Setelah mengantar Lio sampai teras rumahnya, Zian kembali masuk ke dalam rumah, dan menghampiri Lili sang Isrti yang kini sudah duduk di ruang tengah."Sayang, ada yang ingin aku bicarakan denganmu." Zian duduk tepat di samping sang Isrti. "Maaf jika aku memaksa kamu bekerja dengan Lio."Lili menatap pada suaminya tersebut. "Sejujurnya aku hanya ingin balas budi padanya.""Balas budi?" tanya Lili penasaran."Ya sayang, sebenarnya aku punya hutang dengan Lio, dan kedatangan dia kesini begitu baik. Dia membebaskan utangku." Zian jujur pada sang istri tentang hal tersebut. "Sebenarnya aku hanya ingin balas budi padanya, dengan cara kamu bekerja dengannya, sayang." Zian kini meraih kedua tangan istrinya tersebut. "Aku mohon padamu sayang, bekerjalah dengan Lio." Pinta Zian lagi, masih melihat keraguan dalam diri sang istri untuk bekerja sebagai sekretaris Lio.Lili terdiam, masih teringat bagaimana ancaman Lio, ketika dirinya menolak menjadi sekretarisnya, dan Lili kini menganggukkan kep
Lili masih diam mematung, tidak menanggapi ucapan dari Zian. Pikirannya kacau, jantungnya berdetak tidak beraturan, dan tubuhnya terasa dingin meski berada di dalam ruangan yang hangat. Ia tidak akan bekerja dengan Lio sebagai sekretarisnya, tidak! Itu tidak mungkin. Tidak setelah apa yang terjadi semalam dengan Li. Tidak setelah dirinya melanggar semua batas sebagai istri dari Zian.Zian, suaminya yang begitu percaya padanya. Pria yang mencintainya, kini meminjamkan kepercayaannya kepada Lio, sahabat karibnya sendiri. Dan sekarang, Zian meminta, bahkan memaksa dirinya bekerja dengan Lio. Hatinya menolak. Jiwanya memberontak. Tapi situasinya rumit.Lili akhirnya membuka mulut, dengan suara yang masih bergetar. "Aku tidak mau bekerja dengannya, sayang," tolak Lili mentah-mentah.Zian mengernyitkan dahi, tidak mengerti. "Kenapa?""Aku bisa mencari pekerjaan lain," jawab Lili cepat, menghindari tatapan suaminya.Namun Zian malah menggeleng keras. "Dan aku tidak mengizinkan kamu bekerja d
Sejak kemarin, Zian benar-benar merasa seperti manusia paling beruntung di dunia. Semua masalah yang selama ini menyesakkan dadanya satu per satu terselesaikan, seolah semesta sedang berbaik hati padanya. Hutang-hutang yang menumpuk akibat usahanya bangkrut akhirnya lunas. Sang istri, Lili, tiba-tiba mendapatkan pinjaman dalam jumlah fantastis dari pihak yang tak pernah ia sangka, dan itu cukup untuk membangun kembali usaha yang nyaris membuatnya jatuh ke jurang kemiskinan. Dan pagi ini, berkah itu belum juga berhenti mengalir.Lio, sahabat lama yang sempat menjauh sejak Zian terjerat masalah keuangan, datang pagi-pagi ke rumahnya. Bukan dengan tangan kosong, tapi membawa berita yang mengejutkan sekaligus membahagiakan."Aku udah pikirin ini matang-matang, Zi. Dan kamu tidak perlu bayar utangmu ke aku," kata Lio dengan nada santai, duduk berhadapan dengan Zian di ruang tamu rumah sahabatnya tersebut.Zian menatap Lio lekat-lekat, tak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya. "Ter
Deg. Jantung Lili seolah berhenti berdetak saat mendengar pertanyaan sang suami. Suasana ruang tengah yang tadinya tenang mendadak terasa menyesakkan. Lili bisa merasakan darahnya berdesir, tubuhnya membeku, dan telapak tangannya mulai berkeringat dingin."Sayang, kenapa tidak di jawab?" tanya Zian melihat ekspresi wajah sang istri. Zian mengerutkan kening sambil menatap Lili dengan bingung. Ia lalu mendekat, mengendus lembut bagian pundak istrinya. "Ini... kayak parfum cowok. Kamu pakai parfum pria?" tanya Zian lagi.Lili hampir tersedak oleh udara yang ia hirup. Aroma parfum Lio masih melekat samar di bajunya, sebuah kesalahan fatal yang tak ia sadari, harusnya ia membersihkan diri sebelum pulang.Dan sekarang, Zian, suaminya yang begitu mencitainya berdiri di hadapannya dengan wajah penuh tanya.Panik. Itu satu-satunya perasaan yang Lili rasakan. Ia menunduk, mencoba menenangkan degup jantungnya, memaksa otaknya bekerja cepat mencari alasan."Anu, itu… Sayang," katanya terbata, sua
Akhirnya, Lili pulang diantar oleh Lio. Sepanjang perjalanan, sunyi menyelimuti mereka berdua. Tak ada sepatah kata pun yang keluar dari mulut Lili, meskipun beberapa kali Lio mencoba mencairkan suasana dengan obrolan ringan. Namun, Lili hanya menatap kosong ke luar jendela, matanya berkabut oleh penyesalan yang mendalam.Bayangan kejadian di kamar hotel tadi masih membekas jelas di benaknya. Bagaimana tubuhnya menyerah pada bujukan dan rayuan Lio, sahabat suaminya sendiri. Semua itu terjadi hanya karena satu hal, yaitu uang. Ia merasa hina, kotor, dan yang paling menyakitkan, ia telah mengkhianati Zian, suami yang selama ini selalu percaya padanya.Mobil yang dikendarai Lio akhirnya berhenti di tepi jalan depan rumah Lili. Mesin dimatikan, tapi keheningan masih terasa menyesakkan.Sebelum membuka pintu, Lili menoleh, memandang Lio dengan sorot mata yang tak bisa menyembunyikan kegundahannya. "Aku mohon padamu, apa yang telah terjadi antara kita, akan menjadi rahasia kita. Sampai kapa
Lio benar-benar tidak bisa berhenti, menyusuri setiap jengkal tubuh istri sahabatnya tersebut.Gairah dalam tubuhnya tidak bisa ia redam, setelah Lili mencium bibirnya sambil melepas jubah mandi yang menempel di tubuhnya.Sentuhan demi sentuhan Lio, membuat Lili benar-benar merasa bersalah pada sang suami. Apalagi saat pria itu terus menyesap buah dadanya dan alat reproduksi Lio menerobos masuk menusuk tubuhnya, Lili merasa menjadi perempuan paling hina di dunia ini, karena sudah mengkhianati sang suami.Sedangkan Lio benar-benar menikmati setiap detik apa yang dirinya lakukan pada tubuh Lili. Dan ia tidak bisa berhenti memompa tubuh Lili di bawahnya.Detik demi detik berlalu, aktivitas panas terus berlalu, udara dingin yang ada di kamar hotel tersebut, tidak lagi terasa. Yang ada hawa panas menyelimuti Lili dan juga Lio, membuat tubuh keduanya basah karena peluh.Lili menutup mulutnya, ia benar-benar benci dengan suara desahan yang tiba-tiba keluar dari bibirnya.Sedangkan Lio tersen