Share

CHAPTER 05 | KEDATANGAN ISANDRO

Penulis: Langit Parama
last update Terakhir Diperbarui: 2025-07-22 09:01:50

Sore itu saat perjalanan pulang ke rumah dengan naik ojek online, Yessa terus memikirkan dan membayangkan yang dilakukan Isandro padanya pagi tadi. Bahkan ia tak bisa fokus bekerja setelah kejadian itu.

Bayangan Isandro yang mendekat, wajahnya hanya sejengkal dari Yessa. Suaranya turun menjadi bisikan hangat yang membelai telinga. Lalu bisikannya yang terdengar tegas namun tetap sensual.

“Wanita itu … rapuh, Yessa. Mereka tidak diciptakan untuk menahan sakit, apalagi dari orang yang katanya mencintai. Kamu pantas dipeluk, dijaga, dimanjakan, bukan disakiti.”

Tangannya mengusap pelan pipi Yessa, jemarinya menelusuri rahang kecil wanita itu hingga ke lehernya.

“Kamu tahu kenapa saya peduli sama kamu? Karena saya bisa lihat di mata kamu, kalau kamu sudah terlalu lama menahan diri. Kamu cuma butuh seseorang yang mengerti kamu. yang tahu cara membuat kamu lupa semua luka itu. Dan saya, saya bisa jadi orang itu, Yessa. Kalau kamu mau.”

Yessa menggigit bibirnya kuat, tatapannya kosong ke jalan sampai abang ojek online membuyarkan lamunannya.

“Mbak, udah sampai,” kata abang ojek itu begitu tiba di rumah Yessa.

“Oh, iya, Mas,” Yessa buru-buru turun dari motor, lalu segera membayar biaya ongkosnya. “Makasih, Mas.”

Begitu kakinya berputar hendak melangkah ke rumahnya, matanya langsung menangkap dua orang pria dengan pakaian gelap seperti preman berdiri di depan rumahnya seolah menunggu.

Yessa melangkah masuk melewati pagar rumahnya dan menatap kedua pria itu dengan tatapan penuh tanya, “Siapa, ya?”

“Kita ke sini mau ketemu sama Kaveer,” ujar salah satu dari mereka dengan nada sinis.

“Mas Kaveer? Ada keperluan apa?” tanya Yessa, perasaannya mulai tak nyaman.

“Tapi sebelum itu, kamu siapanya Kaveer? Istrinya atau ... adeknya?”

Yessa menelah ludah, seolah malu mau mengakuinya. “Saya istrinya,” jawabnya datar tanpa ekspresi.

Kedua pria itu langsung menyeringai tipis, “Pas banget. Kita ke sini mau nagih hutang suami kamu,” ucapnya membuat mata Yessa membulat kaget.

“Hutang? Hutang apa?” seru Yessa tak percaya.

“Ya mana kita tahu, kan suami kamu yang minjem. Buat apanya mana kita tahu. Harusnya kamu sebagai istri tahu,” balas pria itu dengan nada sinis, matanya menelusuri penampilan Yessa yang rapi.

“Dilihat-lihat istrinya cantik, perawat lagi. Kalau bukan dipake buat perawatan istrinya ya buat apa lagi?” lanjut pria itu mengejek, senyum sinis tersungging di bibirnya.

Mata Yessa menyipit tajam, kesal dituduh kalau dia juga menggunakan uang yang dipinjam Kaveer. Justru dia baru tahu, dan Yessa lebih kaget lagi karena selama ini Kaveer juga kerap meminta uang padanya.

“Memangnya berapa hutangnya?”

“Lima ratus juta.”

“Hah?” seru Yessa kaget, mulutnya terbuka lebar karena hampir tak percaya. “Banyak sekali, untuk apa?” gumamnya pelan, lalu menatap pria itu dingin. “Kalian pasti bohong, kan? Untuk apa suami saya pinjam uang sebanyak itu?”

“Bohong? Kalau gak percaya, tanya aja sama Kaveer. Kita ke sini bukan buat basa-basi. Jadi sebagai istri, kamu harus bayar hutang suami kamu sekarang!” desak pria itu tak mau tahu.

“Saya gak punya uang sebanyak itu,”

“Aduh, jangan pelit-pelit sama suami sendiri. Lagian kamu kerja jadi perawat gajinya lumayan, kan? Udah dibiayain suami kuliah, kenapa pas udah jadi perawat suami punya hutang gak mau bayarin?” ledek pria itu.

Yessa tercengang mendengar ucapan pria itu yang mulai melantur. Sejak kapan Kaveer yang membiayai dirinya kuliah? Yessa bahkan kuliah sebelum menikah dengan suaminya.

“Kalau kalian mau hutang Mas Kaveer dibayar, tagih sama orangnya—bukan sama saya!” balas Yessa sinis, lalu melewati mereka tanpa bicara lagi.

“Buset, pelit amat jadi istri. Padahal ikut makan juga ke uang itu.”

Yessa yang tengah membuka pintu sama sekali tak merespon ucapan mereka, dan dia juga tidak merasa harus klarifikasi soal dirinya yang tak tahu apa-apa dengan uang sebanyak itu.

Begitu pintu terbuka, dia menutupnya dengan cukup keras sampai membuat mereka terlonjak.

“Heh, sialan! Ngutang mau, bayar gak mau!”

Yessa memejamkan mata sejenak dan membuang napas kasar. Ia kemudian segera masuk ke dalam kamar untuk membersihkan diri dan mulai menyiapkan makan malam.

Dan malam itu, sekitar pukul sepuluh malam dia berdiam diri di ruang tamu sambil meminum alkohol milik suaminya. Ia tahu ini salah, tapi saat dia meminumnya—cairan itu berhasil membuatnya lupa akan beban berat yang dia pikul sendiri selama ini.

“Maaf, apa suami kamu main judol?”

Tiba-tiba Yessa teringat akan pertanyan Ana tadi di rumah sakit.

“Kayaknya gak mungkin deh, uangnya pasti dia buat ...,” Yessa menggigit jari jempolnya kuat. “Tapi kalau cuma buat mabuk, gak mungkin sebanyak itu. Apalagi dia sampe hutang segala.”

Yessa pikir Kaveer selama ini hanya minta uang untuk rokok dan alkohol padanya. Dia bahkan baru tahu hari ini kalau sang suami punya uang sebanyak itu tanpa dia ketahui.

Klek.

Pintu rumah terbuka, menampilkan Kaveer yang baru saja tiba—seperti biasa, usai mabuk bersama teman-temannya.

“Kamu dari mana, Mas?” tanya Yessa seraya berdiri menghampiri Kaveer yang masih sadar.

“Kenapa sih kamu masih pake tanya segala, padahal jawabannya kamu udah tahu.” Jawab Kaveer sengit.

“Apa bener kamu punya hutang 500 juta, Mas?” tanya Yessa to the poin, membuat Kaveer langsung menoleh kaget padanya. Yessa menyeringai tipis, “Jadi itu bener?”

“Tahu dari mana kamu?”

“Mereka tadi sore dateng dan nagih ke aku,” jawab Yessa dingin dan menusuk, sementara Kaveer berdecak pelan, “Uangnya buat apa? Kenapa kamu gak pernah kasih tahu aku?”

Kaveer tak menjawab, namun tatapannya serius pada Yessa. “Jangan pernah kasih tahu ini sama Mama aku. Dan hutang ini, kamu yang bayar.”

“Aku? Kenapa aku yang bayar?” kening Yessa mengkerut, tatapannya tak terima.

“Heh, jangan lupa ... resepsi pernikahan kita, aku yang biayain semuanya. Kamu cuma perawat, gak pantes dapet uang panai sampai lima ratus juta. Harusnya seratus juta cukup. Jadi lebihnya kamu yang bayar!”

“Aku gak mau!” balas Yessa tak terima. “Aku dari awal udah bilang, gak perlu resepsi. Dan yang ngebet mau ada resepsi itu orang tua kamu. Jadi jangan salahin aku kalau kamu ngeluarin paling banyak.”

Kaveer menyeringai miring. “Jadi jawabannya, kamu gak mau bayar?!” suaranya rendah, namun tajam.

“Mas,” Yessa menatap suaminya sinis, “Apa kamu main judol?”

Raut wajah Kaveer seketika menegang, membuat Yessa hanya mampu tersenyum miris.

“Jadi bener? Kamu berubah karena itu? Uang kamu selama ini habis buat judol? Mama kamu tahu? Kalau nggak, apa perlu aku yang kasih tahu?!”

“YESSA!” bentak Kaveer, nadanya melengking penuh amarah.

“Apa?!” sahut Yessa tegas, meski di dalam hatinya terselip rasa takut karena ia tahu bagaimana biasanya semua ini akan berakhir. “Aku kasih kamu kesempatan buat berubah, Mas. Tapi kalau kamu masih sama, terpaksa aku pulang ke rumah orang tua aku!”

Yessa berbalik, berniat meninggalkan ruangan. Namun tiba-tiba rambutnya dijambak dari belakang, membuat kepalanya mendongak paksa.

“Mas, sakit!” serunya menahan perih.

Kaveer tak menghiraukan. Dorongan kuat dari tangannya membuat tubuh Yessa terpental, lengannya membentur keras pinggiran meja.

“Aduh!” pekiknya, menahan rasa nyeri yang menusuk.

Namun amarah Kaveer belum reda. Ia melangkah cepat, hendak mengayunkan tendangan. Tapi belum sempat ia melakukannya, suara ketukan pintu terdengar dari luar, memecah ketegangan di ruangan.

“Tch! Siapa datang malam-malam begini!” gerutunya kesal, menatap Yessa dengan sorot peringatan. “Awas kamu kalau berani macam-macam. Masuk ke kamar!”

Kaveer bergegas menuju pintu, menariknya dengan kasar. Begitu melihat siapa yang berdiri di ambang, bola matanya langsung membesar.

“I-Isandro?” ucapnya tergagap.

Mendengar nama itu, Yessa yang baru saja mencoba bangkit sontak membeku di tempat. Jantungnya berdentam keras, tubuhnya menegang tanpa ia sadari.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Gairah Terlarang: Sahabat Suamiku, Nafsu Rahasiaku   CHAPTER 77 | DIJEMPUT LAKI-LAKI

    “Ma-mas ...!” suara Yessa bergetar mendengar ucapan Isandro yang sangat menohok, menusuk sampai ke relung hatinya yang paling dalam seolah dirinya manusia yang begitu munafik. “Jangan khawatir, saya tidak minta balasan. Saya cuma heran … bagaimana bisa kamu melakukan ini setelah apa yang saya lakukan untuk kamu?” Tangan Isandro mengepal, rahangnya mengeras menahan kata-kata yang mungkin jika dia teruskan lagi akan semakin melukai hati Yessa. “Kamu bisa pura-pura tidak butuh saya lagi, tapi tatapan kamu tidak bisa bohong, Yessa. Kamu cuma berusaha terlihat kuat, padahal sebenarnya kamu rapuh.” Bibir Yessa bergetar, ingin membalas ucapan itu. Mulutnya terbuka, namun tidak ada kata-kata yang keluar dari sana—napasnya tercekat di tenggorokan. Bola mata Yessa mulai berkaca-kaca, namun ia menggigit bibirnya kuat-kuat, berusaha menahan isakan yang sudah mendesak keluar.

  • Gairah Terlarang: Sahabat Suamiku, Nafsu Rahasiaku   CHAPTER 76 | DISINDIR ISANDRO

    Usai dari cek kandungan, Yessa langsung berbelanja keperluannya di apartemen. Termasuk makanan yang bisa dimakan olehnya selama hamil trimester pertama ini. Tak lupa juga dia membeli susu khusus buat ibu hamil dengan tiga varian rasa, coklat, strawberry dan juga vanila. Begitu tiba di apartemen, dia segera mengemasi semuanya seorang diri, buah-buahan dan sayuran ke dalam kulkas. “Aku mulai sekarang harus nabung buat biaya lahiran dan hidup kedepannya,” gumamnya sambil menata buah-buahan segar. Yessa menarik napas panjang, lalu menghembuskannnya perlahan. Sepanjang perjalanan tadi, dia terus memikirkan nasib kedepannya untuk dirinya dan sang anak. Hingga akhirnya dia memutuskan akan tetap melahirkannya. Dan rencananya, dia akan meninggalkan kota ini setelah perutnya mulai terlihat jika hamil. Kata-kata Isandro masih terngiang di telinganya saat dia menanyakan

  • Gairah Terlarang: Sahabat Suamiku, Nafsu Rahasiaku   CHAPTER 75 | USIA DUA MINGGU

    “Yessa, selamat ya karena kamu menang sidang ini,” ucap Salma pada mantan calon menantunya yang baru resmi beberapa menit lalu. Yessa tersenyum manis, “Terima kasih, Ma.” “Maafin Mama ya, Yessa. Karena anak Mama, banyak hal buruk yang harus kamu lewati. Kamu pasti trauma banget ya, Nak,” Salma meraih tangan Yessa dan mengusapnya lembut. Sementara di sebelahnya, Isandro masih berdiri tenang menunggu kedua wanita itu selesai bicara. Kini mereka sudah berdiri di luar kantor pengadilan. “Pasti sakit banget disiksa sama Kaveer. Sekali lagi atas nama Kaveer, Mama minta maaf Yessa.” Salma semakin menggenggam tangan Yessa erat, berharap masih ada pintu maaf. “Mama gak perlu minta maaf, Ma. Ini bukan salah Mama, tapi salah Mas Kaveer,” balas Yessa dengan suara lirih. “Tapi Mama selaku orang tua sudah gagal mendidik anak Mama,” sahut Salma, bola matanya berkaca-kaca. “

  • Gairah Terlarang: Sahabat Suamiku, Nafsu Rahasiaku   CHAPTER 74 | SIDANG KEDUA

    Empat hari berlalu, di dalam ruang sidang penuh sesak. Yessa duduk di deretan depan, mengenakan blus putih sederhana dan rok hitam. Wajahnya tenang, tapi kedua tangannya bergetar halus di pangkuannya. Ada Salma yang juga hadir dan sempat bertemu Yessa, serta memberi kekuatan. Yessa tak menyangka ibu mertuanya itu justru mendukung keputusannya. Di sana juga ada Isandro yang duduk tegak, tatapannya lurus ke depan memperhatikan prosesi sidang yang tengah berlangsung. Namun saat menatap Kaveer, tatapannya dingin dan menusuk. Suasana menegang ketika panitera mulai membacakan gugatan penganiayaan, penyekapan, kekerasan psikis, dan penelantaran rumah tangga. Bukti visum, laporan kepolisian, hingga foto-foto luka ditunjukkan satu per satu. Semua mata beralih pada Kaveer yang duduk dengan kaos tahanannya, tangan terborgol di depan. Rahangnya mengeras, matanya penuh am

  • Gairah Terlarang: Sahabat Suamiku, Nafsu Rahasiaku   CHAPTER 73 | KECUALI SELINGKUH

    “Arby, lain kali jangan bahas soal adek ya di depan tante Yessa,” ucap Isandro pada sang anak yang duduk di kursi sebelahnya. Saat ini mereka dalam perjalanan pulang ke mansion karena jam sudah menunjukkan pukul setengah sembilan malam, waktunya sang anak tidur. Awalnya Arby ingin menginap, tapi karena besok bukan weekend—Isandro tidak membiarkannya, takut telat besok saat ke sekolah. “Memang kenapa, Papa?” tanya bocah itu sambil menatap pada sang ayah yang fokus mengemudi. “Karena tante Yessa bukan Mama kamu, harusnya kamu tanya sama Mama kalau soal adek,” balasnya, meski dia tahu mustahil untuk itu, karena Aurora tidak akan mau hamil lagi. “Memangnya, kalau tante Yessa punya anak gak bisa jadi adeknya Arby, Pa?” Pertanyaan polos itu membuat Isandro menyunggingkan senyum tipis. Tentu saja bisa kalau dia mau menghamili wanita itu, pikirnya.

  • Gairah Terlarang: Sahabat Suamiku, Nafsu Rahasiaku   CHAPTER 72 | ARBY INGIN ADEK

    “Yessa kamu di dalam?” tanya Isandro lagi, suaranya semakin terdengar cemas karena Yessa tak kunjung menyahut. Yessa buru-buru berdiri, dia kalut harus diapakan lima testpack tersebut. Ia lantas membersihkan semuanya dan membuangnya ke tong sampah tanpa menyisakan satu. “Yessa!” suara Isandro semakin meninggi, ketukan di pintu juga semakin keras namun Yessa tak kunjung merespon. Wanita itu panik karena matanya merah sehabis menangis, ia masih kaget dan tak terima dirinya hamil mengingat sudah minum obat kontrasepsi selama ini tanpa ketinggalan. Ia segera mencuci wajahnya dengan air dingin, sementara Isandro semakin panik dibuatnya. “Buka pintunya Yessa!” desak pria itu, “Atau saya dobrak sekarang!” “Iya, Mas ....” sahut Yessa cepat sebelum pintu kamar mandinya benar-benar di rusak oleh pria itu. Buru-buru tangannya membuka pintu kamar man

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status