Share

Bab 10

last update Last Updated: 2025-07-26 22:17:32

Kabut menggantung pekat di lembah Aeloria saat dua sosok menunggang kuda melintasi celah sempit di antara bebatuan. Kuda-kuda itu terengah, tapaknya bersuara lelah menapak tanah berbatu yang licin oleh embun. Salah satu penunggangnya nyaris roboh dari pelana, Maxime, tubuhnya dilumuri darah kering dan nafasnya berat.

Di sampingnya, Alice membelokkan kudanya ke lorong kecil yang tersembunyi di balik dinding karang. Sebuah lengkungan batu muncul di depan mereka, gerbang tersembunyi menuju Aeloria, markas rahasia yang hanya dikenal oleh sedikit orang terpilih.

Begitu mereka memasuki halaman dalam, para penjaga berseragam putih segera bergerak. Mereka diam, namun gesit. Wajah - wajah mereka tersembunyi di balik tudung, dan langkah mereka nyaris tak bersuara. Mereka adalah Pasukan Bayangan Cahaya, prajurit rahasia Serikat Kabut Putih.

Seorang pria berambut keperakan bergegas dari antara mereka. Dengan sigap ia menyambut Maxime yang nyaris jatuh dari kuda. "Bawa ia ke kamarnya," perintahnya
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Gairah Sang Penyihir Menawan   Bab 58

    Kereta Alice berhenti di depan toko roti miliknya yang ramai di jantung distrik perdagangan. Aroma roti madu yang baru keluar dari oven menyambut begitu pintu dibuka. Orang-orang mengantri hingga ke jalan, menunggu giliran untuk membeli kue manis yang terkenal di seluruh ibu kota itu.Begitu Alice turun, semua kepala menoleh. Bisikan kecil terdengar, sebagian mengenali putri Duchess Giselle itu, sebagian lain hanya terpukau oleh sosok bangsawan muda dengan aura menawan nan cantik. Namun Alice tidak menggubris. Senyumnya datar, matanya tenang, hanya sesekali melirik Reina dan Louis yang berjalan di sampingnya.Seorang pria dengan tubuh agak gemuk, wajah bundar ramah, segera menghampiri dengan langkah terburu-buru. Tuan Nike, yang diketahui orang - orang sebagai pemilik toko roti. Ia membungkuk hormat."Lady Alice! Kenapa tidak mengabari dulu jika akan datang, silakan masuk!" ucapnya penuh semangat.Alice mengangguk sopan. Ia, Reina, dan Louis segera diarahkan melewati dapur yang sibuk,

  • Gairah Sang Penyihir Menawan   Bab 57

    Sejak pagi buta, kediaman keluarga Adelaide dipenuhi hiruk-pikuk tak berkesudahan. Ruang tamu besar berubah menjadi pasar kecil yang penuh dengan meja kaca, kotak kayu berhias, kain berkilauan, dan tumpukan perhiasan. Pedagang-pedagang perhiasan berdatangan, menenteng peti-peti yang berisi kalung, gelang, dan mahkota permata. Suara riuh pelayan yang mondar-mandir membuat kepala Alice berdenyut.Di tengah semua itu, Alice duduk di kursi ukiran tinggi, mengenakan gaun tipis berwarna gading. Wajahnya pucat, matanya kosong, seolah seluruh semangatnya terkuras habis. Setiap kali satu set perhiasan dipakaikan ke tubuhnya, ia hanya menatap cermin tanpa ekspresi."Jangan yang itu, terlalu sederhana. Pilih berlian biru, itu lebih cocok untuk putri seorang duchess!" suara Duchess Giselle, ibunya, menggema keras. Tangannya menunjuk ke arah kalung yang berkilau berlebihan.Para pedagang buru-buru mengganti kalung yang melingkar di leher Alice dengan pilihan lain. Gadis itu diam, hanya mengangkat

  • Gairah Sang Penyihir Menawan   Bab 56

    Alice berusaha menggerakkan tubuhnya, namun tubuh itu seakan diikat dengan rantai tak kasatmata. Matanya melebar, penuh amarah. Ingin ia berteriak, memaki, mengusir, atau sekadar melepaskan diri—tapi bibirnya kaku, seolah suara pun telah dicuri. Hanya matanya yang bergetar, menunjukkan perlawanan yang tak bisa diwujudkan dengan gerakan.Teon duduk di pinggir ranjang Alice. Wajahnya yang pucat. Ia menjulurkan tangannya, menempelkan telapak pada luka leher Alice yang masih belum sembuh. Kilatan cahaya suci muncul, hangat merambat ke kulit Alice, meredakan luka yang masih terbuka.Sambil menyalurkan kekuatan sucinya, suara Teon terdengar rendah mencoba menjelaskan, "Alice… aku minta maaf."Suaranya bergetar. "Aku tidak bisa hidup tanpamu. Jika kau membenciku, aku menerima. Jika kau tak ingin menatapku lagi, aku rela. Tapi… aku mohon, jangan tinggalkan aku. Setidaknya biarkan aku tetap ada di sisimu, berjalan bersamamu, meski kau tak lagi percaya padaku."Detak jantung Alice berdegup kenc

  • Gairah Sang Penyihir Menawan   Bab 55 Rahasia Kekuatan Teon

    Alice menopang tubuhnya dengan pedang. Darah mengalir dari lehernya, menetes ke lantai dan mengenai liontin batu pada kalung yang ia kenakan. Begitu darah itu menyentuh permukaan batu, cahaya terpancar. Batu itu berkilau, menyala seakan merespons darah yang melumuri permukaan batu.Maxime dan Louis, yang panik melihat luka Alice, kini membelalak mata kaget. “Batu itu... bersinar?” bisik Louis dengan wajah pucat.Alice tersenyum samar, senyum yang lebih mirip kepuasan getir. Saat itu juga, hembusan angin berdesir kencang. Tirai kamar terangkat, dan dari jendela, sosok yang paling tidak diinginkan Alice masuk dengan gesit—Teon.“ALICE!” serunya terkejut melihat darah mengalir dari leher wanita yang ia cintai.Tanpa berpikir, Teon mendorong Maxime agar memberinya ruang, lalu berjongkok di hadapan Alice untuk melihat lukanya.Alice melepaskan pedang dari tangannya. Tubuhnya sedikit goyah, langkahnya pelan untuk mundur. Louis buru-buru meraih tangannya agar tidak jatuh, tapi Alice justru m

  • Gairah Sang Penyihir Menawan   Bab 54 Bukti dan Keputusan

    Suasana kamar Carolie masih diliputi aroma dupa yang sengaja disiapkan untuk menenangkan rasa cemasnya. Tapi tubuhnya tampak menegang menatap Teon yang berdiri di hadapannya. Setelah Teon melepas cengkraman kasar di wajahnya, jantungnya berdetak kencang tak terkendali. Rasa sakit menjalar dari pipinya yang memerah akibat genggaman kuat itu.Teon menatapnya dingin, lalu dengan cepat menampar wajah Carolie. Suara tamparan itu menggema di kamar yang hening, membuat Carolie terperanjat dan nyaris menangis.“Kau tidak berguna, Carolie.” Suara Teon serupa bisikan, rendah dan penuh amarah. “Seharusnya aku tidak pernah membuang waktuku menolongmu, apalagi menyuruhmu menggoda Pangeran Evrard.”Carolie sontak turun dari tempat tidur. Lututnya gemetar, tubuhnya jatuh bersujud di hadapan Teon. Air mata mengalir, bukan hanya karena sakit, melainkan juga karena takut akan kehilangan nyawanya.“Tuan, ampun... beri aku kesempatan lagi!” suaranya parau.Namun Teon tidak bergeming. Ia mengangkat kakiny

  • Gairah Sang Penyihir Menawan   Bab 53 Dalang dibalik tragedi

    Louis tidak menjawab pertanyaan Alice. Rahangnya mengeras, seakan ada kata-kata yang tertahan di ujung lidahnya, namun ia memilih bungkam. Tanpa sepatah kata pun, ia berbalik dan melangkah cepat keluar dari ruangan.Alice hanya bisa menatap punggung sahabatnya itu menghilang di balik pintu, dadanya terasa sesak oleh kebisuan yang menggantung.Di koridor, langkah Louis terhenti sesaat ketika berpapasan dengan sosok tegap Pangeran Adhelard. Sorot mata tajam Adhelard menelusuri wajah Louis, seakan berusaha membaca emosi yang meluap. Louis menunduk, menempatkan tangan di dada sebagai salam hormat singkat. Lalu ia berjalan melewatinya tanpa sepatah kata, hanya meninggalkan jejak langkah berat yang cepat menjauh.Adhelard berdiri tegak, sedikit mengerutkan alisnya. Ia menyaksikan Louis menghilang, lalu melangkah masuk ke ruang tamu dengan tatapan penuh selidik.Alice segera berdiri dan memberi salam anggun. “Yang Mulia Pangeran Adhelard.”Daniel, yang duduk di sampingnya, ikut bangkit dan m

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status