Lio dan Lili kini saling pandang, keduanya sama-sama terkejut ketika melihat sosok Bela datang ke rumah mereka. Padahal, pesta gender reveal baru saja selesai, para tamu undangan pun sudah pulang satu per satu. Tidak ada yang menyangka, terutama Lili, bahwa Bela akan muncul di depan rumah mereka tanpa undangan, seolah-olah membawa sesuatu yang tidak baik.Bela berjalan mendekati keduanya dengan wajah penuh kesungguhan. Melihat itu, Lio refleks berdiri tegak di depan Lili, seperti ingin melindungi istrinya dari kemungkinan bahaya. Ia tahu, Bela tidak pernah datang tanpa maksud tersembunyi, dan selama ini perempuan itu memang kerap menyimpan niat buruk terhadap sang istri."Apa aku boleh bicara pada kalian?" tanya Bela."Tidak, pergi dari sini!" ucapnya tegas, tidak ingin berkompromi dengan orang yang berniat jahat pada istrinya. Lalu ia menoleh ke arah penjaga rumah yang berdiri tidak jauh dari sana. "Pak, kemarilah!"Penjaga rumah segera menghampiri majikannya tersebut. "Iya, Pak. Ada
Siang setelah Lio tiba dari luar kota, malamnya diadakan pesta gender reveal yang sempat tertunda. Pesta itu berlangsung di halaman belakang, disisi kolam renang, yang telah dihias dengan balon berwarna pink dan biru, lampu hias yang digantung di setiap sudut, serta meja-meja yang ditata rapi dengan berbagai macam menu makanan.Meskipun sederhana, suasana terasa sangat meriah dengan dihadiri oleh keluarga inti dan sahabat dekat Lili dan juga Lio. Namun, bagi Lili dan Lio, kebahagiaan itu sudah lebih dari cukup. Mereka tidak membutuhkan pesta mewah, hanya ingin momen berharga itu disaksikan oleh orang-orang terdekat yang mereka kasihi.Acara utama pun tiba. Semua mata tertuju pada pasangan yang malam itu tampil serasi. Lio dan Lili mengenakan pakaian bernuansa merah jambu. Warna itu dipilih bukan sembarangan, mereka berdua memang sama-sama berharap anak pertama mereka berjenis kelamin perempuan. Sejak awal Lili selalu bermimpi memiliki anak perempuan yang bisa ia dandani, sementara
Wilona terus berusaha meyakinkan Romi, agar mau mengikuti perintahnya. Ia berdiri tepat di hadapan Romi, menatap tajam dengan kedua matanya yang penuh desakan. Kedua tangannya mencengkeram lengan Romi, seakan ingin memastikan bahwa Romi tidak akan bisa menghindar."Apa kamu benar-benar mencintaiku, Rom?" suara Wilona terdengar bergetar, seolah pertanyaan itu keluar dari hati yang terluka.Romi memandangnya dalam diam beberapa saat, sebelum akhirnya menghela napas panjang. "Apa yang kamu tanyakan, Lona? Tentu saja aku sangat mencintaimu. Kamu tahu itu."Namun, Wilona tidak puas dengan jawaban tersebut. Ia mencondongkan tubuhnya sedikit lebih dekat, matanya tidak lepas dari wajah Romi. "Kalau begitu, kenapa kamu tidak mau mengikuti perintahku?" tanyanya lagi dengan nada meninggi. "Aku jadi ragu, Rom. Kalau kamu tidak mau menuruti keinginanku, bagaimana aku bisa percaya kalau cintamu itu nyata?"Wajah cantiknya kini menekuk, ekspresi kecewa sengaja ia tampilkan agar Romi merasa bersalah.
Devi dan juga Rama duduk bersama di ruang tengah sambil menonton film keluarga, dan menikmati minuman mereka. Dan baru kali ini keduanya duduk bersama dan juga berbincang layaknya sebuah keluarga. Setelah Rama cukup dingin dengan adik iparnya tersebut. "Kak, bagaimana dengan lamaran kerjanya?" tanya Devi memulai percakapan, ia tahu kakak iparnya tersebut sedang mencari pekerjaan. "Belum ada kabar." Jawab Rama. "Semoga cepat mendapatkan pekerjaan ya Kak." Rama hanya menganggukkan kepalanya, lalu menyeruput kopi miliknya yang masih mengeluarkan asap panas. "Oh ya Kak, kalau mau. Kakak bisa bekerja di perusahaan suami dari sahabat aku." kata Devi, mengingat. Jika Lili sang sahabat di larang bekerja lagi oleh suaminya karena hamil besar. "Perusahaan Lio?" tanya Rama, tahu perusahaan siapa yang Devi maksud. "Ya benar Kak," "Aku mau saja, yang penting aku segera mendapat pekerjaan, tidak enak aku disini numpang hidup dengan mama, papa dan juga suami kamu. Tapi aku belum bertemu d
Romi dan juga Wilona langsung menghentikan aktivitas panas yang baru saja di mulai, keduanya langsung menatap ke arah pintu, setelah mendengar suara bariton dari Lio."Li... Lio." ucap Romi terbata. Karena ia pikir Lio tidak akan kembali ke hotel tersebut, karena masih ada hotel yang lebih dekat dari bandara.Bergegas Romi turun dari atas ranjang, dan langsung mengenakan celana yang tergelatak di lantai.Sedangkan Wilona langsung menarik selimut untuk menutupi tubuhnya yang polos tanpa mengenakan sehelai benang pun.Romi mendekati Lio, wajahnya tidak bisa menyembunyikan kepanikan. Karena sahabatnya tersebut, akhirnya tahu, hubungan gelapnya dengan Wilona."Li, aku bisa menjelaskan. Ini tidak seperti yang kamu lihat." ujar Romi saat sudah mendekati Lio."Aku tidak buta, tolol!" sahut Lio. Ia benar-benar tidak percaya, Romi yang ia percaya, bisa melakukan sesuatu yang menjijikkan."Tapi dengar penjelasan aku dulu, Li.""Diam!"Bugh!Lio langsung memukul wajah Romi, saat tidak bisa menah
Setelah melihat berita tentang kecelakaan pesawat terbang di televisi, Lili merasa bingung, kenapa supirnya itu menyuruhnya melihat berita tersebut. Tanpa pikir panjang, ia segera meraih ponselnya dan menghubungi Pak Budi kembali."Pak, ada apa dengan berita kecelakaan pesawat terbang itu?" tanya Lili. Raut wajahnya tampak penuh rasa penasaran, memang pesawat yang kecelakaan itu dari kota tujuan sang suami akan melakukan penerbangan. Tapi jelas, bukan pesawat yang mengalami kecelakaan yang dinaiki Lio.Dari seberang, suara Pak Budi memberu jawaban. "Pihak bandara bilang, semua penerbangan dibatalkan, Bu. Katanya karena cuaca buruk. Begitu juga dengan pesawat yang akan dinaiki Pak Lio. Kemungkinan besar, Pak Lio baru bisa pulang esok hari."Lili menghela napas panjang. Ada rasa lega, setidaknya ia tidak akan takut jika sang suami tetap pulang dalam cuaca buruk.Namun, rasa kecewa juga menyelinap. Lili sudah berharap malam ini akan menjadi momen istimewa bersama sang suami. Dengan cepat