pergi, kau tahu kita baru selesai liburan dan banyak pekerjaan yang tertunda karena pekerjaan ini. Jika aku pergi lagi bersamamu ke sana aku tak bisa. Bagaimana dengan pekerjaanku?” Chacha tertawa mengejek.

“Apa aku ada memintamu untuk menemaniku pulang? Tidak bukan! Jika kau tak bisa tak apa, aku tak peduli! Aku tetap akan pergi! Aku yang dibutuhkan di sana bukan kehadiranmu! Kau jelas tahu aku hanya punya mereka, sedangkan kau punya segalanya. Kau punya keluarga, kau juga punya anak-anakmu sedangkan aku punya apa? Jika kau ada di posisiku apa kau akan melakukan hal yang sama? Mereka segalanya bagiku Andrew! Aku tidak mau ada penyesalan nantinya! Kau harus terima dengan keputusanku ini! Kau tak bisa melarangku pergi!” Desis Chacha, wanita itu memasukkan barang-barang yang akan dibawanya ke dalam koper.

“Berhenti! Aku melarangmu pergi! Aku tak bisa membiarkanmu pergi tanpaku! Kau harus menunggu sampai aku bisa menemanimu.”

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status