LOGINRossa akhirnya menemui sang kekasih di tempat biasa. Mereka sudah janjian. Rossa membalas pesan kekasihnya dan meminta bertemu di tempat biasa dan sekarang Rossa duduk di taman kota. Hamparan danau menambah indahnya taman kota tersebut.
Beberapa orang sedang bercengkrama sambil tertawa riang. Rossa memandang kemesraan orang-orang yang ada di taman kota tersebut. "Andai aku bisa seperti mereka tentu hidupku akan lebih baik dan bahagia. Tapi, kenapa Tuhan menakdirkanku dan memilih jalan seperti ini. Tidak bisakah sedikit saja aku menemukan sosok pria yang benar-benar menerimaku dan menempatiku di dalam hatinya sekali saja," gumam Rossa yang perlahan air matanya mengalir. Rossa terkejut di saat dirinya menangis sebuah tangan mengusap air matanya yang mengalir di pipi. Rossa berbalik dan terlihatlah seseorang yang sudah tersenyum ke arahnya. "Kenapa kamu menangis cantik. Apa kamu merindukanku ?" tanya sang kekasih yang bernama Arya Kusuma. Rossa sedikit menepis tangan Arya dan itu dia lakukan reflek. Rossa harus menjaga marwah dari suaminya walaupun suaminya tidak seperti suami yang dia impikan tapi dia harus menjaga itu. Arya yang melihat Rossa menepis tangannya sedikit terkejut dan dia bertanda tanya kenapa Rossa seperti ini. Namun balik lagi, Arya bersikap tenang dan berpikiran positif. Arya duduk di bangku batu dan memandang ke arah depan. Rossa buru-buru menghapus air matanya, dia tidak ingin Arya bertanya yang aneh-aneh. "Kenapa 2 minggu ini kamu tidak menjawab panggilanku dan baru hari ini kamu mengaktifkan ponselmu dan meminta bertemu. Apakah aku ada salah, Caca?" tanya Arya dengan suara yang lembut dan penuh kasih sayang. Arya memanggil Rossa dengan nama Caca. Nama kesayangannya dan akan dia panggil terus sampai dirinya menikah dengan Caca. "Maafkan aku Arya. Karena baru hari ini aku bisa mengabarimu. Dua minggu kemarin aku sibuk dan pertemuan kita hari ini karena aku ingin mengatakan sesuatu kepadamu." Rossa menghentikan sejenak ucapannya. Rossa menarik nafasnya perlahan dan membuangnya dengan perlahan juga. Jantung Arya sudah mulai berdegup kencang dia mulai berpikiran negatif tapi Arya berusaha untuk tenang dan mengabaikan pikiran-pikiran negatif tersebut. "Kamu kenapa, Ca. Apa kamu sakit ? Kalau iya, katakan kepadaku. Apa yang terjadi denganmu. Apa orang tuamu tidak merestui hubungan kita lagi? Apa karena aku dari orang miskin ? Mereka ungkit status sosialku lagi, Ca?" tanya Arya. Rossa menggelengkan kepala, kedua orang tuanya tidak pernah melihat status tapi entah kenapa kali ini orang tuanya malah memilih dirinya untuk menikah dengan kakak iparnya sendiri. "Kalau memang bukan, terus apa. Kenapa sikap kamu berbeda kepadaku. Katakan kemana kamu selama ini. Kenapa aku telepon kamu tidak menjawabnya dan di kampus juga kamu tidak masuk selama dua minggu. Aku mengkhawatirkan kamu. Ada apa, Ca. Apa ada masalah ?" tanya Arya dengan hati-hati. Tarikkan napas dengan sangat dalam membuat Arya makin berpikir negatif. Rossa menatap Arya dia memberanikan diri untuk menatap wajah sang kekasih untuk terakhir kalinya. "Sebelumnya, aku mau minta maaf kepadamu. Sepertinya hubungan kita tidak bisa dilanjutkan. Aku tidak bisa menjadi kekasihmu dan juga menjadi istrimu," ucap Rossa dengan suara yang bergetar. Air mata Rossa mulai mengalir, dirinya mulai merasakan sakit yang teramat dalam saat dirinya harus memutuskan hubungannya dengan Arya pria yang dia cintai sepenuh hati dan mereka sudah pacaran cukup lama dari sekolah dasar sampai kuliah. Tentu bukan waktu yang lama untuk mendalami karakter masing-masing dan kali ini mereka harus memutuskan hubungan karena dia sudah menikah. Mendengar perkataan Rossa Arya tertawa. "kamu bercandakan? Pasti bercanda. Jangan gitu, ih. Aku yakin kamu pasti katakan itu kepadaku karena kamu sedang ngeprank aku 'kan, Sayang. Basi kita bukan anak SMA lagi. Nggak suka aku kamu seperti itu. Nggak lucu," jawab Arya lagi yang merasa hatinya sangat sakit. Arya tiba-tiba menangis melihat wanita yang dia cintai dulu sampai saat ini dan mungkin sampai dia mati mengatakan itu kepadanya. Dirinya tidak sanggup jika berpisah dan dia belum bisa melepaskan Rossa. "Arya, aku serius. Kita tidak bisa bersama karena aku sudah dijodohkan," jawab Rossa. Mendengar alasan perpisahan mereka karena perjodohan, Arya tidak terima. Arya berdiri dan menarik tangan Rossa untuk berhadapan langsung dengannya. "Katakan kepadaku, Ca. Kalau semua itu bohong. Kamu pasti bohong mengatakan kalau kamu itu dijodohkan. Kamu hanya bermain-main saja 'kan. Ayo katakan. Katakan Rossa Bayuni! Katakan kalau itu bohong. Itu bohong," teriak Arya dengan cukup kencang hingga membuat semua orang yang berada di taman melihat mereka. Rossa menangis melihat Arya yang biasanya ceria kini terlihat rapuh, dia tidak tega menyakiti pria di depannya ini. Tapi, dia bisa apa. Dia sudah menikah bukan dijodohkan lag dan dia juga tidak bisa menolak perjodohan ini. "Maafkan aku. Maafkan aku. Semuanya sudah terjadi, aku tidak bisa melanjutkan hubungan kita perjodohan ini membuat aku hampir gila dan aku sekarang bukan Rossa yang dulu lagi. Aku sudah milik orang. Aku sudah milik orang, Arya," teriak Rossa yang menunjukkan cincin pernikahan dari kakak iparnya tepat di depan Arya. Sontak saja Arya mundur ke belakang, dia melepaskan tangan Rossa, dia tidak menyangka kalau Rossa sudah menjadi istri orang. Itu artinya, 2 minggu tidak bertemu dirinya harus menerima kenyataan kalau Rossa sudah menikahi pria lain. Pantas saja saat dia datang ke rumah satpa. mengatakan kalau Rossa pergi apakah kepergian Rossa ini karena pernikahannya. "Ayo kita pergi. Kita pergi dari sini tinggalkan kota ini. Aku ingin kita berdua menikah, aku akan mengurus surat perceraianmu. Ayo ikut aku," ajak Arya yang menarik tangan Rossa untuk pergi. Rossa yang tangannya ditarik hanya mengikuti Arya. Keduanya pergi bersama. Tidak ada penolakan sama sekali dari Rossa dia sudah pasrah demi kebahagiaan dia akan dia jalani walaupun harus melukai kedua orang tuanya. Namun saat hendak naik motor, tiba-tiba seorang pria menatap tajam ke arah keduanya. Dia menghalangi Rossa dan Arya. Arya terkejut melihat orang yang di depannya ini muncul dengan tatapan yang sangat tajam. Rossa yang melihat kemunculan pria yang dia kenal dan tidak lain adalah Darren gemetar dan dia tidak tahu harus berkata apa. Tangannya yang tadinya memegang tangan Arya dengan erat langsung terlepas. Rossa mundur ke belakang, ia sangat takut melihat wajah dingin dari Darren. Arya yang melihat dosennya tersebut memandang ke arah Rossa dan memandang Rossa yang sudah sedikit menjauh darinya dan melepaskan tangannya semakin penasaran dengan sikap Rossa. "Kenapa kamu menjauh Caca? Kita harus pergi abaikan dia. Dia hanya dosen yang tidak berhak untuk melarang kita. Dan dia bukan siapa-siapa kita. Ayo ikut aku Caca," ucap Arya yang mengulurkan tangannya berharap agar Rossa menyambut uluran tangannya dan ikut dengannya. Namun sayangnya, uluran tangan Arya tidak disambut baik oleh Rossa. Tentu saja apa yang Rossa lakukan saat ini membuat Arya semakin curiga ada apa dengan dosennya dan Rossa. "Ikut aku pulang sekarang," titah Darren dengan cukup tegas kepada Rossa untuk ikut dengannya. Mendengar perintah dari Darren yang meminta Rossa ikut dengannya tentu saja membuat Arya semakin terkejut. Terlebih lagi melihat Rossa melangkahkan kaki mendekati Darren dosennya. Arya mencoba untuk menahan tangan Rossa, dia menggelengkan kepala sambil menangis. Masa bodoh semua orang menatap aneh ke dirinya. Dan tanpa diduga satu kalimat keluar dari mulut Arya. "Apakah dia suamimu?" tanya Arya yang dijawab Rossa dengan menganggukkan kepala pelan. Rossa mengakuinya siapa Darren sebenarnya tidak mau tapi demi janjinya kepada kedua orang tua dia pun akui siapa Darren sebenarnya. Air mata Rossa mengalir dengan cukup deras, tidak bisa lagi dia tahan di pelupuk matanya. Rossa mengiyakan semua pertanyaan di hati dari Arya dan menegaskan Darren yang merupakan dosen mereka adalah suaminya. Rossa kembali melepaskan tangan Arya dan meninggalkan kekasih hatinya itu untuk selamanya. Langkah kakinya yang sangat berat harus dia lewati walaupun dia tidak sanggup menyakiti Arya tapi dia lebih tidak sanggup untuk menyakiti orang tuanya lebih baik hatinya yang sakit daripada orang tuanya. Rossa tidak biasa menyakiti siapapun tapi kali ini dia menyakiti Arya. Arya hanya terpaku melihat Rossa pergi dengan dosennya. Tubuh Arya lunglai, dia jatuh ke bawah. Arya tidak bisa berkata apa-apa. Ternyata melepaskan orang yang dia cintai cukup berat dan dia tidak bisa terima akan hal itu. Kurang apa dia di mata mereka. Hingga dia tidak mendapatkan kebahagiaan yang sempurna. "Kenapa ! Kenapa semua ini terjadi padaku. Apa karena aku miskin ? Aku tidak memiliki apa-apa sekarang. Semua orang tidak merestui setiap langkahku. Kini cintaku juga pergi. Kenapa Tuhan? Kenapa engkau memberikan aku kemiskinan hingga aku kehilangan wanitaku, kenapa," teriak Arya dengan cukup kencang menyesali takdirnya yang penuh dengan kekurangan. Semua orang yang berada di taman tersebut melihat Arya ikut sedih. Rossa mendengar perkataan Arya hanya bisa terus berjalan sambil menangis. Air mata yang terus mengalir tidak dia pedulikan. Rasa sakit mendengar isi hati kekasih hatinya membuat rasa bersalah dihatinya. Rossa segera masuk ke dalam mobil, dia duduk di belakang dan memandang ke arah jendela, tidak sedikitpun ke arah Darren. "Ayo kita kembali pulang," ucap Darren kepada asistennya. "Baik, Tuan," jawab sang asisten yang bernama Malik. Mobil meninggalkan taman kota menuju rumah. Suasana di mobil hening tidak ada satupun yang berbicara hanya isak tangis yang keluar bibir Rossa. Rossa ingin menyalahkan Darren yang terlalu ikut campur dalam urusan pribadinya, tapi Rossa tidak bisa memberontak dia sudah berjanji kepada orang tuanya harus menjadi istri yang baik menurut kepada suaminya dan dia akan melakukan itu demi mereka berdua. Sesampainya di rumah, Rossa segera turun. Dia berlari ke dalam rumah namun saat masuk rumah Rossa terkejut bertemu dengan kedua mertuanya. "Rossa, kamu menangis. Kamu kenapa, Sayang. Kenapa kamu menangis? Apa Darren sudah memberitahukan kepadamu?" tanya Nyonya Pingkan kepada Rossa. Rossa yang tadinya hendak naik ke lantai atas menghentikan langkah kakinya. Setelah mendengar perkataan dari ibu mertuanya, Rossa segera berbalik dan memandang ke arah ibu mertuanya yang saat ini menatapnya dengan sendu. "Ap-apa maksud Mama? Beritahu apa?" tanya Rossa dengan raut wajah penasaran dan suara yang berat.Monica menggelengkan kepalanya dia takut dengan Darren benar-benar takut dan entah kenapa dirinya merasa kalau Darren sangat berbeda dengan Darren yang dia kenal. "Ak--aku tidak melakukan itu. Sumpah, dia berbohong padaku. Aku jujur padamu kalau aku tidak melakukan itu. Jangan percaya dia, aku tidak seperti yang dia katakan," jawab Monica ke Darren. Darren menatap Monica dia semakin kesal dengan Monica bagaimana bisa Monica berkata seperti ini. Sedangkan saksi sudah jelas mengatakan kalau dia pelakunya dan dia yang sudah membuat istrinya meninggal tapi kenapa Monica masih berkata seperti ini. Apa salah istrinya dan anaknya. "Aku katakan padamu Monica kamu terus berbohong maka kamu akan dapat hukuman yang berat. Kamu tahu dia kebahagiaan aku. Dia segalanya untukku. Kenapa kamu lakukan itu. Kenapa? Apa yang kamu lakukan padaku itu kejam Monica. Kalau kamu tidak suka pada dia lampiaskan padaku. Istriku tidak bersalah, dia permata cinta aku setelah kamu tinggalkan aku menerimanya, tapi
"Kamu tidak percaya denganku, Darren? Aku tidak pernah melakukan apapun. Kenapa kalian kaitkan aku dengan Rassi. Bukannya dia sudah meninggal dan dia meninggal juga karena pendarahan pasca lahiran bukan? Tapi, kenapa kalian kalian malah memintaku untuk mengaku. Memangnya, apa salahku kepada Rassi. Kalian pikir aku yang membunuhnya ?" tanya Monica yang ngotot kalau dia tidak ada kaitannya dengan kematian Rassi. Darren yang geram langsung memukul Monica dengan cukup kencang. Dia melampiaskan kepada Monica karena apa yang sudah Monica lakukan kepada istrinya dan juga anaknya sangat keterlaluan. Monica yang dipukul oleh Darren menjerit histeris dia berusaha untuk melepaskan dirinya dari Darren. Namun, tidak bisa Darren terus memukul Monica. "Tutup matanya dan mulutnya." Darren memerintahkan anak buahnya menutup mata dan mulut Airin. Anak buah Darren melakukan apa yang Darren perintahkan. Perjalanan menuju ketempat yang mereka tuju memakan waktu lumayan lama. Dan mereka akhirnya sampai
Monica tidak bisa berbuat apa-apa sekarang dirinya harus menyediakan uang yang diminta. Dan itu jumlahnya tidak sedikit. 5 miliar dan itu harus cash dia ambil. "Aku harus ke bank karena jika terlambat sedikit suster sialan itu akan membongkar semuanya. Aku akan habisi dia," ucap Monica yang keluar dari toko menuju bank. Terlebih dahulu dia menghubungi pihak bank dengan menanyakan apakah ada. Walaupun sedikit berdebat tapi Monica akhirnya bisa dan pihak bank menyiapkan uang. Alasan Monica untuk gaji karyawan dan sebagainya. "Darren, dia licik juga ya. Bisa-bisanya dia ingin menghabisi suster itu. Apa dia tidak takut kalau ketahuan?" tanya Chiko geleng kepala dengan tingkah Monica. "Kalau dia takut mana mungkin dia bunuh istriku. Dan juga anakku yang tidak bersalah dan bodohnya aku mengiyakan saja. Tanpa selidiki dulu," jawab Darren yang merasa bersalah karena dia tidak selidik kematian istrinya. Chiko menepuk pundak Darren dengan pelan dia tahu sahabatnya ini pasti sedih memikirka
Sejak kejadian tersebut Cici mulai terlihat menjauh dari Chiko begitu juga dengan Rossa dan Darren dia tidak pernah terlihat sama sekali di depan mereka dan itu membuat Rossa khawatir dengan sepupunya biasanya Cici selalu ada di sekitarnya tapi kini tidak ada. "Sayang, kamu kenapa? Apa yang kamu cari?" tanya Darren kepada Rossa yang melihat Rossa kepalanya ke kiri dan ke kanan. "Aku mencari sepupu Cici. Tapi, sejak masuk kerja dia tidak terlihat sama sekali. Aku tidak tahu kenapa dia tidak ada apakah dia berhenti bekerja. Padahal waktu itu dia datang ke rumah dan dia ingin menginap di rumah tapi aku melarangnya," jawab Rossa yang masih celingak celinguk mencari keberadaan Cici. "Kenapa kamu melarangnya bukankah menginap satu atau dua hari tidak masalah. Kamu ada teman dan kalian para wanita bisa pergi bersama atau apa gitu," ucap Darren yang merasa aneh dengan Rossa kenapa tidak izinkan Cici menginap di rumahnya.Rossa tidak menjawab apa yang dikatakan oleh Darren dia memilih diam.
Mobil Chiko sampai di kos kosan Cici. Tidak ada yang bicara keduanya sepanjang jalan hanya diam. Cici membuka sabuk pengaman dan menoleh ke arah Chiko yang juga memandang dirinya. "Ci, bisa nanti malam aku datang ke sini? Aku mau ajak kamu pergi. Itupun kalau tidak keberatan," ungkap Chiko memberanikan diri untuk mengajak Cici. Terlepas Cici mau atau tidak itu urusan nanti. Yang penting ajak saja dulu. Sisanya belakangan pikir Chiko. "Mau kemana?" tanya Cici dengan sedikit malu-malu. "Kemana saja. Kalau bisa ke KUA juga boleh," sahut Chiko yang diakhir kata sedikit pelan hingga Cici melotot. Dia samar-samar mendengar kata KUA. "Anda katakan apa? KUA?" tanya Cici ingin memastikan apakah yang dia dengar itu benar atau tidak. "Ah, kamu salah dengar itu. Mana ada aku katakan itu. Mau atau tidak?" tanya Chiko lagi yang memaksa Cici untuk ikut dengan dirinya. Mendengar kata aku Cici makin merasa ada yang aneh dengan bosnya ini. Cici menggelengkan kepala dia tidak boleh tergoda. Dia h
"Iya, aku tahu agama tidak mungkin mengambil suami orang. Aku sangat bersyukur Caca mau menerima aku dan mau mencarikan aku pekerjaan jadi sudah sepantasnya aku tidak menusuknya dari belakang," ungkap Cici mengatakan kalau dia tidak seperti kacang lupa kulitnya yang menusuk orang yang sudah berbuat baik padanya. Mimi tersenyum mengejek ke arah Cici. Dia tahu betul kalau Cici itu berbohong dan dia tidak mungkin melakukan itu dan dia juga yakin kalau Cici pasti hanya asal bicara. Seperti pepatah, lain dimulut lain dihati. Itulah, Cici saat ini. "Mimi, sudah jangan ribut. Diamlah," pinta Rossa ke Mimi untuk tidak ribut karena dia tidak mau Cici makin membencinya dan dia yakin Cici pasti menuduhnya kalau dia lah yang salah. "Ca, kamu keberatan kalau aku tinggal di sini. Nanti kalau sudah kembali bekerja aku akan ke kos lagi. Di kosan aku kesepian. Tidak ada teman bercerita, bisa tidak?" tanya Cici ke Rossa. "Tidak. Kamu tidak boleh di sini. Aku saja tidak tinggal di sini. Kamu tidak t







