Share

CHAPTER 06 | CIUMAN LEMBUT

Penulis: Langit Parama
last update Terakhir Diperbarui: 2025-08-20 12:36:11

Kaveer menutup pintu di belakangnya dan keluar menemui Isandro yang datang tanpa pemberitahuan.

“Ada apa, Sa?” tanya Kaveer dengan nada rendah, berbanding balik ketika berbicara dengan Yessa beberapa menit sebelumnya.

Isandro menatapnya dengan ekspresi yang sulit di tebak, tanpa kata dia mengulurkan bungkusan rokok pada Kaveer. “Punya kamu, ketinggalan.”

Kaveer menatap bungkusan rokok miliknya dan tersenyum kecil, tangannya terulur untuk menerima benda itu. “Kenapa repot-repot anterin ke sini, Sa. Udah malem. Lagian, cuma sebungkus rokok.”

Isandro menyeringai miring, “Aku pikir itu berharga untuk laki-laki yang belum dapat pekerjaan,” sindirnya halus, setengah bercanda dan setengah serius.

Tawa pelan keluar dari bibir Kaveer, “Oke, makasih, ya.” Ia mengangkat bungkus rokoknya dan memasukkan ke dalam saku celana. “Hati-hati di jal—“

“Aku mau numpang toilet boleh?” potong Isandro cepat.

“To-toilet?”

“Hm,” sahut Isandro singkat, matanya melirik ke pintu yang tertutup rapat. “Dari tadi aku nahan buang air kecil.”

“O-oh, iya, silakan.” Kaveer lantas berbalik dan membuka pintu, namun gerakannya lambat memastikan Yessa sudah tidak ada di ruang tamu.

Setelah dirasa sudah aman, ia mempersilahkan sahabatnya itu untuk masuk. “Ayo masuk, Sa.”

Isandro tanpa menunggu langsung membawa langkahnya masuk ke dalam rumah sederhana itu. Tatapannya melirik ke sekitar ruangan, karena sebelum dia mengetuk pintu—sangat jelas Isandro mendengar pertengkaran.

“Ini dia kamar mandinya,” tunjuk Kaveer sambil membuka pintu.

“Terima kasih,” ucap Isandro, lalu masuk dan menutup pintu. Ia membuang napas kasar dan menatap dirinya dari pantulan cermin, kedua lengan kekarnya bertumpu di pinggiran wastafel.

Sementara di luar, Yessa baru saja keluar dari kamarnya dan mendapatkan Kaveer berdiri di ruang tengah sambil menunggu Isandro keluar dari kamar mandi.

“Mau ke mana, kamu?” tanya Kaveer dengan nada sinis, suaranya pelan agar tidak terdengar ke kamar mandi.

“Aku mau ambil kotak P3K,” jawab Yessa pelan, tanpa menoleh dia melewati Kaveer.

“Langsung masuk kamar,” perintahnya dengan nada dingin.

Yessa tak menjawab, ia pergi ke dapur dan melewati kamar mandi yang letaknya memang tak jauh dari sana. Baru saja dia melintas, pintu kamar mandi terbuka dan Isandro keluar dari sana.

Tatapan pria itu dan Yessa saling bertubrukan. Yessa terkejut dengan keberadaan Isandro, ia pikir seniornya itu sudah pulang setelah menyampaikan urusan yang tak dia ketahui. Tapi siapa sangka, ternyata masih ada di sana.

Mata Isandro langsung tertuju pada luka di lengan Yessa. “Kenapa dengan lengan kamu?”

Kaveer dengan cepat menghampiri, tangannya merangkul bahu Yessa dan meremasnya pelan. Yessa menelan ludah, ia tahu Kaveer takut dirinya mengadu soal luka itu adalah perbuatannya.

“Dia jatuh di kamar,” ucap Kaveer.

“Jatuh?” ulang Isandro skeptis.

“I-iya, dok.” Yessa menjawab pelan.

Mata Isandro yang tadi menatap sinis Kaveer beralih pada luka di lengan Yessa. “Kenapa tidak diobati?”

“Ini saya mau ambil kotak P3K, dok,” Yessa melepaskan tangan Kaveer dari bahunya, lalu menuju laci di dapur untuk mengambil kotak obat.

“Biar saya yang obati,” ujar Isandro membuat Yessa membeku di tempat.

Wanita itu langsung menoleh, dan mengulas senyum kecil. “Tidak perlu, dok. Saya bisa sendiri.”

“Bagaimana caranya? Yang luka tangan kanan kamu! Jelas kamu tahu sulitnya mengobati luka menggunakan tangan kiri,” balas Isandro dengan nada dingin, seolah lupa kalau ini bukan wilayahnya sendiri—rumah sakit.

“Biar aku aja, Sa. Aku juga bisa kalau Cuma ngobatin luka kecil,” Kaveer maju sebelum Yessa bisa menjawab macam-macam.

“Kecil?” Isandro mengalihkan pandangannya pada Kaveer, keningnya mengerut. “Meskipun kecil kalau infeksi bisa fatal!” balasnya dingin, “Kamu bantu rebus air hangat untuk kompres.”

Setelah mengatakan itu, Isandro meninggalkan tempat dan menuju ruang tengah. Berdiri di sana karena tuan rumah belum mempersilahkannya untuk duduk, meski dia kenal dekat dengan Kaveer.

Yessa merasa tak ada gunanya membantah Isandro. Padahal ini rumahnya, harusnya dia bisa bersikap tegas. Tapi entah kenapa, sikap dominan pria itu membuatnya tak bisa berkutik di mana pun mereka berada.

“Ini, dok,” Yessa menyerahkan kotak P3K di tangannya pada Isandro.

Pria itu menerimanya dengan santai, lalu meliriknya datar. “Di mana saya harus mengobatinya?”

“Di sini aja, dok.” Yessa mempersilahkan pria itu duduk di ruang tengah, dengan dirinya di sofa panjang dan Isandro di single sofa.

“Berikan tangan kamu,” pinta Isandro, suaranya pelan namun tegas.

Yessa dengan ragu memberikan tangannya pada pria itu, yang dengan sigap mengobati lukanya. Seketika bayangan kejadian pagi tadi di rumah sakit, terlintas di benak Yessa—momen intim mereka.

“Apa yang kamu pikirkan?” suara Isandro terdengar pelan, membuat Yessa sontak menoleh. Ia meniup perlahan luka di lengan Yessa, hembusan napas hangat pria itu seketika membuat tubuh Yessa menegang.

“Hm? Kamu sedang memikirkan apa, Yessa?” ulang Isandro, tatapannya menembus lurus ke arahnya. “Apa kejadian di rumah sakit?”

Yessa cepat-cepat menggeleng tegas. Ia hendak menarik lengannya, tapi Isandro menahan dengan genggaman kuat.

“Jawab saja. Kamu pasti teringat momen itu, kan?” tekan Isandro, nadanya rendah namun penuh keyakinan.

“Dok, lepas!” Yessa kembali berusaha menarik lengannya, namun sia-sia—cengkeraman Isandro terlalu kuat.

Tanpa aba-aba, pria itu membawa punggung tangan Yessa ke bibirnya. Bibir hangat Isandro mengecup lembut kulit tipis di sana, membuat mata Yessa membelalak lebar, jantungnya seketika berdentum tak karuan.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Gairah Terlarang: Sahabat Suamiku, Nafsu Rahasiaku   CHAPTER 34 | YESSA TAHU

    [Model papan atas Aurora Micaela terpilih menjadi kandidat untuk tampil di catwalk ajang tahunan Paris Fashion Week, berdampingan dengan deretan artis ternama Hollywood.] Isandro baru saja tiba di rumah sakit sambil melangkah masuk ke dalam gedung. Satu tangannya memegang ponsel dan membaca artikel mengenai istrinya, satu tangannya lagi membawa makanan. Dengan gerakan malas, ia menyelipkan ponselnya ke dalam saku celana. Tak lama, langkahnya sampai di lantai ruangannya—menyusuri lorong hingga akhirnya membuka pintu. Begitu pintu terbuka, pandangannya langsung jatuh pada pemandangan di sofa. Yessa tertidur pulas sambil memeluk Arby, wajah keduanya terlihat begitu damai. Isandro berdiri terpaku di ambang pintu, seolah enggan melangkah lebih jauh. Ada sesuatu di dadanya yang bergetar melihat adegan sederhana itu—hangat, dan penuh harap. “Mereka berdua pasti lelah, terutama Yessa,” gumamnya sambil meletakan makanan yang dibelinya untuk mereka berdua ke atas meja. Senyum tipis terbit

  • Gairah Terlarang: Sahabat Suamiku, Nafsu Rahasiaku   CHAPTER 33 | ISANDRO KEMASAN SACHET

    “Arby, kenapa kamu ke sini, Nak?” Isandro mengerutkan keningnya sambil menatap sang anak heran, karena jam sudah menunjukkan pukul sembilan malam. Jam di mana putranya harus sudah tidur. “Maaf, Tuan. Den Arby sangat memaksa ingin datang ke sini. Tadi Nyonya juga sempat menghubungi, lalu beliau menyuruh den Arby untuk menyusul ke sini saja,” jelas Mala sambil menundukkan kepala, tak berani menatap Isandro. Pria itu menghela napas pendek, beralih menatap sang anak yang menatapnya dengan tatapan polos. Tangan mungilnya masih menggenggam tangan Mala. “Arby mau tidur di sini, Pa. Kan besok libur sekolah. Jadi boleh, kan?” suara bocah itu terdengar memohon, matanya berbinar penuh harap. Namun seketika bibirnya mecebik, nada suaranya berubah penuh ancaman polos khas anak kecil. “Kalau nggak boleh, Arby pulang aja … dan nggak mau ketemu Papa lagi!” Isandro terdiam sesaat, rahangnya mengeras mendengar ucapan itu. Sekilas ia melirik Yessa yang tampak membeku di tempatnya, lalu kembali m

  • Gairah Terlarang: Sahabat Suamiku, Nafsu Rahasiaku   CHAPTER 32 | KAVEER KANGEN YESSA?

    Sudah satu bungkus rokok yang Kaveer habiskan seharian ini dengan hanya berdiam di rumahnya. Ia baru menyadari, kalau hidupnya benar-benar membosankan. Tidur, makan, merokok, mabuk, dan kalau dia ada dana pasti digunakan untuk bermain judi online. Ia bukan tak ingin lagi bermain itu, akan tetapi dia tidak memiliki uang. Sementara hutang-hutangnya yang ratusan juta itu dicicil oleh Yessa setiap bulannya dari setengah gaji perawat. Tanpa mengeluh, tanpa marah, dan tanpa perhitungan. Kaveer mendesah berat, “Kedepannya Yessa masuk shift malam. Entah kenapa rasanya gak enak kalau malam gak ada dia.” Bukan karena rindu, melainkan dia tidak punya lagi samsak hidup untuk dijadikan pelampiasan emosinya yang sangat tidak jelas itu. Dan lagi, dia harus puasa saat malam hari karena tidak ada yang memasak dan membuatkan kopi. “Mana laper lagi,” ia mengusap perutnya yang terus berbunyi karena keroncongan. “Apa aku ke rumah Mama aja sekarang?” “Tch, gak bisa. Yang ada Mama ngomel lagi, soal ua

  • Gairah Terlarang: Sahabat Suamiku, Nafsu Rahasiaku   CHAPTER 31 | INTIM DI TOILET

    “Mas!” seru Yessa begitu tiba di ruangan pria itu. “Aku mohon, Mas. Jangan apa-apain mereka.” Isandro tak merespon. Pria itu dengan santai berjalan menuju meja kerjanya dan menjatuhkan tubuhnya ke kursi, tatapannya dingin pada Yessa. “Memangnya saya mau apakan mereka, hm?” Yessa terdiam, ia juga tak tahu Isandro akan melakukan apa pada dua perawat sirkuler itu. “Mas gak akan bawa-bawa nama saya, kan?” tanyanya memastikan, tak ingin kedua rekannya itu mengira kalau dirinya mengadu pada Isandro karena dibiarkan membereskan ruang operasi sendirian. Mulut Isandro terbuka, hendak menjawab pertanyaan Yessa. Namun belum sempat, ketukan pintu ruangannya membuat keduanya serempak menoleh ke arah pintu. Yessa kembali menatap Isandro serius. “Mas saya mohon, jangan bawa-bawa nama saya. Karena saya gak mau mereka mikir kalau saya mengadu sama Mas.” Tatapan Isandro datar, senyum kecil tersungging di wajah tampannya. Sebelum Isandro mengatakan untuk masuk pada dua orang diluar, Yessa buru-b

  • Gairah Terlarang: Sahabat Suamiku, Nafsu Rahasiaku   CHAPTER 30 | YESSA JADI BABU

    Lampu sorot ruang operasi menyinari meja bedah. Suara monitor detak jantung pasien terdengar teratur, namun setiap kali grafik menurun sedikit, jantung Yessa ikut berdegup lebih kencang. Ia berdiri di sisi meja, tangan terampil menyodorkan instrumen pada Isandro. “Retraktor,” ucap Isandro, suaranya rendah tapi tegas. Yessa cepat mengulurkan alat, jari mereka sempat bersentuhan—singkat, namun cukup membuat Yessa menahan napas di balik masker. Matanya sekilas menatap Isandro, dan di balik kacamata pelindungnya, ia bisa melihat tatapan serius sekaligus lelah. “Stabilkan tekanan darah pasien,” seru dokter anestesi dari sudut ruangan. Isandro mengangguk, lalu kembali fokus. Keringat menetes di pelipisnya meski suhu ruangan dingin. Yessa tahu betul betapa berat beban yang dipikul pria itu—satu kesalahan saja bisa mengubah hidup pasien selamanya. “Mas … eh, dok!” bisik Yessa sangat pelan, hampir tak terdengar, hanya untuknya. Tapi tetap saja, dia langsung menutup mulut yang ditutupi mas

  • Gairah Terlarang: Sahabat Suamiku, Nafsu Rahasiaku   CHAPTER 29 | BERDUAAN DI RUANGAN

    “Andai waktu bisa diputar kembali.” Isandro bergumam pelan sambil menatap Yessa di hadapannya. “Apa, Mas?” Yessa menurunkan tangan yang menutupi wajahnya, “Kamu ngeledek aku karena nangis, ya? Aku lebay ya, Mas?” tangannya mengusap air mata harunya tadi. Isandro hanya terkekeh pelan, kembali menatap makanan di atas meja. “Kamu tidak mau melanjutkan suapan saya?” Yessa tersenyum kecil, “Tentu saya mau,” ia kembali meraih kotak makanan di atas meja dan kembali menyuapi Isandro dengan tulus. “Ngomong-ngomong, anak Mas sakit apa?” tanyanya penasaran. “Dia demam.” Jawab Isandro singkat. Yessa mengangguk pelan, tak bertanya jauh. Tangannya masih bergerak aktif menyuapi pria itu sampai benar-benar dihabiskan membuat Yessa tersenyum sumringah. “Mas lahap banget,” pujinya sambil mengemasi kotak makanannya. “Tadinya mau saya buang makanannya.” “Kenapa?” dahi Isandro mengernyit. “Saya kira Mas gak datang ke sini, jadi saya makan sendiri tadi di kantin. Belum sempat saya buang, Mas udah n

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status