Share

Bab 8. Scorpion

Memejamnya kedua mata Sean. Menghindari muncratnya darah  merah segar dari dahi penyusup yang berhasil dia lumpuhkan. Roboh seketika.

"Aisss," gumamnya lirih. Memasang wajah jengahnya, sembari mengusap muncratan darah  di pipi dan juga hidungnya.  "Tikus satu ini ya," gumamnya kesal. "Apa kamu nggak tahu gimana perihnya punggungku ini kalau dibuat mandi?" sungguh  ingin sekali kembali menembak tepat di jantung pria pengganggunya yang telah kehilangan nyawa.

Namun dia urungkan. Lebih memilih untuk mempertahankan sisa empat peluru di dalam pistol revolvernya, daripada harus membuangnya begitu saja ke tubuh penyusup yang begitu sangat tak disukainya.

Sama sekali tak mengetahui tentang gemetarnya tubuh Sandra di dalam dapur. Ia masih  menutup telinganya takut, sembari duduk berjongkok di bawah meja tempat dia meletakkan kopi untuk Bosnya. Akibat terdengarnya suara tembakkan, memekakkan telinga.

"Apa itu tadi?" gumam Sandra. Masih belum berani menurunkan bekapan tangan di telinga, mengedarkan pandangannya ke arah luar dapur. "Kenapa suaranya begitu? apa tadi yang meledak?" masih menggumam sendiri. Membiarkan dentuman keras di jantungnya menguasai diri.

Bersamaan dengan terdengarnya suara banyaknya derap langkah kaki masuk ke dalam rumah. Menurunkan perlahan kedua telapak tangan Sandra yang dibuat penasaran. Lebih memilih untuk segera berdiri perlahan, akan mengayunkan langkahnya ragu cenderung takut, untuk mengintip dari pintu dapur yang terbuka.

Sungguh berhasil membulatkan kedua mata Sandra, secara spontan membekap mulutnya cepat. Akibat banyaknya anak buah Sean berjas hitam tampak berlari memasuki rumah.

"Ada apa ini? kenapa semua orang pada masuk semua ke rumah?" Sandra yang masih belum mengenal suara tembakan pistol. Seumur hidupnya selalu berada di sebuah  lingkungan yang begitu sangat aman, tentram dan juga nyaman.

Bukan lingkungan seperti ini. Penuh dengan tekanan bercampur dengan suara yang begitu sangat mengagetkan.

"Bos." panggil Aga tampak memburu. Sesat setelah memasuki pintu kamar Sean yang tak terkunci, tak menemukan keberadaan Bos besar yang sedang dicarinya. Sesaat sebelum dibuat tersentak. Menyipitkan pandangannya tepat ke arah mayat berdarah tak jauh  dari pintu kamar mandi yang tetutup, menangkap suara gemericiknya air di dalam kamar mandi.

"Bos Sean baik baik saja?" tanya seseorang, satu diantara anak buah Sean yang masih berdiri di depan pintu kamar. Sama sekali tak berani masuk ke dalam kamar Bosnya jika tak mendapatkan titah ataupun izin dari Sean.

"Baik baik saja," jawab Aga. Hatinya sudah sangat yakin dengan kondisi Sean yang tak papa. "Tunggu disini," Titahnya kepada anak buah yang dia pimpin.

Hanya mendapatkan anggukan pelan dari rekan rekannya. Seiring dengan melenggangnya kaki Aga, lebih memasuki area kamar, akan menuju ke pintu kamar mandi.

Aga tak lagi bersuara. Hanya meneliti penampilan pria terkapar tak bernyawa di atas lantai. Kemudian menjatuhkan pandangannya ke arah penutup kepala di sampingnya.

Bersamaan dengan membukanya kedua mata Sean yang telah menikmati kembali rendaman air hangat di dalam bathup. Sebelum ia tutup kembali kedua matanya, mengacuhkan keberadaan Aga di kamarnya.

"Scorpion, "Gumam lirih Aga. Memperhatikan tato kelajengking berwarna coklat tua di leher sebelah kanan penyusup. Segera mengarahkan tubuhnya duduk berjongkok, guna untuk mencari petunjuk ataupun pesan dari pimpinan dari Scopion untuk Bosnya.

Tapi tak ada.

Bersamaan dengan terbukanya pintu kamar mandi. Menampilkan Sean yang tampak begitu tenangnya. Sudah mengenakan jubah handuk  membalut tubuh  tegapnya. Menolehkan kepala Aga.

"Anda baik baik saja, Bos?" Tanya Aga berdiri tegak.

"Nggak ada alasan untukku nggak baik baik saja," Sembari mengayunkan langkahnya, sedang menahan gejolak amarahnya di dalam dada.

"Scorpion. Dia salah satu anak buah dari Scorpion." Ucap Aga. Ikut berjalan mengekori Bosnya, namun tak mendapatkan jawaban dari Sean yang akan duduk bersandar di atas sofa.

"Masuk semua!" Titah tegas Sean. Sambil menyilangkan kaki kanannya di atas kaki kiri. Menatap dingin ke arah semua anak buahnya yang segera mengayunkan langkah mendekatinya.

"Kami Bos," Ucap salah satu dari mereka. Sudah berbaris rapi di depan Sean.

Bersamaan dengan mengayunnya langkah Aga, ikut masuk ke sisi barisan sebelah kanan.

Tok tok tok

Suara ketukan pintu dilakukan Sandra. Sambil membawa secangkir kopi di atas nampan menolehkan kepala semua orang, menyela pembicaraan.

"Maaf Bos. Saya ingin mengantarkan kopi ini untuk Anda." Ucap Sandra. Sedang berusaha untuk memberanikan diri, namun tak bisa menunjukkan ketidak tenangan hatinya yang tampak begitu jelas dan kentaranya, dari gurat wajah tegangnya.

Jantung Sandra berdentum dentum keras. Nggak salah kan keputusannya masuk ke kamar Bosnya? melihat kilatan dikedua sorot mata Sean menyiratkan kemarahan, mengatupkan rapat bibir Sandra yang tak lagi berani untuk bersuara.

"Masuk," Sean mengedikkan kepala.

Menganggukkan pelan kepala Sandra. Ia hanya ingin bekerja dengan baik, tak lagi ingin disalahkan karena tak kunjung datang untuk memberikan minuman pesanan Sean.

Tapi kenapa hatinya jadi tak nyaman begini? semakin dibuat takut dan juga gemetar oleh tajamnya kedua sorot mata Sean. Seolah  menghujamnya ditiap langkah yang dia lenggangkan. Sungguh membuatnya tak bisa tenang.

"Apa saya mengganggu?" ragu Sandra. Mengedarkan pandangannya ke arah anak buah  Sean yang tampak tegang.

"Menurutmu?" datar Sean.

"Sepertinya iya." Lirih  Sandra. Lebih memilih  untuk segera membalikkan badannya, "Kalau begitu saya izin keluar dulu." Pamitnya cepat. Akan mengayunkan langkahnya kembali keluar dari kamar, melupakan secangkir kopi buatannya yang belum dia letakkan di atas meja.

"Tunggu!" sergah Sean.

Menghentikan seketika langkah Sandra, kembali membalikkan badannya cepat. "Ah!"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status