Beranda / Romansa / Gairah Sahabat Suamiku / 4. Maafkan Aku Tuhan

Share

4. Maafkan Aku Tuhan

Penulis: NARA
last update Terakhir Diperbarui: 2025-05-09 22:13:15

Mama Rina segera menghampiri Lili yang masih berdiri di tempatnya sambil menatap kepergian sang suami. Air matanya terus mengalir, membasahi kedua pipinya dan membuat wajahnya tampak semakin sayu.

Hati seorang ibu mana yang tidak remuk melihat putrinya diperlakukan semena-mena oleh suami sendiri, itu yang sedang Mama Rina rasakan saat ini.

Tanpa ragu, jari jemari Mama Rina menyeka air mata yang membasahi kedua pipi putrinya dengan lembut. "Sabar ya, Nak. Zian sedang frustrasi. Mungkin tekanan utang membuatnya kehilangan akal sehat," ucap Mama Rina, berusaha menenangkan sekaligus menasihatinya.

Lili hanya mengangguk kecil, matanya memerah. "Ma, aku harus bagaimana? Aku ingin bantu Zian, tapi aku tidak tahu harus mencari bantuan je ke mana?" suara Lili parau, nyaris berbisik.

Mama Rina memeluk putrinya sejenak sebelum menggandeng tangannya dan membawanya duduk di sofa ruang tamu.

Di ujung sofa, Papa Renan kini duduk termenung, wajahnya tampak tua karena beban pikiran. Ia tak henti-henti memikirkan nasib putri semata wayangnya tersebut.

"Kalau Zian ingin menjual rumah ini, Mama tidak akan izinkan," ujar Mama Rina. "Ini satu-satunya tempat Mama dan papa berlindung. Kalau rumah ini dijual, lalu Mama dan Papa tinggal di mana?" tanya mama Rina sudah jauh berpikir.

"Aku tahu, Ma," sahut Lili pelan. "Tapi Zian benar-benar butuh uang. Aku tidak tega lihat dia seperti itu."

"Kalau begitu, bagaimana kalau kamu pinjam uang pada Bu Luna." kata Papa Renan tiba-tiba, mengingat mantan atasan Lili yang dikenal sangat baik dan dermawan.

"Iya, betul itu," Mama Rina mendukung. "Dulu waktu kamu masih kerja, dia sering bantu karyawannya yang kesulitan, kan?"

Lili tampak ragu. "Aku tidak enak, Ma. Aku kan sudah tidak kerja di perusahaan bu Luna. Dan Mama tahu sendiri, aku berhenti kerja karena permintaan Zian." jelas Lili.

"Itu yang dari dulu Mama tidak setuju," celetuk Mama Rina lirih. "Tapi ya sudahlah, nasi sudah jadi bubur."

Lili termenung sesaat. Ia tahu Mama benar. Keputusannya berhenti bekerja dulu memang salah. Ia menyerahkan hidupnya sepenuhnya pada Zian saat usaha suaminya sedang di atas angin. Tapi sekarang, semua berubah. Dan ia merasa tak lagi punya kendali.

"Aku akan coba temui Bu Luna," ucap Lili akhirnya. "Tapi... apa beliau mau pinjamkan uang dalam jumlah besar?"

"Bilang saja sertifikat rumah ini bisa jadi jaminan," saran Papa Renan.

"Mama juga setuju. Lebih baik begitu daripada rumah ini harus dijual," timpal Mama Rina.

Lili mengangguk. Ada secercah harapan dalam hatinya. Mungkin, ini jalan keluarnya untuk membantu sang suami yang amat sangat dicintainya.

***

Keesokan harinya, Lili berdiri canggung di lobi gedung perkantoran tempat ia dulu bekerja. Wajah-wajah sibuk berlalu-lalang, tapi tempat ini masih terasa familiar. Ia menarik napas panjang, mencoba menenangkan debaran di dadanya. Tujuannya jelas, menemui Bu Luna dan meminjam uang demi menyelamatkan rumah tangganya.

Saat ia hendak menuju lift, sebuah suara memanggilnya.

"Eh, Lili?"

Lili menoleh dan mendapati Doni, mantan rekan kerjanya, berjalan mendekat. Wajah Doni tampak heran sekaligus senang melihat kehadiran Lil.

"Kamu ngapain di sini? Mau kerja lagi?" Tanya Doni penasaran.

Lili menggeleng sambil tersenyum tipis. "Tidak, Don. Aku cuma mau ketemu Bu Luna."

"Bu Luna?"

"Iya. Dia masih di ruangannya, kan?"

Doni menggaruk kepala. "Wah, Li... kamu belum tahu, ya? Bu Luna udah pindah ke Singapura. Udah lama. Katanya menetap di sana sekarang."

Lili menautkan alis mendengar informasi dari mantan rekan kerjanya tersebut. “

"Serius? Terus perusahaan ini?" tanya Lili lebih dalam.

"Iya. Perusahaan ini masih milik dia, tapi sekarang dikelola kerabatnya. Tapi ya... jauh banget sama Bu Luna. Pokoknya semenjak bu Luna pergi, perusahaan udah seperti neraka, aku aja sudah tidak betah, dan aku ingin keluar, untuk saja kamu sudah keluar duluan."

Lili terdiam tanpa menimpali ucapan Doni. Dan semangat yang tadi ia bawa hilang seketika. Harapannya pupus. Satu-satunya jalan yang ia pikir bisa ditempuh, kini tertutup rapat.

Di perjalanan pulang, langkah Lili lemas. Pandangannya kosong menatap jalanan. Ia merasa gagal. Gagal sebagai istri, gagal sebagai anak. Dan entah mengapa, wajah Lio tiba-tiba melintas di benaknya.

Lio, sahabat sang suami yang pernah mengajukan tawaran gila padanya.

Tawaran Lio sangat tidak masuk akal, bahkan menjijikkan untuk Lili, dan sulit untuk ia terima.

Tapi sekarang, dalam kondisi terjepit seperti ini, pikiran Lili mulai goyah. Apakah ia harus mempertimbangkan tawaran itu?

Ia menggeleng cepat. "Tidak, Lili. Jangan. Kamu tidak boleh sejauh itu," bisiknya sendiri.

Namun wajah Zian yang penuh kemarahan, teriakan-teriakan frustrasi suaminya saat membicarakan utang, semua itu bercampur aduk dalam pikirannya. Lili merasa terpojok. Seperti tidak ada jalan keluar.

Lili duduk termenung di dalam taksi yang dinaikinya. Dan menatap kartu nama yang Lio berikan padanya.

Di satu sisi, ia ingin membantu Zian, menyelamatkan rumah tangga dan kehormatan suaminya. Tapi di sisi lain, harga dirinya sebagai istri dan juga perempuan akan terhina jika ia sampai menerima tawaran dari Lio.

Pikiran Lili benar-benar kacau, tapi tiba-tiba ia mengambil ponselnya dari dalam tas.

Lalu memasukkan satu persatu nomor yang terdapat di kartu nama yang Lio berikan.

"Maafkan aku Tuhan."

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Juhaina R
tuhan maha pengampun lie ...
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Gairah Sahabat Suamiku    95. Partner Ranjang

    Setelah selesai bertemu dengan tamunya dari luar negeri. Lio segera ingin menemui Lili yang ia suruh untuk menunggunya di kafe dimana keduanya sering makan, karena ia tidak ingin Lili menunggunya di kantor, takut perempuan itu bosan.Namun, sebelum menuju kafe yang tidak jauh dari kantornya. Lio mampir terlebih dahulu di sebuah toko bunga dan membeli satu buket bunga Lily putih yang begitu indah.Senyum merekah dikedua sudut bibir Lio, sambil menatap buket bunga Lily yang berada di tangannya. "Cantik, sama seperti kamu. Li," Ucap Lio bayangan Lili muncul memenuhi otaknya.Bergegas Lio masuk ke dalam mobil, dan menuju kafe dimana Lili sudah menunggunya cukup lama. "Maaf Li, bila kamu menunggu lama." kata Lio di dalam mobil.Setelah mobilnya terparkir di halaman parkir kafe. Lio bergegas masuk dan menuju meja dimana Lili menunggunya.Tautan kening menghiasi wajah Lio, karena meja itu kosong. Padahal jelas, tadi Lili mengirim foto nomor meja yang kini telah kosong.Lio kini memutuskan me

  • Gairah Sahabat Suamiku    94. I Love You

    Lili segera menjauhkan kepalanya, untuk melepas tautan bibirnya dengan bibir Lio, bukan hanya karena ada mama Feli dan juga Romi, tapi ia sadar tidak pantas ia berciuman dengan pria yang tidak memiliki status apapun dengannya.Meskipun Lili sudah menyimpan rasa pada Lio di dalam lubuk hatinya yang paling dalam."Maaf," Ucap Lio menyadari ia sudah terlalu jauh pada Lili.Lili menganggukkan kepalanya sambil mengukir senyum.Mama Feli kini mendekati keduanya. "Teruskan saja tidak apa-apa. Mama tidak lihat kok." Ucapnya sambil tersenyum.Mambuat pipi Lili merah merona. Sedangkan Iko sendiri langsung menanggapi ucapan sang mama. "Nanti Ma, kalau tinggal berdua kami teruskan lagi." Ucap Lio asal.Mambuat Lili langsung menatap tajam padanya."Jangan marah, aku hanya bercanda." kata Lio, ingin rasanya ia membawa Lili ke dalam pelukannya lagi.Lili menggelengkan kepalanya, bertepatan mama Feli meraih tangannya, lalu meraih tangan Lio kemudian menyatukannya. "Mama berharap, kalian cepat bersam

  • Gairah Sahabat Suamiku    93. Kejutan

    Romi menahan langkah Lio yang baru saja hendak melangkah keluar dari ruang kerjanya. Wajah Romi tampak sedikit tegang, seolah berusaha keras untuk menyembunyikan kegelisahan."Kamu mau ke mana?" tanya Romi."Mencari Lili," jawab Lio tanpa ragu, rahangnya mengeras. "Aku yakin Luna dalang di balik menghilangnya Lili."Romi menghela napas panjang, mencoba tetap tenang. "Biar aku saja yang mencari dia. Kamu kembali saja ke ruang kerja kamu. Aku janji akan cari Lili dan membawanya padamu."Lio menatap Romi tajam. "Tidak bisa! Kamu tidak tahu bagaimana rasanya kalau orang yang paling kamu cintai menghilang begitu saja. Aku ingin memberi pelajaran pada siapa pun yang sudah berani menyentuh Lili."Romi mendekat, menepuk bahu sahabat dan juga atasannya itu. "Aku justru takut, Li. Jangan-jangan ini hanya akal-akalan Luna untuk memancingmu keluar. Serahkan padaku. Kamu tetap di sini, jaga fokus. Hari ini juga ada rapat penting yang harus kamu hadiri, karena rapat itu tidak bisa ditunda atau diwa

  • Gairah Sahabat Suamiku    92. Rencana Licik

    Setelah malam panas yang terjadi antara Lili dan Lio terakhir kali, hati Lili perlahan mulai luluh. Ia mulai membuka hatinya pada Lio, pria yang selama ini dengan sabar selalu ada di sisinya, menawarkan bahu untuk bersandar, telinga untuk mendengar, dan dada yang lapang untuk menampung segala keluh kesahnya. Perlahan, luka yang dulu menganga akibat pengkhianatan Zian mulai mengering, meskipun status pernikahan mereka belum resmi berakhir.Perceraian Lili dengan Zian benar-benar memakan waktu lama, karena Zian yang dengan sengaja mempersulit prosesnya. Ia kerap mangkir dari persidangan, membuat agenda sidang harus terus ditunda. Sementara itu, di sisi lain, Lio sudah lebih dulu menuntaskan perceraiannya dengan Luna, meski prosesnya pun tidak berjalan mulus. Luna bersikeras mempertahankan rumah tangga mereka dengan berbagi alasan. Hingga akhirnya Lio menyewa beberapa pengacara kondang agar bisa segera resmi menjadi duda, dan bebas dari belenggu rumah tangga yang selama ini membuatnya te

  • Gairah Sahabat Suamiku    91. Nafsuan

    Akhirnya dengan sedikit memaksa, Lili menarik tangan Lio menjauh dari Bela dan juga Zian. Ia benar-benar tidak ingin terjadi keributan di rumah sakit, apalagi di tempat yang seharusnya tenang seperti ini. Lio yang sudah sejak tadi menahan emosi, nyaris melayangkan pukulan ke wajah Zian yang terus saja melontarkan provokasi."Li, kenapa kamu menahan aku? Kamu tahu kan, Zian pantas dapat pelajaran dari aku," gerutu Lio dengan rahang mengeras. Ia berdiri di depan pintu ruang perawatan mama Feli, napasnya memburu menahan amarah.Lili langsung meletakkan jari telunjuknya di bibir Lio, mengisyaratkan agar ia diam. "Sst... tenang dulu. Kita ke sini untuk melihat mama, bukan untuk ribut. Jangan bikin masalah di rumah sakit," Ujar Lili lembut, menatap mata Lio dengan penuh pengertian.Lio menatap Lili beberapa detik, sebelum akhirnya menghela napas panjang. "Maafkan aku, Li. Kadang emosiku susah dikontrol kalau sudah menyangkut kamu. Rasanya aku pengen hancurin siapa aja yang nyakitin kamu." T

  • Gairah Sahabat Suamiku    90. Zina

    Dengan langkah cepat, Lio yang baru saja tiba di rumah sakit langsung menggandeng tangan Lili. Ia menarik tangan perempuan itu dengan lembut menyusuri lorong rumah sakit, melewati beberapa suster yang tampak sibuk, menuju ruang perawatan di mana mama Feli dirawat. Sejak tadi pikiran Lio dipenuhi rasa cemas. Bagaimana kondisi mama Feli? Kenapa tiba-tiba harus dibawa ke rumah sakit? Padahal semalam, wanita paruh baya itu masih tampak sehat saat menolong Lili dari Luna.Namun, langkah mereka terhenti tiba-tiba. Bukan karena mereka sudah sampai, melainkan karena Lili berhenti melangkah. Napas Lili tampak sedikit memburu, wajahnya agak pucat.Lio langsung merasa bersalah. "Maaf," ucapnya pelan, menatap Lili dengan wajah menyesal. Ia baru sadar langkahnya terlalu cepat. "Kamu capek, ya?"Lili tersenyum lemah sambil mengangguk. "Jalan kamu terlalu cepat, Lio. Kamu jalan duluan aja." Pintanya, jujur tenaga Lili belum penuh sepenuhnya setelah aktivitas semalam di kamar hotel bersama Lio."Tida

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status