LOGIN" Yakin, apa itu." Rossa penasaran dengan apa yang akan disampaikan oleh Darren padanya.
"Baiklah, saya akan katakan syaratnya. Syaratnya, sangat mudah kamu tidak boleh berharap apapun dariku. Cinta dan yang lainnya. Saya hanya kasih kamu nafkah saja tidak batin. Karena saya tidak bisa mengkhianati Rissa dan jangan akui saya sebagai suamimu di kampus. Anggap saja kita tidak kenal satu sama lain dan jaga sikapmu jika berpapasan dengan saya. Di mana pun kamu dan saya bertemu. Apa kamu paham?" tanya Darren dengan tatapan mata yang tajam. Aura Darren benar-benar berbeda. Kalau dulu Darren masih lembut wajahnya, sikapnya tapi kini menakutkan. Rossa pun mau tidak mau menerimanya karena sudah terlanjur juga dia menerima perjodohan ini. "Baik. Aku juga tidak menginginkan itu. Kalau tidak ada yang dibicarakan lagi, kita sudahi. Permisi," ucap Rossa yang berdiri dan meninggalkan Darren. Darren tidak menjawab apa yang Rossa katakan Dia memilih diam duduk tanpa sedikitpun masuk ke dalam restoran. Darren menatap langit dengan tatapan yang sulit di tebak. Ada rasa sedih di hati Darren harus menduakan istrinya. Darren akhirnya berdiri dan berjalan masuk ke restoran. Dari luar Darren mendengar kedua orang tuanya dan mertuanya membicarakan masalah pernikahan mereka. Dan seminggu kemudian Darren dan Rossa resmi menikah. Mereka kini menjadi pasangan suami istri. Air mata Rossa mengalir dengan deras. Rossa tidak menyangka kalau dirinya menikahi kakak iparnya sendiri. "Saya terima nikah dan kawinnya Rossa Bayuni Binti Aziz Rustam dengan mas kawin seperangkat alat solat dan uang 2 miliar rupiah dan berlian 30 karat dibayar tunai." "Bagaimana saksi? Sah?" tanya pak Penghulu kepada para saksi. "Sah." "Sah." "Alhamdulillah," sahut Pak penghulu dan para kerabat. Dari dalam kamar terdengar ijab kabul yang Darren ucapkan. Nyonya Mala terharu anaknya sudah menjadi istri. "Selamat, Sayang. Kamu sudah menjadi istri Mas Darren Wijaya. Jadilah, istri yang baik untuknya, ya," ucap Nyonya Mala kepada Rossa yang saat ini masih di kamar dan merenungi nasibnya setelah menjadi istri Darren Wijaya. "Dan dia bukan lagi Abang iparmu dia suamimu jadi Mama harap hormati dia. Mama tahu kalian memang kurang dekat dan belum memahami satu sama lain dan belum ada cinta diantara kalian tapi Mama berdoa agar kalian bisa menemukan cinta yang sebenarnya." " Karena Mama yakin Mas Darren akan menjadi suamimu yang akan mencintaimu lebih dari apapun dan dia akan menempatkanmu di hatinya dan menerimamu sepenuhnya tanpa memikirkan mendiang dari istrinya. Bukannya Mama ingin Darren melupakan kakakmu. Tapi, Mama hanya ingin saat ini kamu menjadi istri satu-satunya untuk Darren," ucap Nyonya Mala kepada Rossa. Rossa hanya bisa menangis mendengar doa dari ibunya. Lain cerita kalau dia menikah dengan orang yang dicintai pasti dia akan bahagia dan tangisannya saat ini adalah tangisan bahagia. Tapi sekarang tangisannya adalah tangisan yang campur aduk. Tidak bisa Rossa gambarkan bagaimana tangisannya saat ini dan dia hanya mengganggukan kepala. Tidak ada pesta mewah atau pesta impian para gadis saat menikah. Saat ini Rossa memikirkan sang kekasih yang sangat dia cintai. Apa yang akan dia katakan kepada kekasihnya nanti. Rossa bingung dan mungkin ia akan dibenci oleh sang kekasih. Rossa hanya bisa pasrah dan mengikuti kemauan dari kedua orang tuanya. Selesai acara ijab kabul Rossa dibawa keluar dan menemui Darren. Pria yang baru saja menjadi suaminya. Dan pria itu terlihat sangat datar, dingin hingga membuat Rossa hanya bisa menundukkan kepala. Perlahan air matanya mengalir kembali tanpa bisa dia cegah. Semua prosesi pernikahan sudah selesai Rossa ikuti. Sekarang, Rossa mengikuti suaminya kembali ke rumah sang suami. Sebelum pulang Rossa memeluk kedua orang tuanya. Rossa menangis sejadinya karena harus berpisah dari orang tuanya. "Mama, maafkan aku jika selama ini aku banyak salah kepada Mama. Aku akan menjadi istri yang penurut dan aku akan berusaha menjadi istri yang baik," ucap Rossa dengan suara yang lirih dan juga air mata yang terus mengalir di kedua pipinya. Mata Rossa sudah bengkak karena sedari tadi dirinya menangis. Nyonya Mala menghapus air mata Rossa. Anak bungsunya sekarang sudah menjadi istri orang.Rossa berjanji tidak lagi manja, dia akan menjadi istri yang baik untuk Darren. "Kamu akan menemukan kebahagiaanmu dan dia. Maafkan Mama sayang karena sudah memaksamu untuk menikahi Derren. Tapi, kamu harus tahu yang Mama dan Papa tidak akan salah memilih orang dia akan jadi pelindungmu menggantikan kami. Dan dimanapun kamu berada kami selalu ada di hatimu," ucap Nyonya Mala yang mencium pipi anaknya Rossa dengan penuh kasih sayang. Rossa semakin terharu dengan perkataan ibunya. Tidak ketinggalan Rossa berpamitan dengan ayahnya. Berat rasanya Rossa meninggalkan kedua orang tuanya, namun semua sudah jalan kehidupannya jadi dia harus terima. "Jaga dirimu, Papa sayang kamu, nak ingat itu," ucap sang ayah yang berat melepaskan putri kecilnya. Rossa hanya menganggukkan kepala dan memeluk pria tuanya dengan erat ada rasa enggan untuk melepaskan ayahnya itu. Pria yang disebut dengan suaminya barunya hanya menatap Rossa dengan tatapan biasa saja, tidak ada sedikitpun senyuman di wajah Darren. Selesai berpamitan Rossa bergegas mendekati Darren. Rossa yakin kalau Darren pasti sudah lama menunggu dirinya. Rossa naik ke mobil Derren. Sedangkan mobil kedua mertuanya sudah lebih dulu meninggalkan rumahnya. Darren segera melajukan mobil tidak ada pembicaraan sama sekali diantara keduanya. Rossa melihat rumah yang dia tempati dari kecil menjauh dan kini rumah tersebut akan jarang dia tempat. "Jangan terlalu banyak drama, aku tidak suka dengan wanita yang lemah dan cengeng. Dan satu hal lagi kamu jangan mengatakan kalau kamu itu istriku. Aku tahu kamu kuliah di kampus yang sama di tempat aku mengajar. Aku harap kamu merahasiakan status kita. Kamu mengerti dan itu syaratnya yang sudah aku berikan kepadamu malam itu. Jadi turuti semuanya, mengerti?" tanya Darren dengan suara khasnya. Mendengar peringatan dari Darren Rossa tidak menjawabnya. Dia memilih memalingkan wajahnya ke tempat lain. Rossa lebih memilih untuk tidak membahas perjanjian antara dirinya dan juga Darren. Tidak mendapat jawaban Rossa membuat Darren kesal dan dia melajukan mobil dengan cukup kencang. Rossa yang melihat mobil melaju dengan cukup kencang hanya bisa pasrah jika mobil ini tabrakan paling dia meninggal dan itu lebih baik daripada harus seumur hidup bersama pria dingin dan arogan dan tak punya hati ini. Sayangnya, mobil selamat sampai di tujuan. Sesampainya di rumah, Darren segera keluar dari mobil dan dia membanting pintu dengan cukup kencang. Melihat sikap Darren yang semakin arogan membuat Rossa semakin tidak memperdulikan dia. Anggap saja dia akan hidup di rumah ini sebagai orang asing. Rossa segera keluar dari rumah dan semua para pelayan menyambutnya dan membawa barang-barang milik Rossa. "Pak Yan, tunjukkan kamarnya yang sudah kalian siapkan jangan masukan dia ke kamarku, mengerti," teriak Darren kepada kepala pelayan untuk membawa Rossa ke kamar yang sudah disiapkan oleh para pelayan. Rossa tidak akan tinggal satu kamar dengan Darren karena dia melarang istri barunya itu untuk satu kamar dengannya. Sebab, kamar yang dia tempati merupakan kamar yang penuh kenangan dengan istri yang terdahulu yang tidak lain kakak dari Rossa. Mendengar perintah dari Darren, Pak Yan selaku kepala pelayan menganggukkan kepala. Dia akan mengikuti apa yang majikannya itu katakan. Rossa yang mendengar jika dia tidak satu kamar dengan Darren tentu saja dirinya senang karena dia tidak perlu melayani Darren selayaknya suami. "Nona Rossa, mari saya tunjukkan kamar Anda," ucap Pak Yan dengan sopan kepada Rossa sambil mengayunkan tangan ke arah tangga agar Rossa mengikutinya. Rossa mengganggukan kepala dan tersenyum. Perlakuan Pak Yan masih baik padanya. Rossa juga tenang dia bisa bebas di kamarnya nanti. Sesampainya di kamar, Rossa segera merapikan pakaiannya dan barang-barang yang dia bawa dari rumah segera dimasukkan ke dalam lemari. Para pelayan yang ingin membantu dilarang oleh Rossa dia sudah terbiasa melakukannya sendiri. "Jangan Mbak, biar saya saja. Terima kasih," ucap Rossa dengan sopan. Pelayan pun keluar kamar membiarkan Rossa sendirian di kamar barunya. Rossa melihat kamar barunya yang cukup bagus dan dia sangat senang bisa menepati kamar yang sangat bagus. Dulu dia pernah sekali ke sini waktu acara 7 bulanan mendiang kakaknya setelah itu tidak pernah lagi sampailah saat ini dia menjadi penghuni tetap di rumah ini. "Sepertinya, aku akan jadi penghuni tetap di rumah ini. Bukan hanya tetap, mungkin selamanya atau tidak," jawab Rossa yang melihat sekeliling kamar yang berwarna hijau muda. Warna itu adalah warna kesukaan almarhumah kakaknya. Rossa segera mengganti pakaian dia tidak ingin berlama-lama memakai kebaya putih. Karena dirinya ingin bertemu dengan seseorang. "Aku harus bertemu dengan dia. Aku yakin dia pasti menghubungiku sedari kemarin. Aku ingin menjelaskan kepadanya apa yang terjadi," gumam Rossa yang segera mengganti seluruh pakaiannya. Make up dihapus dengan cepat, setelah itu Rossa memakai pakaian yang sangat sederhana. Pakaian yang biasa dia gunakan saat bertemu dengan sang kekasih. Rossa akan menemui kekasih hatinya, fia akan mengatakan kalau hubungan mereka sudah tidak bisa lagi dilanjutkan karena dirinya sudah menikah dengan pria lain dan semua yang dia lakukan demi janjinya Rossa kepada ibunya. Kalau dia harus memutuskan hubungan dengan kekasihnya demi kebaikan bersama dan Rossa menurutinya. Setelah selesai berpakaian Rossa mengambil tas selempang dan turun menuju pintu keluar. Tidak terlihat keberadaan dari Darren. Rossa segera memesan taksi online. Setelah 15 menit menunggu, taksi online tiba dan Rossa bergegas naik ke taksi untuk bertemu dengan sang kekasih. Dari atas balkon Darren berdiri tegak menatap Rossa yang pergi begitu saja namun dia tidak memperdulikannya. Saat panggilan telepon masuk Darren langsung menjawabnya dan terdengarlah suara seseorang yang mengatakan sesuatu kepadanya. "Baik, aku akan ke sana," jawab Darren yang segera turun dari rumah dengan raut wajahnya semakin datar dan dingin.Monica menggelengkan kepalanya dia takut dengan Darren benar-benar takut dan entah kenapa dirinya merasa kalau Darren sangat berbeda dengan Darren yang dia kenal. "Ak--aku tidak melakukan itu. Sumpah, dia berbohong padaku. Aku jujur padamu kalau aku tidak melakukan itu. Jangan percaya dia, aku tidak seperti yang dia katakan," jawab Monica ke Darren. Darren menatap Monica dia semakin kesal dengan Monica bagaimana bisa Monica berkata seperti ini. Sedangkan saksi sudah jelas mengatakan kalau dia pelakunya dan dia yang sudah membuat istrinya meninggal tapi kenapa Monica masih berkata seperti ini. Apa salah istrinya dan anaknya. "Aku katakan padamu Monica kamu terus berbohong maka kamu akan dapat hukuman yang berat. Kamu tahu dia kebahagiaan aku. Dia segalanya untukku. Kenapa kamu lakukan itu. Kenapa? Apa yang kamu lakukan padaku itu kejam Monica. Kalau kamu tidak suka pada dia lampiaskan padaku. Istriku tidak bersalah, dia permata cinta aku setelah kamu tinggalkan aku menerimanya, tapi
"Kamu tidak percaya denganku, Darren? Aku tidak pernah melakukan apapun. Kenapa kalian kaitkan aku dengan Rassi. Bukannya dia sudah meninggal dan dia meninggal juga karena pendarahan pasca lahiran bukan? Tapi, kenapa kalian kalian malah memintaku untuk mengaku. Memangnya, apa salahku kepada Rassi. Kalian pikir aku yang membunuhnya ?" tanya Monica yang ngotot kalau dia tidak ada kaitannya dengan kematian Rassi. Darren yang geram langsung memukul Monica dengan cukup kencang. Dia melampiaskan kepada Monica karena apa yang sudah Monica lakukan kepada istrinya dan juga anaknya sangat keterlaluan. Monica yang dipukul oleh Darren menjerit histeris dia berusaha untuk melepaskan dirinya dari Darren. Namun, tidak bisa Darren terus memukul Monica. "Tutup matanya dan mulutnya." Darren memerintahkan anak buahnya menutup mata dan mulut Airin. Anak buah Darren melakukan apa yang Darren perintahkan. Perjalanan menuju ketempat yang mereka tuju memakan waktu lumayan lama. Dan mereka akhirnya sampai
Monica tidak bisa berbuat apa-apa sekarang dirinya harus menyediakan uang yang diminta. Dan itu jumlahnya tidak sedikit. 5 miliar dan itu harus cash dia ambil. "Aku harus ke bank karena jika terlambat sedikit suster sialan itu akan membongkar semuanya. Aku akan habisi dia," ucap Monica yang keluar dari toko menuju bank. Terlebih dahulu dia menghubungi pihak bank dengan menanyakan apakah ada. Walaupun sedikit berdebat tapi Monica akhirnya bisa dan pihak bank menyiapkan uang. Alasan Monica untuk gaji karyawan dan sebagainya. "Darren, dia licik juga ya. Bisa-bisanya dia ingin menghabisi suster itu. Apa dia tidak takut kalau ketahuan?" tanya Chiko geleng kepala dengan tingkah Monica. "Kalau dia takut mana mungkin dia bunuh istriku. Dan juga anakku yang tidak bersalah dan bodohnya aku mengiyakan saja. Tanpa selidiki dulu," jawab Darren yang merasa bersalah karena dia tidak selidik kematian istrinya. Chiko menepuk pundak Darren dengan pelan dia tahu sahabatnya ini pasti sedih memikirka
Sejak kejadian tersebut Cici mulai terlihat menjauh dari Chiko begitu juga dengan Rossa dan Darren dia tidak pernah terlihat sama sekali di depan mereka dan itu membuat Rossa khawatir dengan sepupunya biasanya Cici selalu ada di sekitarnya tapi kini tidak ada. "Sayang, kamu kenapa? Apa yang kamu cari?" tanya Darren kepada Rossa yang melihat Rossa kepalanya ke kiri dan ke kanan. "Aku mencari sepupu Cici. Tapi, sejak masuk kerja dia tidak terlihat sama sekali. Aku tidak tahu kenapa dia tidak ada apakah dia berhenti bekerja. Padahal waktu itu dia datang ke rumah dan dia ingin menginap di rumah tapi aku melarangnya," jawab Rossa yang masih celingak celinguk mencari keberadaan Cici. "Kenapa kamu melarangnya bukankah menginap satu atau dua hari tidak masalah. Kamu ada teman dan kalian para wanita bisa pergi bersama atau apa gitu," ucap Darren yang merasa aneh dengan Rossa kenapa tidak izinkan Cici menginap di rumahnya.Rossa tidak menjawab apa yang dikatakan oleh Darren dia memilih diam.
Mobil Chiko sampai di kos kosan Cici. Tidak ada yang bicara keduanya sepanjang jalan hanya diam. Cici membuka sabuk pengaman dan menoleh ke arah Chiko yang juga memandang dirinya. "Ci, bisa nanti malam aku datang ke sini? Aku mau ajak kamu pergi. Itupun kalau tidak keberatan," ungkap Chiko memberanikan diri untuk mengajak Cici. Terlepas Cici mau atau tidak itu urusan nanti. Yang penting ajak saja dulu. Sisanya belakangan pikir Chiko. "Mau kemana?" tanya Cici dengan sedikit malu-malu. "Kemana saja. Kalau bisa ke KUA juga boleh," sahut Chiko yang diakhir kata sedikit pelan hingga Cici melotot. Dia samar-samar mendengar kata KUA. "Anda katakan apa? KUA?" tanya Cici ingin memastikan apakah yang dia dengar itu benar atau tidak. "Ah, kamu salah dengar itu. Mana ada aku katakan itu. Mau atau tidak?" tanya Chiko lagi yang memaksa Cici untuk ikut dengan dirinya. Mendengar kata aku Cici makin merasa ada yang aneh dengan bosnya ini. Cici menggelengkan kepala dia tidak boleh tergoda. Dia h
"Iya, aku tahu agama tidak mungkin mengambil suami orang. Aku sangat bersyukur Caca mau menerima aku dan mau mencarikan aku pekerjaan jadi sudah sepantasnya aku tidak menusuknya dari belakang," ungkap Cici mengatakan kalau dia tidak seperti kacang lupa kulitnya yang menusuk orang yang sudah berbuat baik padanya. Mimi tersenyum mengejek ke arah Cici. Dia tahu betul kalau Cici itu berbohong dan dia tidak mungkin melakukan itu dan dia juga yakin kalau Cici pasti hanya asal bicara. Seperti pepatah, lain dimulut lain dihati. Itulah, Cici saat ini. "Mimi, sudah jangan ribut. Diamlah," pinta Rossa ke Mimi untuk tidak ribut karena dia tidak mau Cici makin membencinya dan dia yakin Cici pasti menuduhnya kalau dia lah yang salah. "Ca, kamu keberatan kalau aku tinggal di sini. Nanti kalau sudah kembali bekerja aku akan ke kos lagi. Di kosan aku kesepian. Tidak ada teman bercerita, bisa tidak?" tanya Cici ke Rossa. "Tidak. Kamu tidak boleh di sini. Aku saja tidak tinggal di sini. Kamu tidak t







