Share

Bab 7. Dor!

"Sandra!"

"Sa-saya, Bos." Menegakkan kepalanya cepat, menurunkan tangannya tak kalah cepat.

"Buatkan aku secangkir kopi,"

"Baik Bos."

Seiring dengan ayunan langkah kaki Sean, masuk ke dalam kamar mandi.

Kembali menciptakan helaan napas lega di bibir Sandra yang terdiam,  sudah mulai bisa mengendalikan degupan di jantungnya yang telah berangsur normal. Meluruhkan tubuhnya perlahan, akan duduk berjongkok di atas dinginnya lantai kamar.

Sedangkan Sean yang terdiam. Tampak menghela napasnya pelan tepat di samping bathup marmer hitam mengkilat. Tak kunjung melangkahkan kakinya untuk masuk ke dalamnya, sedikit menggerakkan bahunya perlahan, menikmati tiap tarikan di ototnya.

"Lucu." Gumam Sean tersenyum tipis. Sambil memegangi salah satu lengannya yang tak nyaman. Entah kenapa tak bisa melupakan gurat wajah polos Sandra yang memucat dan tampak ketakutan. Hanya karena sentakan, juga ketegasannya di dalam berbicara. Membuatnya tak sengaja mengulaskan senyuman di bibirnya.

"Shit!" umpatnya lirih, menyadari senyuman yang mengembang, segera dia hilangkan cepat.

Lebih memilih untuk segera melangkahkan kakinya masuk ke dalam bathup. Bersiap untuk menikmati hangatnya air di dalamnya. Selepas menanggalkan celana dan juga boxernya secara sempurna. Agar bisa sedikit merilekskan kondisi tubuhnya yang terasa begitu lelah.

"Assst," desis Lirih Sean. Sesaat setelah membenamkan tubuhnya ke dalam air, karena sensasi rasa perih, membuatnya harus menahan rasa sakit di area luka bekas sabetan pisau dinggungnya yang belum kering sempurna. Mengacuhkan peringatan Dokter agar tak membasai dulu lukanya menggunakan air.

Kemudian memejamkan kedua matanya dalam, seiring dengan memejamnya kedua mata Sean yang telah menyandarkan kepala.

Sama sekali tak mengetahui mengenai keberadaan lelaki berbaju abu abu. Mengenakan tutup kepala Abu abu menyembunyikan wajah, tampak melopat dengan lihainya menaiki pagar balkon di lantai dua.  Tepatnya di balkon kamar Sean, selepas berhasil menyelinap masuk tanpa diketahui oleh beberapa penjaga rumah, anak buah Sean yang kini masih memejamkan mata, menikmati waktu sendirinya.

"Ais," decak kesal Sean. Membuka matanya cepat akibat bayangan Sandra yang kembali terngiang di pelupuk. "Kenapa dia jadi menghantuiku begini?" kesal sendiri. Mengingat bagaimana gemetarnya jemari tangan asisten pribadinya itu di depan tubuh hampir telanjangnya. Hanya sebatas membuka kancing kemeja saja sudah membuat wajah cantik asisten pribadinya  pucat pasi?

Sungguh berhasil menciptakan kekehan tipis di bibir Sean yang menggeleng pelan. Hatinya tergelitik, seiring dengan terciptanya imajinasi liar yang bergerilya, traveling kemana mana.

Bersamaan dengan mengayunnya langkah pria berpenutup kepala mengendap endap, tampak begitu hati hati sambil mengedarkan pandangannya ke sembarang arah, agar tak sampai ketahuan oleh Sean yang harus segera dia lumpuhkan.

Kemudian dibuat terdiam, menolehkan kepalanya cepat ke arah suara gemericiknya air di dalam kamar mandi.

Sean yang telah menegadahkan kepalanya di bawah guyuran air shower. Menikmati timpaan hangatnya air shower di wajah tampannya, masih berendam di dalam hangatnya air bathup.

"Mandi dulu sebelum mati," batin laki laki berpenutup kepala. Menyeringai seram diantara gerakan tangannya akan mengeluarkan pistol glock di pinggang. Menatap nyalang ke arah kamar mandi yang tertutup, segera mengayunkan langkahnya cepat melewati pintu.

Demi untuk bisa mencari area terbaik agar bisa dengan mudah mengeksekusi Sean yang telah  membuka matanya cepat, merasakan bayangan lewat di depan pintu kamar mandinya yang transparan dari sisi dalam.

"Shit!" umpat Sean. Sikap waspada tiba tiba tiba saja tercipta, menghancurkan kerilex an tubuh yang tak lagi bisa direngkuhnya. Seiring dengan menegaknya kepala, menatap nyalang ke arah pintu kamar mandinya.

"Berani sekali tikus masuk kesini," gumam Sean tersenyum setengah. Sudah bisa menerka hal apa yang kini sedang mengintai dan menargetkannya, memancing amarahnya di dalam dada. "Kita kembali bermain, Sean." Sean menggumam, sama sekali tak menguraikan ketajaman di kedua sorot mata elangnya, sudah mengarahkan tangan kanannya untuk membuka salah satu laci yang tersedia di samping bathup.

Akan mengambil salah  satu senjata yang tersimpan di dalamnya. Pistol revolver buatan Amerika.

Sungguh hati Sean telah  berubah menjadi tak nyaman. Kepekaannya terhadap bahaya pun meningkat, seiring dengan bergeraknya tubuh Sean akan kembali keluar dari bathup. Selepas memastikan adanya amunisi di dalam silinder Revolver yang telah dipegangnya. Kini akan meraih jubah handuk yang tersedia untuk dia pakai cepat.

Clek

Suara pistol Sean kokang. Seiring dengan ayunan langkahnya lebih mendekati pintu kamar mandi. Sama sekali tak menunjukkan ketakutan, secara tenang mengayunkan langkahnya perlahan maju tak gentar.

Bersamaan dengan bergeraknya tangan kanan pria berpenutup kepala yang semakin siaga. Ia pun juga siap dengan pistol glocknya yang telah dia kokang, sedikit mampir di telinga peka Sean meskipun diantara suara guyuran air shower.

Penyusup menyipitkan pandangannya, mencoba untuk menerka dari suara gemericiknya air yang tak berubah, bukankah itu artinya korbannya masih  menikmati guyuran air di dalam sana?

Sama sekali tak mengatahui mengenai dinginnya gurat wajah Sean yang telah berdiri tegap, di depan pintu kamar mandi yang akan dia buka cepat.

DOR!

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status