Share

Bab 3. Surat Perjanjian

“Jangan menggerakkan bagian tubuh kamu sedikitpun, Sandra. “Oke? atau aku akan,” lanjutnya menggantung, kini mengulaskan senyuman seringainya, sedikit mencondongkan kepalanya ke telinga Sandra. “Atau kamu akan menyesalinya.” Sean kembali berbisik.

Membiarkan harum napas hangatnya menerpa kulit telinga asisten pribadi barunya, kian meremangkan tubuh Sandra diantara ketakutannya yang medera.

“Kamu paham?” masih Sean yang bersuara. Kembali memandang Sandra dengan tatapan tegasnya, menganggukkan perlahan kepala asisten pribadinya.

“Iy-iya.” jawab Sandra terbata, membuatnya menahan napas. Hatinya takut sekali. Sama sekali tak berani melawan ataupun membantah, demi untuk keselamatan nyawa yang harus dia jaga.

Seiring dengan bergeraknya jari telunjuk Sean di atas bibir Sandra. Entah kenapa kini ia dibuat tertarik oleh keranuman bibir milik Sandra. Merah merona. Alami dan pastinya...

"Shit!" umpat Sean. Kian mempercepat debaran di jantungnya. Hatinya berdebar? “Ada apa ini? Kenapa jadi berdebar seperti ini?” batin Sean bingung sendiri.

Menghentikan seketika gerakan jemari tangannya, harus bisa memfokuskan diri dan juga pikiran ke arah rasa yang terbentuk, agar ia bisa menerka rasa apa yang tiba tiba saja tercipta, merasa bingung atas kondisi jantungnya saat ini.

Tak biasanya ia berdebar seperti ini.

"Berdiri!" titah Sean akhirnya. Lebih memilih untuk mengakhiri sesi mengamati dan menikmati, segera berdiri dari duduknya, sedikit memundurkan langkahnya. Menjauhi Sandra yang segera menganggukkan kepala cepat.

Secepat gerakan tubuh Sandra di dalam berdiri, menghilangkan posisi jatuhnya yang sempat membuatnya kehilangan harga diri.

Seiring dengan mengedarnya pandangan Sean, ke arah banyaknya sprei yang berserakan di atas lantai.

“Maafkan saya, Bos. Saya akan membereskan ini semua,” ucap Sandra. Seolah  tahu apa yang ada dipikiran Sean, sungguh sama sekali tak ingin menciptakan masalah dengan bos besarnya yang tengah membisu. Sandra masih dikuasai oleh perasaan takutnya.

Sandra tak lagi bersuara, ia pun segera membuang pandangannya ke arah bawah. Akan memunguti beberapa sprei yang berserakan.

“Ebony Black" Suara bariton Sean kembali terdengar, menghentikan gerakan jemari tangan Sandra di atas sprei berwarna hitam. "Kamu nggak mengetahuinya?”

Menolehkan kepala Sandra, kembali jantungnya dipacu cepat, tak berani menjawab pertanyaan bos barunya.

"Hal yang paling nggak aku sukai adalah bertanya dua kali," datar Sean.

"Tidak Bos!" jawab Cepat Sandra. Menggelengkan kepalanya tak kalah cepat, segera menundukkan kepalanya dalam. Sesaat sebelum dibuat tersentak oleh sengitnya suara Sean.

"Tegakkan kepalamu!" sentak Sean.

"Ba-baik Bos." Hati Sandra patah, semangat juga rasa bahagianya yang tadi sempat mendera karena pekerjaan baru dengan gaji tinggi kini telah sirna entah kemana. Perasaannya tak nyaman, bekerja dengan penuh ketakutan begini sungguh membuat hatinya tak tenang.

“AGA!" Panggil Sean tak sabar.

Sedikit menjingkatkan tubuh Sandra yang tak lagi berani menundukkan kepala. Melihat datangnya laki laki bertubuh dempal mendekati.

Aga Abra namanya. Tangan kanan kepercayaan Sean. Hanya satu satunya. karena Sean tak memiliki kepercayaan kepada siapapun itu. Termasuk keluarganya sendiri.

“Saya,Bos.” Jawab Aga. Dengan begitu sigapnya masuk ke dalam kamar menghadap Bosnya.

“Apa kamu belum mengajari apapun ke dia? Apa yang aku suka dan aku nggak suka? Warna apa saja yang boleh ada di kamar ini dan warna apa saja yang nggak boleh ada di kamar ini?" Sengit Sean.

“Ebony, crow, midnight, ink, onys, grease, sable, jet black, spider!” lanjut Sean. Mengucapkan bermacam macam warna hitam dalam tarikan sekali napas.

Membulatkan kedua mata Sandra yang tak percaya, semakin dibuat bingung oleh nama nama yang baru saja disebutkan oleh Sean. Baru pertama kalinya mendengar itu semua.

“Belum semua, Bos.” Jawab Aga. Ikut diserang oleh rasa cemas, bersiap untuk menerima amukan dari Sean.

“Belum?”

“Belum semua,” berusaha untuk tak menundukkan kepala, meskipun hatinya tak berani memperhatikan tajamnya tatapan nyalang Sean.

“Keluar!” usir Sean kepada Sandra. Mengedikkan kepalanya tegas, mengejutkan hati asisten pribadi barunya.

“Ma-,”

“KELUAR!” potong Sean menyentak. Sungguh  sama sekali tak suka dengan sanggahan atas titah yang dia berikan. Kembali menjingkatkan hati Sandra yang segera mengalihkan pandangannya ke arah Aga.

“Ba-baik Bos,” lirih Sandra terbata. Semakin diserang oleh dentuman keras di dalam dada. Sungguh jantungnya ini bisa bisa tak sehat jika setiap hari dihadapkan sama Bos kasar seperti Sean.

***

“Lebih baik aku mengundurkan diri,” ucap Sandra. Sudah keluar dari kamar Sean dan baru saja menuruni anak tangga terakhir, menolehkan kepala Aga di depannya. “Aku nggak bisa bekerja seperti ini. Benar benar tertekan dan ketakutan.” imbuhnya memutuskan.

Masih berusaha untuk menata gemuruhnya rasa di dalam dada, tak kunjung mendapatkan jawaban dari Aga yang terdiam, hanya mengayunkan langkah, mengacuhkan ucapannya.

“Pak,” Panggil Sandra. Merasa bingung harus memanggil Aga dengan sebutan apa.

“Aga. Panggil aku Aga.” Tak kalah dinginnya dengan suara Sean. Bedanya hanya datar dan tak emosional.

“Aga,” panggil Sandra kembali.

“Kita bicara di ruangan tengah.” Tegas Aga. Masih mengayunkan langkah lebarnya, sedikit jauh meninggalkan langkah cepat Sandra, susah sekali untuk mejajari.

“Silahkan duduk,” datar Aga, menunjuk sofa yang tersedia.

Hanya menganggukkan pelan kepala Sandra yang tak lagi bersuara. Kembali melangkah akan duduk di atas sofa kosong berwarna coklat tua cenderung hitam. Memperhatikan punggung Aga yang tampak sedang membuka salah satu laci di almari besar.

“Kamu lupa sama aturan ini?” ucap Aga. Ikut duduk di atas sofa di seberang Sandra, meletakkan map bening yang baru saja dia ambil, memperlihatkan surat perjanjian kerja di dalamnya.

Sandra memisu hanya melihat, kemudian memejamkan kedua mata dalam, melupakan sesuatu yang telah dia tandatangani tadi pagi.

“Ingat,” lemah Sandra. Lesu sudah dirinya, lunglai tanpa ada gairah untuk lagi berkilah, mengingat salah satu isi dari aturan yang tertera di dalam surat perjanjian.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status