"Aku tahu kau begitu membenciku. Tapi saat ini aku benar benar butuh bantuan darimu."
"Bantuan apa? Cepat katakan. Waktuku tak banyak," ucap Arya."Apa kau bisa meminjamkan aku sejumlah uang?""Uang? Untuk apa? Apakah harta yang ku tinggalkan untukmu saat perceraian kita masih kurang banyak?" tanya Arya."Itu sudah habis untuk biaya pengobatan suamiku.""Maaf aku sibuk. Aku harus pergi sekarang." Arya masuk ke dalam mobilnya dan meninggalkan rumah.Satpam kembali menyuruh Ayu keluar dari halaman rumah. Tapi Ayu tetap bersikeras tak mau pergi dari sana. Ayu duduk bersimpuh lagi di depan pagar dan berniat menunggu di sana, hingga Arya pulang.Arya dengan terburu buru datang ke ruangan rawat inap untuk menjenguk Levin. Ia lega ketika melihat keadaan Levin sudah lebih baik."Hai jagoan. Bagaimana kabarmu?""Lumayan," ucap Levin singkat sebab masih merasa nyeri di bagian kepalanya."Apa Wulan tidur"Iya seratus juta," jawab Ayu."Uang sebanyak itu?! Aku tak bisa memberikannya untukmu. Kau mau atau tidak silahkan ambil uang sepuluh juta ini untukmu. Dan pergi segera dari rumahku. Atau aku harus memanggil polisi ke sini dan menuduhmu sebagai seorang perusuh?" Arya geram.Ayu yang sedang terhimpit secara ekonomi, langsung mengambil uang yang diberikan oleh Arya dan bergegas pergi dari sana.Setelah itu Arya segera mandi dan pergi ke rumah Sandra, untuk mengambil benda yang diminta oleh Sandra.Sesampainya di rumah Sandra, ada Ana yang nampak murung menonton TV ditemani oleh Liya."Kenapa ratu kecilku cemberut?" tanya Arya."Kenapa aku tak boleh ikut ke rumah sakit?""Karena kami khawatir kau akan ikut sakit.""Kenapa aku akan ikut sakit?""Sayang... seperti kata Daddy dulu. rumah sakit bukan tempat anak kecil untuk bermain.""Tak ada yang mau bermain di sana.""Ya ya Daddy
"Dandan yang cantik. Kamu harus tampil sempurna hari ini. Aku ingin mengenalkanmu kepada temanku," ucap Rayhan sambil menoleh ke arah istrinya."Bukankah kita akan pergi ke danau, untuk bersantai bersama anak - anak?" tanya Sandra keheranan.Rayhan menggelengkan kepala. "Tidak, kita akan mampir sebentar ke rumah temanku. Setelah dari sana, baru kita bisa pergi ke danau.""Tapi Mas, aku malu. Untuk apa aku berkenalan dengan temanmu?" bantah perempuan berparas cantik tersebut."Kamu selalu mengajak aku berdebat! Dan membuatku marah! Aku hanya ingin mengenalkanmu saja, kepada temanku! Biar dia tahu, kalau aku memiliki istri yang cantik di rumah!" Rayhan bicara dengan nada meninggi."Memamerkan istrimu sendiri?" gerutu Sandra."Aku ini istrimu Mas, tapi kamu memperlakukan aku seperti barang yang dapat dibayar dengan selembar uang." Sandra bicara dalam hatinya.Sandra menghela nafas panjang. Ia melanjutkan berdandan dan mewarnai bibirnya.Selesai bersiap, mereka sekeluarga berangkat ke ru
Rayhan memegangi tangan Arya. Ia mencengkeram tangan sahabatnya dengan erat sembari menatap dalam."Jauhkan tanganmu dari wajah istriku!" Rayhan memberikan peringatan tegas."Aku hanya membantunya saja. Kalau kau memang peduli, harusnya kau yang membantunya!" sahut Arya.Arya kembali duduk. Rayhan dan Arya sama sama terlihat mengatur nafas mereka agar tak tersulut emosi. Makan siang kembali dilanjutkan. Arya mencoba sebaik mungkin untuk mencairkan suasana yang sempat memanas.*****Setelah selesai berkunjung dan makan siang bersama di rumah Arya, Rayhan dan keluarganya melanjutkan perjalanan menuju ke Danau Blue Bell.Sandra duduk di samping Rayhan yang memegang kendali mobil. Netranya memandang jauh ke depan.Ia terhanyut dalam lamunannya sendiri, sepanjang perjalanan. Bayangan Arya mulai muncul dalam benaknya. Bagaimana mereka berkenalan dan cara Arya menawarkan minum, membuat wanita ini terkesan.Raut wajahnya yang cantik, mengembangkan senyum. Hal ini tak sengaja dilihat oleh Rayh
"Masuk ke kamar. Lupakan yang kau lihat barusan. Papa menyayangimu!" Rayhan memeluk Levin.Meskipun begitu, jantung Levin masih berdegup kencang. Bocah kecil itu masih ketakutan melihat kondisi Ibunya yang tak baik. Levin masuk ke dalam kamar. Lalu menarik selimut dan bersembunyi di dalamnya. Rayhan juga masuk ke kamar. Ia melirik Sandra yang sudah memejamkan mata. *****Keesokan paginya, anak anak bangun lebih dulu. Mereka berlarian mengelilingi ruang tamu. Sandra keluar dari kamar. Wanita itu tersenyum melihat tingkah kedua anaknya."Mama baru bangun ya?" tanya Ana."Ya sayang. Mama akan mandi sebentar lalu membuat sarapan untuk kalian." Sandra kembali masuk ke dalam kamar.Saat ia menoleh ke arah tempat tidur, ternyata suaminya juga sudah bangun."Apa kah kau masih sakit?" Rayhan bertanya.Sandra menatap kosong ke arah jendela kamar, tanpa menjawab sepatah katapun."Kau tahu sifatku. Tapi kau tetap melakukan kesalahan. Ini semua salahmu sendiri. Bukan salahku." Seperti biasanya,
Rayhan duduk di dalam kamarnya. Mukanya pucat pasi, degup jantungnya terasa makin kencang ketika teringat istri dan anak anaknya menaiki perahu bersama pria lain.Kepalan tangan Rayhan meninju lemari kaca."Prang!"Suaranya kencang sekali hingga membuat tangannya terluka dan berdarah. Ia kembali memukul meja di dekatnya. Melemparkan seluruh barang yang ada di kamar. Kertakan giginya terdengar, urat urat tipis yang ada di dahinya keluar."Apa - apaan ini! Aaarrrrrggghhh!" pekik Rayhan."Awas kau Sandra. Malam nanti aku akan membuatmu menyesal," ucap Rayhan pelan, ia menyeringai dengan tatapan penuh amarah.****Di atas perahu, Sandra yang mulai resah menatap kosong ke arah Danau. Ia hafal betul dengan sikap Rayhan yang pemarah."Rayhan pasti marah denganku," ucap Sandra.Arya menoleh ke arahnya. "Kenapa dia harus marah? Dia kan yang menyuruh kita berangkat duluan.""Dia teman yang baik sekaligus ayah yang baik. Aku melihatnya begitu mencintai anak anaknya." Arya mencoba menenangkan."P
Suara berisik membuat Sandra berlari masuk ke dalam kamarnya. Untungnya saat ia masuk ke dalam kamar, Rayhan sudah tertidur.Keesokan paginya, Sandra menyiapkan sarapan di atas meja. Menata makanan dengan apik agar saat semua anggota keluarga bangun, makanan sudah siap santap. Mbok Sukra juga membantu sejak pagi.Diam - diam, Arya mengamati Sandra dari kejauhan. Irama jantungnya berdegup kencang."Kenapa selalu seperti ini, saat menatap istri sahabatku? Gelora rasa yang tak biasa. Ia seperti permata, kilauannya saja mampu menggetarkan dada. Apa jadinya jika permata seperti dirinya, menjadi bagian dari hidupku?""Apa - apaan pikiranku! Pagi ini setelah sarapan, aku harus mengirimkan laporan instalasi menara." Arya bicara sambil menepuk dahinya sendiri.Arya berjalan mendekati Sandra dan menyapanya."Hai selamat pagi! Bagaimana tidurmu semalam?" Arya tersenyum menatap wanita pujaannya.Sandra tidak menjawab. Ia menatap nanar kearah Arya."Ada apa?"Belum sempat Arya melanjutkan pertanya
Sandra yang refleks memeluk Arya, segera melepaskan pelukannya. Pipinya memerah, ia jadi salah tingkah."Maaf, aku tidak seharusnya melakukan ini."Jari telunjuk Arya menyentuh bibir Sandra dengan lembut."Ssstt! Jangan katakan apapun. Aku mencintaimu. Aku mencoba berkali kali menepis perasaan ini. Tapi aku tidak bisa."Austin berlutut di depan Sandra. Ia mengulurkan tangannya, mirip seperti seseorang yang akan melamar kekasihnya."Aku ingin ada dalam hidupmu. Biarkan aku menjadi bagian dari hatimu. Apa kau mengizinkannya?"Sandra jadi membeku. Ia tak menyangka, jika Arya akan meminta hal seperti ini."Kenapa diam? Jangan palingkan wajahmu. Aku di sini menunggu jawabanmu."Sandra masih saja diam. Ia merasa dilema. Namun, ia tak bisa menyangkal, jika dirinya merasa nyaman di dekat lelaki itu."Kenapa kau ciptakan sekat di antara kita?Seakan kau tahu, jika sekat itu dilepas, air bukan hanya akan mengalir deras tapi mampu merobohkan dinding bendungan yang ada." Arya melanjutkan ucapannya.
Rayhan melepaskan tangan Sandra. Ia membuang wajahnya. Terlihat raut wajahnya yang kesal tapi ia berusaha untuk menahan emosi."Begitu banyak bunga 1 gerobak penuh. Untuk apa bunga bunga itu dibawa ke sini?" Rayhan bertanya sembari menatap sinis ke arah bunga bunga itu."Yang pasti, untuk ditanam. Tidak mungkin untuk kita makan. Karena kita bukan kambing." Arya mencoba untuk mencairkan suasana yang sempat memanas.Rayhan yang mendengar jawaban tersebut, tersenyum kecil."Konyol sekali jawabanmu itu!" Mereka menata bunga di seluruh penjuru taman yang ada di Villa. Kakek penjual bunga juga sudah berpamitan pulang. Hanya ada mereka bertiga di taman.Rayhan mendekati Sandra, mencoba menyentuh lengan istrinya. Tapi sebelum berhasil disentuh, Sandra pergi menghindari suaminya."Maaf aku permisi dulu. Aku ingin mandi. Badanku terasa kotor." Sandra bicara kepada dua lelaki di depannya."Tentu." Arya dan Rayhan, menjawa
"Iya seratus juta," jawab Ayu."Uang sebanyak itu?! Aku tak bisa memberikannya untukmu. Kau mau atau tidak silahkan ambil uang sepuluh juta ini untukmu. Dan pergi segera dari rumahku. Atau aku harus memanggil polisi ke sini dan menuduhmu sebagai seorang perusuh?" Arya geram.Ayu yang sedang terhimpit secara ekonomi, langsung mengambil uang yang diberikan oleh Arya dan bergegas pergi dari sana.Setelah itu Arya segera mandi dan pergi ke rumah Sandra, untuk mengambil benda yang diminta oleh Sandra.Sesampainya di rumah Sandra, ada Ana yang nampak murung menonton TV ditemani oleh Liya."Kenapa ratu kecilku cemberut?" tanya Arya."Kenapa aku tak boleh ikut ke rumah sakit?""Karena kami khawatir kau akan ikut sakit.""Kenapa aku akan ikut sakit?""Sayang... seperti kata Daddy dulu. rumah sakit bukan tempat anak kecil untuk bermain.""Tak ada yang mau bermain di sana.""Ya ya Daddy
"Aku tahu kau begitu membenciku. Tapi saat ini aku benar benar butuh bantuan darimu.""Bantuan apa? Cepat katakan. Waktuku tak banyak," ucap Arya."Apa kau bisa meminjamkan aku sejumlah uang?""Uang? Untuk apa? Apakah harta yang ku tinggalkan untukmu saat perceraian kita masih kurang banyak?" tanya Arya."Itu sudah habis untuk biaya pengobatan suamiku.""Maaf aku sibuk. Aku harus pergi sekarang." Arya masuk ke dalam mobilnya dan meninggalkan rumah.Satpam kembali menyuruh Ayu keluar dari halaman rumah. Tapi Ayu tetap bersikeras tak mau pergi dari sana. Ayu duduk bersimpuh lagi di depan pagar dan berniat menunggu di sana, hingga Arya pulang.Arya dengan terburu buru datang ke ruangan rawat inap untuk menjenguk Levin. Ia lega ketika melihat keadaan Levin sudah lebih baik."Hai jagoan. Bagaimana kabarmu?""Lumayan," ucap Levin singkat sebab masih merasa nyeri di bagian kepalanya."Apa Wulan tidur
"Ting Tong!" Bel rumah Arya berbunyi.Satpam rumah membuka pagar, dan mendapati ada seorang wanita sedang menggandeng seorang anak berdiri di depan pintu pagar."Cari siapa?" tanya satpam."Saya mencari Arya," jawab wanita itu."Oh! Bapak masih tidur. Mau titip pesan apa? Biar nanti saya sampaikan." Satpam mengamati wanita yang berdiri di hadapannya."Nggak, Pak. Saya mau ketemu langsung dengan orangnya.""Maaf ya Mbak, sesuai aturan yang ditentukan di sini, orang asing dilarang masuk." Satpam hendak mengusir."Tapi saya ada kepentingan yang mendesak dengan Arya. Saya harus bicara dengan Arya.""Kepentingan apa toh? Dan Mbak ini siapa namanya?" Satpam mengerutkan kening melihat sikap si wanita yang memaksa bertemu dengan majikannya."Nama saya Ayu. Saya nggak bisa bicara dengan Bapak, saya hanya bisa bicara dengan Arya. Sebab ini adalah masalah pribadi.""Ya tetap saja, Mbak nggak bisa masuk ke
Dokter kemudian menyampaikan kepada Sandra dan Arya agar segera mencari pendonor dengan golongan darah yang sesuai.Mendengar hal tersebut, Sandra kembali menghidupkan ponselnya dan berusaha untuk menghubungi Rayhan."Hallo," ucap Sandra."Hallo. Kau lagi?" sahut Ayunda dari sebrang telepon."Apa Rayhan ada? Aku ingin bicara sebentar dengannya?""Rayhan sedang mandi. Karena kami akan mengadakan acara pemotretan prewedding.""Tolonglah aku mohon. Suruh dia ke rumah sakit kota sekarang. Levin butuh darah dari ayahnya untuk bisa bertahan hidup.""Ada ada saja, dramamu itu. Sudahlah... lupakan niatmu rujuk dengan Rayhan. Karena sampai aku matipun, aku tak akan membiarkan kalian kembali bersama."Melihat Sandra menangis sambil memohon melalui ponsel, Arya menjadi marah. Ia berjalan mendekati Sandra, dan merampas ponsel Sandra lalu mematikan sambungan teleponnya."Kenapa kau matikan teleponku? Kembalikan tele
"Tapi aku bicara yang sebenarnya. Levin memang sedang sakit sekarang." Suara Sandra terdengar putus asa."Kalau memang anak kamu sekarang sedang sakit, ya bawa ke dokter. Bukan malah menelepon anak saya. Anak saya bukan dokter," ucap Ayunda."Iya... tapi Levin sejak semalam mengigau memanggil Ayahnya.""Halah... saya nggak peduli dengan drama yang kamu buat. Rayhan dan Novi akan segera menikah. Kamu jangan ganggu mereka lagi hanya dengan alasan anak yang sakit atau apapun," ucap Ayunda kesal sembari menutup ponsel anaknya.Ayunda meletakkan ponsel Rayhan di atas meja kamar putranya. Kemudian ia berlalu ke ruang tamu menemui Novi."Bagaimana keadaan Novi?" tanya Ayunda."Sudah nggak apa apa kok. Perutnya juga sudah berhenti kontraksi. Dan yang keluar hanya bercak darah sedikit. Bukan gumpalan darah. Sudahlah Mama nggak usah terlalu khawatir, aku ke kamar dulu," ucap Rayhan.Novi dan Ayunda mendengar ucapan Rayhan dengan w
Setiap pagi setelah bangun tidur, Novi selalu merasa mual. Setelah mengeluarkan seluruh isi perutnya, seperti biasanya Novi akan berbaring di atas tempat tidur sambil melamun sebelum akhirnya ia pergi bekerja. "Tangan Om Dani benar benar bikin aku susah melupakannya." Novi bermonolog sambil membayangkan wajah Dani. "Hoek!" Novi kembali merasa mual. Kali ini, mual yang ia rasakan lebih buruk dari hari hari sebelumnya. Setelah rasa mulanya menghilang, ia bergegas mandi dan pergi ke kantor. Sore harinya, setelah selesai bekerja, Novi pergi ke Rumah Besar Lantana. Ia ingin meminta Ayunda menemaninya pergi ke dokter kandungan. "Mama ada Bi?" tanyanya pada Bi Sari yang sedang sibuk menyapu teras. "Nyonya Ayunda lagi pergi arisan, Non. Masih belum pulang." "Oh begitu. Pulangnya jam berapa biasanya Bi?" "Wah saya kurang tahu Non. Mungkin sekitar jam 7 malam. Rata rata sih, setiap pulan
"Memangnya apa Ma? Apa yang Mama lihat!" Dani malah membentak balik, Ayunda."Pa, tapi Papa itu.""Apa Ma! Papa apa? Papa menolak Novi datang ke sini, Mama marah. Papa mendukung Novi, Mama juga mau marah? Papa pusing lihat tingkah Mama!" seru Dani."Kami nggak ngapa ngapain Tante. Om hanya lihat gaun yang Tante belikan buat aku. Itu saja kok." Novi mencoba untuk menjelaskan."Mama dengar penjelasan Novi?" Dani melotot ke arah Ayunda lalu pergi keluar dari kamar tamu.Ayunda jadi terpojok dengan kata kata yang dilontarkan suaminya. Ia juga jadi canggung di hadapan Novi. "Ma?" "Ya ya. Maafkan Mama. Pikiran Mama sedang kacau tadi. Supir ada di depan. Kamu sudah siap untuk pergi kan?""Sudah Ma." Novi keluar dari kamar tamu. Di teras depan, Dani duduk membaca koran. Ketika Novi keluar dari rumah, Dani menoleh. Novi juga menoleh ke arahnya. Novi tersenyum ke arah Dani. Dani juga melakukan hal ya
"Sudah Mbak, nggak usah dipikirkan!" "Kok jadi ngeri begini sih obrolan kita?! Sudah mirip seperti di film film horror!" bentak Novi kesal karena rencananya menaklukkan Rayhan terancam gagal. Dan ia juga jadi ketakutan sendiri dengan Linda, sahabatnya."Ya memang serem mbak. Sudah, ayo saya antar pulang ke rumah Mbak saja. Saya nggak mau terseret kalau sesuatu buruk terjadi sama Mbak," ucap abang ojek.Novi mengikuti ucapan tukang ojek tersebut. Ia meminta tukang ojek itu mengantarkannya ke Rumah Besar Lantana.Beberapa waktu saat berkendara, Novi teringat akan ucapan kakek tua. Ia masih tak percaya dengan ucapan kakek tua tersebut. Tapi ia tak memiliki bukti kuat untuk membela Linda dimata masyarakat yang ada di sana.Sepeda motor akhirnya berhenti tepat di depan pagar. Tukang ojek terpukau melihat desain rumah yang begitu indah dan mewah.Novi turun dari sepeda motor, Ayunda yang saat itu sedang berada di taman, kaget melihatn
"Stop! Berhenti! Jangan bertindak bod*h di depan anak anak!" Sandra memperingatkan."Bukan aku yang memulai!" sahut Arya tak terima dengan teguran Sandra."Aku tahu itu Arya! Tapi Levin melihat ke arah kalian berdua!" seru Sandra.Arya melirik sebentar ke arah Levin. Perlahan lahan ia melepaskan genggaman tangannya di kemeja Rayhan."Jika kita bertemu di luar dan kau melakukan hal ini lagi, aku akan memberimu pelajaran yang tak akan pernah bisa kau lupakan seumur hidupmu!" Arya bicara pelan tapi suaranya masih terdengar jelas oleh Rayhan."Hai Levin!" Arya menyapa."Daddy juga kemari? Wah ini keren. Kalian sudah berbaikan rupanya," ucap Levin."Ya! Kami sudah berbaikan!" Arya mengangguk pelan. "Daddy duduklah di samping Papa. Aku akan panggilkan Ana ke sini. Dia pasti akan langsung berhenti menangis," ucap Levin seraya berlari masuk ke dalam kamarnya.Dan benar saja, saat Levin bilang jika ada Arya dat