Satu kutukan. Satu ciuman. Satu penyamaran berbahaya. Di balik mahkota yang bukan miliknya, Alice menyembunyikan gairah terlarang dan rahasia yang bisa menghancurkan segalanya Saat ia menyamar sebagai calon putri mahkota, Alice harus menyembunyikan tubuh yang pernah disentuhnya dan bibir yang telah dicium pria yang kini berdiri tepat di samping putra mahkota. Apa yang harus ia lakukan?
view moreHujan baru saja berhenti di ujung perkemahan, menyisakan kabut tipis yang menggantung di antara tenda-tenda para prajurit. Api unggun besar menyala di pusat kamp, di mana sorak-sorai dan tawa keras menggema—para tentara tengah merayakan kemenangan besar atas serangan suku barbar di perbatasan utara.
Namun, tenda paling ujung di sisi tebing tetap sunyi. Tak ada nyanyian kemenangan. Tak ada perayaan. Di sanalah Kapten El, panglima bayaran misterius yang tak pernah melepas sorban dan cadarnya, tengah berjuang menahan sesuatu yang jauh lebih mengerikan dari luka medan perang: kutukan Iblis Asmodus yang membara setiap malam purnama. Tubuhnya gemetar. Keringat membasahi kulitnya. Kain balutan yang menutup luka di bahu kanannya telah longgar, memperlihatkan kulit pucat yang berkilau samar terkena cahaya bulan. Suara langkah berat mendekat. Alice—yang dunia kenal sebagai Kapten El—tertegun. Kutukan itu belum reda. Napasnya memburu, matanya mulai kehilangan fokus. Tubuhnya panas, bukan karena luka, tapi karena desakan hasrat yang datang setiap purnama, mengendap dalam darahnya seperti racun. Suara itu semakin dekat. Ia mengenal langkah itu. Tegas. Teratur. Seperti derap kuda. Dan sebelum ia sempat menutupi tubuhnya dengan benar, seseorang menarik tirai tenda dari luar. Adhelard. Pangeran yang baru saja memimpin kemenangan atas pasukan utara. Jubahnya basah oleh hujan. Wajahnya keras, namun menyimpan kelelahan dalam sorot mata. Ia terdiam di ambang pintu tenda. Yang dilihatnya bukan Kapten El—prajurit tangguh bertopeng yang selama ini bertarung di sisinya. Melainkan seorang wanita… Dengan rambut merah menyala, tergerai liar menutupi sebagian wajah. Kulit pucat di bawah cahaya lentera. Mata Adhelard membelalak. Alice mendongak. Senyumnya samar, tak sepenuhnya sadar. Suaranya serak, namun lembut. “Apa Pangeran datang... untuk memelukku?” Adhelard melangkah satu kali. Tak bisa menjawab. Pandangannya menyapu luka di bahu wanita itu, tapi jantungnya berdebar bukan karena luka tapi karena kaget. Kapten prajurit bayaran yang telah menolongnya saat perang tadi siang adalah putri dari bangsawan keluarga Adelaide. Pangeran Adhelard hampir kehilangan nyawanya jika bukan karena seorang prajurit bayaran yang tiba-tiba muncul dan menebas musuh - musuhnya dalam satu tarikan napas. Namun sekarang yang mengejutkannya bukanlah keahlian pedang sang penyelamat. Melainkan kenyataan bahwa di balik zirah dan darah, berdirilah seorang wanita cantik berambut merah api, dengan mata yang tajam dan bibir melengkung nakal. Seorang putri bangsawan yang dijuluki “Putri terbuang” Karena terlahir kembar. Ia harus dibesarkan jauh dari kediaman hanya karena mimpi ibunya dan ramalan para tetua keluarga. Pangeran Adhelard memalingkan pandangan dari Alice. Pangeran Adhelard terpaku. Kata-katanya lumpuh. Wanita itu berjalan mendekatinya tanpa ragu, langkahnya anggun, namun penuh percaya diri, seperti seseorang yang tahu bahwa dunia akan bertekuk lutut di hadapannya. "Alice... Adelaide?" bisik Adhelard tak percaya. Wanita itu mendekat perlahan, langkahnya mantap di tanah berserakan kain yang berlumur darah. "Apa Anda datang untuk memeluk saya?" bisiknya sekali lagi, suaranya seperti mantra yang memecah pertahanan terakhir sang pangeran. Alice tertawa sambil mengibaskan rambut merah panjangnya. "Pangeran Adhelard," Panggil Alice. "Kenapa anda terus memalingkan pandangan anda? bukanya seharusnya anda memberi hadiah pada saya karena telah menyelamatkan anda?" tanya Alice dengan nada menggoda. Adhelard menatap Alice dengan rasa heran dan bercampur tidak mengerti. "Sepertinya anda sedang tidak enak badan. Saya akan kembali lagi besok." ucapnya sambil berbalik untuk pergi. "Tunggu." Adhelard berbalik kembali dan Alice meremas bahunya. Perban yang sebelumnya putih kini menjadi merah. "Apa yang anda lakukan?" "Rupanya pangeran Adhelard sang mantan pangeran mahkota sangat pemalu." Alice mulai memprovokasi. "Saya penasaran pada wajah dibalik topeng yang anda kenakan Pangeran. Bagaimana jika bayaran saya untuk menyelamatkan nyawa seorang pangeran pertama kerajaan livy adalah tubuh pangeran itu sendiri?" Adhelard tak sempat menjawab. Alice berjalan lebih dekat... dan tiba-tiba tubuhnya jatuh ke dalam pelukan sang pangeran. Refleks membuat Adhelard meraih pinggangnya, menahan tubuh mungil itu yang tiba-tiba terasa begitu ringan di lengannya. Detak jantungnya menggila. Dari jarak sedekat itu, napas mereka bertemu. Mata mereka saling mengunci. Dan saat Adhelard hendak menarik diri, Alice mendongak, suaranya nyaris seperti bisikan angin, "Bolehkah saya mencium Pangeran Adhelard?" Adhelard tak menjawab. Ia terlihat tak mampu. Namun matanya memejam saat bibir Alice menekan lembut bibirnya. Sentuhan itu lembut, namun cukup kuat untuk menyalakan bara di dadanya. Ciuman itu tak lama, tapi menyimpan seluruh dunia di dalamnya, ketegangan, pengakuan, dan rasa penasaran. Namun tepat saat Alice mengangkat tangannya, meraih topeng perak yang menutupi sebagian wajah Adhelard, niatnya tak tertahankan… … tubuhnya tiba-tiba lemas di pelukan sang pangeran. “Nona Alice?” seru Adhelard panik, menangkap tubuhnya sebelum jatuh. Wajahnya pucat. Nafasnya pelan. Dan dari balik kerah bajunya, sebuah cahaya samar seperti simbol kutukan muncul sesaat lalu lenyap. Adhelard memandang wajahnya yang terpejam. Hatinya berdegup keras. Pertanyaan menggema di benaknya. Apa yang sebenarnya wanita ini lakukan... dan apa yang telah membawanya ke medan perang? Tapi yang lebih penting lagi, alice telah meninggalkannya begitu saja setelah menggodanya. BersambungKeheningan merayap di udara seperti kabut malam yang menyesakkan dada.Alice berdiri di tengah lingkaran prajurit yang mengacungkan pedang padanya, nafasnya tak beraturan, jubah kusutnya robek di beberapa tempat, dan tangan kanannya gemetar menggenggam pedang rampasan. Di sekelilingnya, tatapan curiga dan pedang - pedang tajam terarah padanya, menuntut jawaban.Namun ia tetap bungkam. Satu suara saja dan semua akan runtuh. Suaranya terlalu lembut, terlalu khas. Jika ia berbicara, penyamarannya akan sirna. Ia terus membuat pertahanan tanpa melukai bagian vital para prajurit zirah hitam.Langkah berat bergema. Adhelard memasuki lingkaran itu dengan sikap tenang dan wibawa yang tak terbantahkan. Di tangannya, seorang lelaki diseret, tubuhnya limbung dan berdarah.Maxime.Alice menahan nafasnya. Tubuh lelaki itu jatuh ke tanah, darah mengalir dari luka di pelipis dan lengan. Meski luka - luka yang parah, matanya tetap menatap lurus, tanpa rasa gentar. Kesetiaan terpatri dalam pandanganny
Mentari belum tinggi ketika Alice berdiri di depan cermin, membenarkan gaun mewah berwarna lavender pucat yang menjuntai anggun hingga lantai. Rambut merahnya ditata rapi seperti putri bangsawan pada umumnya, meski hatinya menggerutu.Di tangan kirinya, surat kecil tergenggam erat. Ia menulisnya sendiri. Tapi begitu selesai, ia tidak memanggil pelayan biasa. Alice membuka jendela dan meniupkan peluit kecil dari perak, sebuah sinyal khusus.Tak sampai lima menit, Maxime sudah melompat masuk lewat balkon seperti biasa, wajahnya tenang namun waspada."Kau memanggilku, Nona?""Aku butuh bantuanmu," ucap Alice tanpa basa-basi, menyodorkan surat itu. "Aku tidak bisa menepati janji bertemu dengan pedagang itu hari ini. Tolong temui dia dan katakan aku akan datang terlambat. Ini tempatnya dan ini kata sandinya."Maxime menerima surat itu dengan anggukan. "Saya akan menyampaikannya sendiri."Hari ini seharusnya ia menemui seseorang yang mengaku sebagai pedagang kaya dari luar wilayah kerajaan.
Malam itu, angin berhembus lembut melewati celah jendela kediaman keluarga Adelaide. Cahaya purnama menggantung penuh di langit, perak dan pucat, menerangi seisi kamar dengan keheningan yang menggoda. Di atas tempat tidur mewah milik Lady Anne yang kini digunakan oleh Alice, ia terbaring dengan nafas tak teratur dan kulit bersinar penuh peluh. Rambut merahnya tergerai kusut, pipinya memanas, dan matanya menerawang kabur.Alice menggigit bibirnya. Tubuhnya panas, lebih dari sekadar demam biasa. Ia tahu, malam ini adalah waktunya kutukan itu bangkit. Ia telah menahannya selama berada di pesta, namun setelah kembali dengan dalih sakit dan meninggalkan kereta istana lebih awal, tubuhnya mulai bereaksi. Dada sesak, kulitnya seperti terbakar dari dalam.Tiba-tiba, dari jendela terbuka, sebuah suara ringan terdengar."Kau terlihat lebih buruk daripada biasanya."Alice menoleh lemah. Sosok lelaki tinggi, ramping dengan jubah putih bersih melangkah masuk dari jendela. Matanya lembut, bersinar
Tangan Adhelard menuntun Alice dengan tegas, meski langkah mereka pelan menyusuri koridor panjang menuju aula pesta. Jemarinya dingin namun mantap, dan cengkeramannya menyiratkan kuasa, seolah berkata: kau aman bersamaku, tapi jangan bertanya terlalu banyak.Alice tak bisa berkata-kata. Ucapan Adhelard sebelumnya masih menggema di telinganya.“Karena dia akan menjadi keluargaku juga nanti.”Kalimat itu mengganggu pikirannya. Apakah itu hanya untuk menyingkirkan Rose? Atau… ada makna tersembunyi?Begitu mereka tiba di pintu aula, Alice ingin segera melepaskan diri. Tapi detik itu pula, seorang wanita bergaun emas dengan mahkota kristal kecil di rambut peraknya berdiri di hadapan mereka.Ibu Suri.Permaisuri Chloe.Ibu tiri Adhelard dan ibu kandung dari Pangeran Evrard.Senyum Chloe manis, tapi matanya seperti pisau yang tajam. Ia memandangi Adhelard dengan angkuh, lalu menurunkan tatapannya pada Alice, sebelum kembali ke Adhelard.“Oh, lihat siapa yang akhirnya kembali dari medan peran
Udara malam terasa lebih dingin dari biasanya. Cahaya dari jendela aula dansa memantul di lantai marmer lorong istana yang sunyi. Langkah Adhelard terdengar berat namun pasti saat ia meninggalkan ruangan tempat Alice berdiri canggung sendirian. Namun belum jauh dari ambang pintu, seseorang menghadangnya.Rose Jerome.Wanita bangsawan bergaun ungu tua itu melangkah pelan, membawa aroma lavender dan nostalgia masa lalu. Senyum tipis tergurat di wajahnya, senyum yang dulu membuat banyak pria istana terpikat, termasuk Adhelard—atau setidaknya, begitulah yang ia yakini.“Adhelard,” sapanya dengan nada halus, “Kita perlu bicara.”Adhelard menghentikan langkahnya, tatapannya kosong sejenak, lalu beralih pada sosok wanita itu.Dari balik pintu, Alice muncul tanpa sengaja. Saat melihat mereka, ia tertegun, hampir saja ingin kembali masuk, tapi Adhelard sudah meliriknya duluan.“Jangan pergi,” ucapnya datar.Alice menunduk, canggung. Ia merasa seperti bayangan tak diinginkan, berada di antara d
Kilau permata dan gaun sutra membanjiri aula istana utama. Pesta ulang tahun Pangeran Kedua, Evrard, telah menarik seluruh bangsawan dari empat penjuru kerajaan. Lampu gantung kristal bersinar seperti langit berbintang di atas kepala, dan aroma mawar serta anggur tua memenuhi ruangan.Di ambang pintu, Alice berdiri. Dalam balutan gaun putih keperakan milik Anne, rambutnya disanggul anggun, hanya beberapa helai dibiarkan jatuh untuk membingkai wajahnya. Dia tampak persis seperti yang diharapkan semua orang dari putri keluarga Adelaide, tenang, lembut, dan tinggi Bermartabat. Tapi di balik matanya, badai berkecamuk. Ia datang bukan sebagai tamu kehormatan, tapi sebagai penyamar. Sebagai kebenaran yang menyelinap di antara kebohongan.Saat langkahnya maju, suara langkah lain terdengar dari arah berlawanan. Seorang wanita dengan gaun merah darah, tinggi, dan percaya diri, berdiri di jalurnya. Rambut pirangnya disanggul sempurna. Senyum miringnya menilai dari ujung kepala sampai ujung kaki
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Mga Comments