Share

CHAPTER 07 | ANCAMAN KAVEER

Penulis: Langit Parama
last update Terakhir Diperbarui: 2025-08-20 12:37:00

“Isa, Yessa!”

Seruan itu berasal dari Kaveer yang muncul membawa air hangat dan juga handuk kecil dari dapur. Melihat suaminya datang, Yessa lansung menarik kuat tangannya dari Isandro.

Isandro, ia mengulas senyum tipis melihat wajah Yessa yang memerah antara malu dan marah. Dan reaksi mereka berdua disadari oleh Kaveer, yang dengan cepat menghampiri keduanya.

“Ini air hangatnya,” Kaveer meletakannya ke atas meja, lalu menatap mereka berdua bergantian. “Kalian berdua kenapa?”

Yessa cepat menggeleng. “Nggak apa-apa, Mas,” balasnya singkat, lalu menatap Isandro. “Air hangat ini buat kompres, ya, dok?”

Isandro hanya melirik sekilas sambil meraih perban dan plester dari kotak obat di pangkuannya. “Tidak usah, itu tidak jadi saya pakai. Luka kamu sudah saya bersihkan dengan antiseptik, jadi kompres tidak perlu.”

Tangan Isandro terulur, hendak memasang perban di lengan Yessa. Wanita itu sempat ragu untuk menyerahkannya, namun akhirnya ia merelakan, dan Isandro mulai membalut lukanya dengan hati-hati.

“Terima kasih, Dok.” Yessa buru-buru menarik tangannya kembali, menggenggam punggung tangannya yang tadi sempat dibubuhi ciuman lembut oleh Isandro.

Isandro hanya mengangguk singkat sambil merapikan kotak obat di pangkuannya, lalu meletakkannya di atas meja.

Di sisi lain, Kaveer menghela napas panjang. Usahanya merebus air hangat yang bahkan terasa berat karena sebelumnya ia tak pernah melakukannya—ternyata sia-sia, sebab air itu tidak jadi digunakan.

“Saya penasaran …,” gumam Isandro pelan. Tatapannya lurus pada Yessa, “Bagaimana kamu terjatuh. Murni terjatuh, atau didorong?”

Tubuh Kaveer langsung menegang mendengar ucapan Isandro, “Istriku tadi tidur lebih awal, sudah terbiasa dia kalau tidur sendirian tanpa aku selalu jatuh dari ranjang karena banyak gerak!” ucapnya berbohong.

“Jadi begitu, ya?” tatapan Isandro lurus pada Yessa.

Kaveer menyikut lengan sang istri pelan, membuat Yessa dengan cepat mengangguk. “Iya, dok. Karena kalau gak ada Mas Kaveer, gak ada yang jagain saya kalau tidur,” jawab Yessa.

Isandro hanya mengangguk singkat, lalu bangkit dari duduknya. “Kalau begitu, aku pamit pulang, Veer.”

Kaveer dan Yessa sama-sama ikut berdiri, “Aku anter sampe ke depan, Sa.” Ia berjalan lebih dulu meninggalkan ruang tengah.

Sementara Isandro dan Yessa menyusul di belakangnya. Yessa berdiri di ambang pintu, Kaveer mengantar Isandro sampai ke depan pagar rumahnya.

Mereka terlihat berbicara sebentar, lebih akrab ketika hanya berdua saja ketimbang saat ada Yessa. Sebelum akhirnya Isandro membuka pintu mobil, pria itu masih sempat melirik ke arah Yessa di ambang pintu.

“Saya pulang, Yessa.” Pamit Isandro membuat Yessa dengan sigap mengangguk.

“Hati-hati di jalan, Sa. Udah malem,” pesan Kaveer pada sahabatnya.

Isandro hanya mengangguk singkat, masuk ke dalam mobil dan membawa kendaraan beroda empat itu berlalu pergi meninggalkan kawasan rumah Kaveer dan Yessa.

Yessa kembali masuk tanpa menutup pintu rumahnya, disusul Kaveer dengan langkah cepat dan langsung menahan lengan Yessa sebelum masuk ke kamar.

“Kamu ngomong apa sama Isa waktu aku lagi di dapur?” tanya Kaveer dengan nada dingin yang menusuk.

Yessa menoleh pada suaminya, keningnya mengernyit. “Aku gak ada ngomong apa-apa.”

“Jangan bohong, Yessa. Kamu pasti kasih tahu Isa kalau aku yang buat lengan kamu terluka, kan?” suaranya rendah, namun mengandung emosi.

“Nggak, Mas.” Yessa melepaskan lengan kanannya dari tangan Kaveer. “Kalau kamu gak percaya, tanya aja sama Mas Isa langsung.”

Kaveer mengangkat tangannya dan menunjuk Yessa dengan tatapan tajam, “Jangan sampe semua kejadian yang kamu alami di rumah ini terdengar ke orang luar, terutama Mama aku dan Isa.”

Tanpa bicara lagi, pria itu masuk kamar lebih dulu dan melepaskan pakaiannya dengan santai—lalu melemparnya sembarangan ke lantai. Yessa masuk dan memungutnya untuk dimasukkan ke dalam keranjang cucian.

Setelah itu Yessa berbaring di atas ranjang, memunggungi Kaveer yang terlelap tanpa membersihkan diri sebelum tidur. Ia hanya menghela napas panjang pada kebiasaan suaminya.

Namun diam-diam Yessa mengulas senyum sambil mengusap punggung tangan kanannya yang mendapatkan ciuman lembut dari Isandro. Ia juga mencium punggung tangannya, dan menghirup aroma maskulin pria itu yang masih menempel.

_____

Keesokan paginya, Yessa sudah rapi dengan seragam perawatnya. Sejak pukul empat dini hari ia telah sibuk mencuci piring, mencuci dan pakaian, membersihkan rumah, hingga menyiapkan sarapan. Semua pekerjaan rumah tangga itu sudah beres sebelum matahari benar-benar terbit.

Sementara itu, Kaveer masih terlelap di kamarnya. Rutinitas pria itu hanya berputar di lingkaran yang sama—tidur sepanjang siang, merokok tanpa henti, dan saat malam tiba, menghabiskan waktunya untuk mabuk-mabukan bersama teman-temannya.

“Mas, aku berangkat ke rumah sakit, ya? Sarapannya udah aku buatin di meja makan,” ucap Yessa seperti biasa selalu berpamitan meski sang suami tertidur.

Setelah itu, Yessa meraih totebagnya yang digantung di belakang pintu, lalu meninggalkan kamar. Namun, begitu dia membuka pintu rumah—bola matanya membulat kaget.

“Do-dokter?” gumamnya terkejut, saat mendapatkan Isandro berdiri tegap di depan pintu rumahnya dengan kedua tangan dimasukkan ke dalam saku celana.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Gairah Terlarang: Sahabat Suamiku, Nafsu Rahasiaku   CHAPTER 34 | YESSA TAHU

    [Model papan atas Aurora Micaela terpilih menjadi kandidat untuk tampil di catwalk ajang tahunan Paris Fashion Week, berdampingan dengan deretan artis ternama Hollywood.] Isandro baru saja tiba di rumah sakit sambil melangkah masuk ke dalam gedung. Satu tangannya memegang ponsel dan membaca artikel mengenai istrinya, satu tangannya lagi membawa makanan. Dengan gerakan malas, ia menyelipkan ponselnya ke dalam saku celana. Tak lama, langkahnya sampai di lantai ruangannya—menyusuri lorong hingga akhirnya membuka pintu. Begitu pintu terbuka, pandangannya langsung jatuh pada pemandangan di sofa. Yessa tertidur pulas sambil memeluk Arby, wajah keduanya terlihat begitu damai. Isandro berdiri terpaku di ambang pintu, seolah enggan melangkah lebih jauh. Ada sesuatu di dadanya yang bergetar melihat adegan sederhana itu—hangat, dan penuh harap. “Mereka berdua pasti lelah, terutama Yessa,” gumamnya sambil meletakan makanan yang dibelinya untuk mereka berdua ke atas meja. Senyum tipis terbit

  • Gairah Terlarang: Sahabat Suamiku, Nafsu Rahasiaku   CHAPTER 33 | ISANDRO KEMASAN SACHET

    “Arby, kenapa kamu ke sini, Nak?” Isandro mengerutkan keningnya sambil menatap sang anak heran, karena jam sudah menunjukkan pukul sembilan malam. Jam di mana putranya harus sudah tidur. “Maaf, Tuan. Den Arby sangat memaksa ingin datang ke sini. Tadi Nyonya juga sempat menghubungi, lalu beliau menyuruh den Arby untuk menyusul ke sini saja,” jelas Mala sambil menundukkan kepala, tak berani menatap Isandro. Pria itu menghela napas pendek, beralih menatap sang anak yang menatapnya dengan tatapan polos. Tangan mungilnya masih menggenggam tangan Mala. “Arby mau tidur di sini, Pa. Kan besok libur sekolah. Jadi boleh, kan?” suara bocah itu terdengar memohon, matanya berbinar penuh harap. Namun seketika bibirnya mecebik, nada suaranya berubah penuh ancaman polos khas anak kecil. “Kalau nggak boleh, Arby pulang aja … dan nggak mau ketemu Papa lagi!” Isandro terdiam sesaat, rahangnya mengeras mendengar ucapan itu. Sekilas ia melirik Yessa yang tampak membeku di tempatnya, lalu kembali m

  • Gairah Terlarang: Sahabat Suamiku, Nafsu Rahasiaku   CHAPTER 32 | KAVEER KANGEN YESSA?

    Sudah satu bungkus rokok yang Kaveer habiskan seharian ini dengan hanya berdiam di rumahnya. Ia baru menyadari, kalau hidupnya benar-benar membosankan. Tidur, makan, merokok, mabuk, dan kalau dia ada dana pasti digunakan untuk bermain judi online. Ia bukan tak ingin lagi bermain itu, akan tetapi dia tidak memiliki uang. Sementara hutang-hutangnya yang ratusan juta itu dicicil oleh Yessa setiap bulannya dari setengah gaji perawat. Tanpa mengeluh, tanpa marah, dan tanpa perhitungan. Kaveer mendesah berat, “Kedepannya Yessa masuk shift malam. Entah kenapa rasanya gak enak kalau malam gak ada dia.” Bukan karena rindu, melainkan dia tidak punya lagi samsak hidup untuk dijadikan pelampiasan emosinya yang sangat tidak jelas itu. Dan lagi, dia harus puasa saat malam hari karena tidak ada yang memasak dan membuatkan kopi. “Mana laper lagi,” ia mengusap perutnya yang terus berbunyi karena keroncongan. “Apa aku ke rumah Mama aja sekarang?” “Tch, gak bisa. Yang ada Mama ngomel lagi, soal ua

  • Gairah Terlarang: Sahabat Suamiku, Nafsu Rahasiaku   CHAPTER 31 | INTIM DI TOILET

    “Mas!” seru Yessa begitu tiba di ruangan pria itu. “Aku mohon, Mas. Jangan apa-apain mereka.” Isandro tak merespon. Pria itu dengan santai berjalan menuju meja kerjanya dan menjatuhkan tubuhnya ke kursi, tatapannya dingin pada Yessa. “Memangnya saya mau apakan mereka, hm?” Yessa terdiam, ia juga tak tahu Isandro akan melakukan apa pada dua perawat sirkuler itu. “Mas gak akan bawa-bawa nama saya, kan?” tanyanya memastikan, tak ingin kedua rekannya itu mengira kalau dirinya mengadu pada Isandro karena dibiarkan membereskan ruang operasi sendirian. Mulut Isandro terbuka, hendak menjawab pertanyaan Yessa. Namun belum sempat, ketukan pintu ruangannya membuat keduanya serempak menoleh ke arah pintu. Yessa kembali menatap Isandro serius. “Mas saya mohon, jangan bawa-bawa nama saya. Karena saya gak mau mereka mikir kalau saya mengadu sama Mas.” Tatapan Isandro datar, senyum kecil tersungging di wajah tampannya. Sebelum Isandro mengatakan untuk masuk pada dua orang diluar, Yessa buru-b

  • Gairah Terlarang: Sahabat Suamiku, Nafsu Rahasiaku   CHAPTER 30 | YESSA JADI BABU

    Lampu sorot ruang operasi menyinari meja bedah. Suara monitor detak jantung pasien terdengar teratur, namun setiap kali grafik menurun sedikit, jantung Yessa ikut berdegup lebih kencang. Ia berdiri di sisi meja, tangan terampil menyodorkan instrumen pada Isandro. “Retraktor,” ucap Isandro, suaranya rendah tapi tegas. Yessa cepat mengulurkan alat, jari mereka sempat bersentuhan—singkat, namun cukup membuat Yessa menahan napas di balik masker. Matanya sekilas menatap Isandro, dan di balik kacamata pelindungnya, ia bisa melihat tatapan serius sekaligus lelah. “Stabilkan tekanan darah pasien,” seru dokter anestesi dari sudut ruangan. Isandro mengangguk, lalu kembali fokus. Keringat menetes di pelipisnya meski suhu ruangan dingin. Yessa tahu betul betapa berat beban yang dipikul pria itu—satu kesalahan saja bisa mengubah hidup pasien selamanya. “Mas … eh, dok!” bisik Yessa sangat pelan, hampir tak terdengar, hanya untuknya. Tapi tetap saja, dia langsung menutup mulut yang ditutupi mas

  • Gairah Terlarang: Sahabat Suamiku, Nafsu Rahasiaku   CHAPTER 29 | BERDUAAN DI RUANGAN

    “Andai waktu bisa diputar kembali.” Isandro bergumam pelan sambil menatap Yessa di hadapannya. “Apa, Mas?” Yessa menurunkan tangan yang menutupi wajahnya, “Kamu ngeledek aku karena nangis, ya? Aku lebay ya, Mas?” tangannya mengusap air mata harunya tadi. Isandro hanya terkekeh pelan, kembali menatap makanan di atas meja. “Kamu tidak mau melanjutkan suapan saya?” Yessa tersenyum kecil, “Tentu saya mau,” ia kembali meraih kotak makanan di atas meja dan kembali menyuapi Isandro dengan tulus. “Ngomong-ngomong, anak Mas sakit apa?” tanyanya penasaran. “Dia demam.” Jawab Isandro singkat. Yessa mengangguk pelan, tak bertanya jauh. Tangannya masih bergerak aktif menyuapi pria itu sampai benar-benar dihabiskan membuat Yessa tersenyum sumringah. “Mas lahap banget,” pujinya sambil mengemasi kotak makanannya. “Tadinya mau saya buang makanannya.” “Kenapa?” dahi Isandro mengernyit. “Saya kira Mas gak datang ke sini, jadi saya makan sendiri tadi di kantin. Belum sempat saya buang, Mas udah n

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status