"Dandan yang cantik. Kamu harus tampil sempurna hari ini. Aku ingin mengenalkanmu kepada temanku," ucap Rayhan sambil menoleh ke arah istrinya.
"Bukankah kita akan pergi ke danau, untuk bersantai bersama anak - anak?" tanya Sandra keheranan.
Rayhan menggelengkan kepala.
"Tidak, kita akan mampir sebentar ke rumah temanku. Setelah dari sana, baru kita bisa pergi ke danau.""Tapi Mas, aku malu. Untuk apa aku berkenalan dengan temanmu?" bantah perempuan berparas cantik tersebut.
"Kamu selalu mengajak aku berdebat! Dan membuatku marah! Aku hanya ingin mengenalkanmu saja, kepada temanku! Biar dia tahu, kalau aku memiliki istri yang cantik di rumah!" Rayhan bicara dengan nada meninggi.
"Memamerkan istrimu sendiri?" gerutu Sandra.
"Aku ini istrimu Mas, tapi kamu memperlakukan aku seperti barang yang dapat dibayar dengan selembar uang." Sandra bicara dalam hatinya.
Sandra menghela nafas panjang. Ia melanjutkan berdandan dan mewarnai bibirnya.
Selesai bersiap, mereka sekeluarga berangkat ke rumah Arya. Sepanjang perjalanan Sandra dan Rayhan tidak saling bicara. Hanya sesekali terdengar suara kedua anak mereka, sedang bersenda gurau.
Di rumah Arya, ia sendiri yang menyiapkan beberapa macam makanan untuk menjamu Rayhan dan keluarganya.
Arya adalah seorang duda, tampan, mapan dan terkenal royal. Umurnya 37 tahun, 3 tahun lebih tua dari Rayhan.
Di rumah, ia hanya tinggal sendirian saja. Jadi semua kegiatan membersihkan rumah, ataupun memasak ia lakukan sendiri.
"Ting! Tong!"
Suara bel pintu berbunyi. Arya bergegas membukakan pintu.
"Hai apa kabar? Ayo silahkan masuk."
"Aku menunggu di mobil saja ya." Sandra enggan turun dari mobil.
Rayhan tak menjawab, ia hanya melotot kepada istrinya. Sandra yang paham, kalau Rayhan tidak sependapat dengannya, hanya mampu mengikutinya dari belakang.
"Ayo mari silahkan duduk. Maaf rumah saya, masih kurang rapi. Maklum duda merana jadi ya beginilah," gurau Arya, disambut gelak tawa bebarengan oleh kedua sahabat itu.
"Ya makanya, ayo segera menikah! Enak ada yang menemani di rumah. Ada yang ngurus rumah juga," ujar Rayhan sambil melirik ke arah Sandra.
"Oh iya, kenalin ini istri aku!" Rayhan memperkenalkan Sandra kepada sahabatnya.
"Sandra!"
"Arya!"
Mereka berdua bersalaman. Dan saling memandang cukup lama.
"Mau aku buatkan teh hangat atau apa?" Arya bertanya kepada Sandra.
"Terserah saja Mas," jawab Sandra sembari tersenyum manis.
"Semua wanita itu istimewa dengan kata terserahnya. Karena terserah bisa berarti banyak hal berbeda."
Kata - kata Arya, membuat Sandra tersipu-sipu.
"Aku akan buatkan teh manis dengan sedikit es dan sentuhan Bungan mawar di atasnya, ya? Dan untuk anak anak, aku sudah siapkan ice cream coklat." Arya melanjutkan kalimatnya.
Sandra hanya mengangguk seraya tersenyum.
Wajah Sandra yang penuh senyuman, membuat Rayhan kesal.
"Kamu kenapa sih? Senyum senyum terus. Kamu salah tingkah ya?"
"Apa sih Mas? Salah tingkah seperti apa? Teman kamu menawarkan aku minum. Apa aku harus cemberut, saat ia bertanya padaku?" Sandra mengelak.
Tak butuh waktu lama, Arya kembali dengan membawa banyak makanan dan minuman.
"Wah banyak sekali yang dibawa ke sini?" tanya Rayhan.
"Banyak? Ah nggak lah, ini hanya sedikit. Cemilan untuk anak anak. Dan untuk kita bertiga."
"Saat ada sesuatu yang istimewa menghampiri, jangan abaikan ataupun di sia - siakan. Sebab kesempatan kedua, mungkin saja tidak akan ada lagi," ucap Arya sembari menyodorkan segelas teh mawar kepada Sandra.
"Terima kasih," ucap Sandra.
Jari jemari mereka yang tak sengaja bersentuhan, membuat kedua orang tersebut seperti merasa tersengat listrik. Keduanya menundukkan wajah dengan pipi yang memerah.
"Pa, lihat itu! Ana menumpahkan es nya. Bajunya kotor!" Levin memegang tangan Sang Ayah.
Rayhan mengambil tissue dan langsung membersihkan baju putrinya yang kotor.
"Arya, aku pinjam toilet sebentar," ucap Rayhan.
"Tentu saja. Letak toilet ada di ujung kamar pertama sebelah kanan. Sebentar aku siapkan handuk," jawab Arya penuh perhatian.
"Ma, Levin lapar Ma, Om Arya nggak ada mie goreng atau nasi goreng gitu?" Si kecil berbisik.
"Nanti saja kita makan di luar. Om Arya sibuk. Jangan membuatnya bertambah sibuk," jawab Sandra kepada anak sulungnya.
Arya yang mendengar ini, langsung menawarkan mereka untuk makan siang.
"Sebentar ya Levin. Om Arya sudah siapkan makan siang, untuk kita semua."
Sandra melirik tajam ke arah putra sulungnya.
"Levin jangan minta macam - macam."
Arya dan Sandra sering mencuri pandang. Saat mereka saling menatap, keduanya tersipu malu. Di mata Arya, Sandra adalah wanita yang sangat cantik.
"Kecantikan tidak hanya bicara tentang penampilan fisik tapi juga tentang hati dan perilaku. Kesederhanaan Sandra sungguh mempesona." Arya bicara dalam hati.
"Akhirnya selesai. Tapi tertinggal warna coklat di baju Ana." Rayhan menggendong Ana berjalan menuju tempat Arya dan Sandra duduk.
"Tidak masalah Mas, besok biar aku cuci menggunakan pemutih," jawab Sandra.
"Ah iya benar. Besok cuci baju itu dengan pemutih pasti nodanya menghilang." Arya ikut bicara.
"Kecuali luka di dalam hati, meninggalkan bekas yang entah kapan akan menghilang," gumam Sandra dalam hati.
"Ya sudah.. Ayo kita makan siang bersama."
"Makan siang? Siapa yang memasak?" tanya Rayhan dengan nada mengejek.
"Aku membelinya di warung depan rumah. Rasanya mantap kok."
"Tapi jika dibandingkan dengan masakan rumahmu mungkin rasanya sedikit berbeda." Arya meneruskan kata katanya.
"Ah tentu saja. Istriku pandai memasak. Dia membuat menu yang berbeda setiap harinya. Kami tak pernah makan di luar. Karena itu boros," ucap Rayhan dengan bangganya.
"Jika istrimu sakit? Apakah ia akan tetap memasak untuk kalian?" Arya penasaran.
"Ya itu kan sudah kewajibannya. Awas saja jika dia berani membantah." Rayhan menjawab dengan wajah serius.
"Kewajiban wanita itu mendidik anak anaknya untuk memastikan akhlak dan perilaku setiap anaknya baik dimata dunia dan Sang Pencipta," celetuk Arya.
"Kalau hanya soal makan, beli juga bisa." Arya bicara lagi.
Jawaban Arya membuat Rayhan geram.
"Ya terserah akulah. Sandra itu kan istriku."
Sandra yang merasa tidak enak hati, mencoba mencairkan suasana yang tampak memanas.
"Sudah - sudah jadi makan atau mau berdebat? Itu lihat lalatnya mulai makan lebih dulu."
Mereka bertiga menuju ke ruang makan diikuti oleh Levin dan Ana
Levin mengambil ayam goreng kesukaannya. Sedangkan Rayhan makan sambil menyuapi putrinya.
"Biar aku saja yang menyuapi Ana," ucap Sandra.
"Tidak! Kamu makan saja. Biar aku yang menyuapi putriku."
Meskipun tempramental dan suka memukuli istrinya, Rayhan adalah sosok Ayah yang penyayang bagi kedua anaknya. Wajahnya tampan namun garang, ia angkuh dan senang memerintah. Itulah watak Rayhan yang membuat Sandra tidak nyaman menyandang status sebagai 'Nyonya Sandra Rayhan Wijaya'.
Rayhan menyodorkan tissue kepada istrinya.
"Untuk apa Mas?"
"Pipimu kotor. Makan dengan hati hati."
Sandra mengambil tissue yang diberikan oleh suaminya dan segera membersihkan pipinya yang kotor.
Namun apa yang dilakukan oleh Sandra, malah membuat noda makanan makin melebar ke mana mana.
Secara reflek, Arya mengambil tissue bersih lain dan langsung membantu Sandra membersihkan wajahnya.
Rayhan melotot hingga kedua bola matanya hampir keluar dari tempatnya melihat apa yang dilakukan Arya pada istrinya.
"Mas, apa yang kamu lakukan?" Sandra gemetaran. Ia takut suaminya memukulnya.
"Kenapa hanya diam? Bagaimana rasa masakanku? Apa kau menyukainya?" tanya Novi."Apa kau tahu, bahwa Sandra saja tak pernah berani datang menggangguku di kantor pada jam jam sibuk seperti ini?" sahut Rayhan."Aku tak tahu. Tapi hanya sekedar datang ke sini untuk membawakan makan siang. Apa salahnya?""Memang tidak ada yang salah. Tapi aku tidak suka."Rayhan mengambil sedikit makanan lagi di ujung sendok dan mencicipinya. Ia kemudian melahap satu suapan besar, berisi sayuran dan daging sapi cincang."Tok! Tok!" Suara pintu ruangan Rayhan diketuk dari luar.Novi dengan sigap segera membuka pintunya."Terima kasih Bu San dra. Maaf saya kira tadi Bu Sandra yang membukakan pintu untuk saya," ucap seorang karyawan sembari menundukkan kepala."Tidak apa apa. Aku Novi. Calon istrinya Rayhan. Kau hafalkan namaku ya. Aku tak mau, jika kau sampai salah memanggil namaku lagi."Mendengar ucapan Novi, Rayhan langsun
Sementara itu di toko perhiasan, Dani mengambil perhiasan yang ia pesan. Setelah itu, ia menghubungi Novi. "Apa bisa kita bertemu?" ucap Dani melalui sambungan telepon."Siapa ini?" sahut Novi agak ragu."Om Dani.""Om Dani? Om kok tahu nomor hp aku? Om Dani tahu darimana?""Itu hal sepele Novi. Sekarang katakan, apa kita bisa bertemu?" ucap Dani."Bisa bisa Om. Om datang saja ke tempat kost saya.""Maaf saya nggak bisa. Kalau kamu mau, kita akan bertemu di Cafe Clementine. Saya akan tunggu kamu di sana, sekarang." "Baik Om. Iya saya akan datang." Novi menutup telepon. Ia bergegas datang ke Cafe Clementine.Suasana Cafe Clementine sangat sepi, karena hujan deras terus mengguyur sejak sore hingga malam. Dani duduk dengan santai di dekat pintu keluar. Tak berselang lama, Novi datang. Ia melambaikan tangan ke arah Dani."Om!" ucap Novi."Silahkan duduk.""Maaf ya aku buat Om me
Dani tiba tiba muncul. Ia berjalan tepat di belakang tempat Novi berdiri. Ayunda semakin curiga."Kalian mengobrol di halaman belakang?" tanya Ayunda."Ya! Kami mengobrol. Kau yang menginginkan hal itu sejak lama. Iya kan? Kau inginkan aku agar bisa menerima kehadiran Novi di rumah ini. Sekarang, kami sudah bisa berteman." Dani menyahut.Ayunda tak menjawab. Ia menatap wajah Dani dengan serius."Sekarang apa lagi? Kenapa wajahmu terlihat sangat marah?" tanya Dani.Ayunda tak memiliki bukti atas kecurigaannya. Ia hanya memiliki firasat saja. Jadi Ayunda mengabaikan hal itu dan memilih untuk tidak membicarakannya lagi.Dani beralih dari sana. Ayunda dan Novi kembali ke teras untuk mengobrol."Novi, apa kamu benar benar mencintai Rayhan?" tanya Ayunda."Kenapa Mama bertanya seperti itu? Mama kan tahu kalau aku sekarang sedang hamil.""Iya ya kau kan sedang mengandung anaknya Rayhan.""Lantas apa y
"Siapa yang mengundang pel4c*r ini kemari?" Wulan langsung menyela."Wulan jaga bicaramu! Caramu bicara benar benar menunjukkan kalau kamu tidak punya sopan santun!" seru Ayunda."Sopan santun diberikan kepada mereka yang pantas mendapatkannya!" Novi hanya menggelengkan kepalanya sambil tersenyum sinis. Ia mengamati 3 kotak kecil pemberian Dani yang ada di meja."Ada pembagian hadiah rupanya." Novi melirik ke arah Dani."Pa! Kenapa Papa diam saja! Ayo usir dia!" seru Wulan, emosi.Dani malah menundukkan wajah seperti orang yang terlihat kebingungan."Wulan! Jaga sikap kamu! Tamu yang datang ke rumah ini, bukan urusan kamu lagi!" Ayunda membela Novi."Mama!" seru Wulan tak terima."Ayo Novi, silahkan duduk." Ayunda meminta Novi untuk duduk di dekatnya. Membuat semua orang yang berada di sana merasa canggung."Kalian tak perlu merasa tak enak hati begitu. Aku ke sini, bukan tanpa sebab. Mama Ayu
"Aku minta maaf jika hal ini membuatmu cemburu. Aku tak bermaksud menyakitimu." Sandra khawatir Arya akan marah pada dirinya."Oh hanya itu... tapi untuk apa dia mengajakmu ke sana?" Arya menekan egonya."Papa mengundang semua anak dan menantunya untuk makan malam.""Pak Dani yang mengundang. Aku paham. Kalau begitu kau harus datang. Ayo cepatlah bersiap siap!""Apa kau tak cemburu?" "Aku tak cemburu. Hanya sedikit tergores di bagian jantungku. Tak apa aku mengerti. Pak Dani, butuh waktu untuk mengetahui kebenaran mengenai kalian berdua.""Aku minta maaf jika hal ini membuatmu terluka," ucap Sandra."Tidak sayang. Aku paham posisimu memang tidaklah mudah. Jika Pak Dani sampai sakit karena mengetahui kebenaran pahit mengenaimu dan Rayhan, hal ini akan membuat banyak orang sedih termasuk dirimu."Arya berpamitan pulang. Tapi Sandra melarangnya."Aku pulang dulu ya?" "Tidak. Jangan pulang tetapl
Karena merasa terganggu dengan perilaku Ayu, maka terpaksa Arya melaporkannya ke kantor Polisi. Tanpa ampun, Ayu langsung ditangkap oleh Polisi, malam itu juga. Hal ini membuat Ayu panik sekaligus marah. Karena ada anak kecil yang masih memerlukan dirinya, tapi dia tak lagi bisa menjaganya.Dan bukan hanya itu, suaminya ikut shock mendapati kebenaran mengenai Ayu. "Kurang ajar kau Arya! Beraninya kau melakukan ini padaku!" Ayu berteriak teriak di balik jeruji besi.****Sandra masih ada di dalam kamarnya. Ia membuka matanya perlahan dan menoleh ke arah jam dinding."Sudah jam setengah enam pagi. Aku akan lihat apakah Liya sudah memasak di dapur atau masih tertidur pulas di kamarnya."Saat Sandra sampai di dapur, ia melihat Liya yang sudah sibuk dengan berbagai peralatan memasak. Kedua api kompor menyala, satu kompor digunakan untuk menggoreng dan satunya lagi digunakan untuk merebus."Liya... tumben sepagi ini
Setelah dibujuk begitu lama Sandra akhirnya menyetujui permintaan Arya. Ia mandi dan setelah mandi ia mengenakan gaun tercantik yang ia miliki.Sedangkan Arya duduk di ruang tamu sambil memainkan ponselnya. Ia mengirim pesan teks kepada Ayu.[[Ayu kita bertemu sebentar lagi di Cafe Valeria. Jika kau tak datang, besok pagi segera kembalikan uang sepuluh juta yang kau pinjam dari rumahku kemarin.]] Ayu dari sebrang telepon membaca pesan dari Austin dengan perasaan yang tak dapat dijelaskan. Jadi Ayu langsung datang ke Cafe yang disebut oleh Arya.Sandra sudah selesai berdandan. Ia nampak anggun dan cantik."Kau cantik sekali. Sehingga mata pria manapun tak akan berkedip saat memandangi wajahmu." Arya merayu."Laki laki memang pandai merayu.""Dan kau menikmati rayuanku," ucap Arya seraya mengedipkan salah satu matanya.Arya berjalan menuju dapur. Ia meminta Liya untuk menjaga anak anaknya sebentar."Liya
"Kau sudah lama di sini? Oiya siapa dia?" Si wanita menempel kepada Arya."Dengan calon istriku," ucap Arya seraya meraih tangan Sandra."Kenalkan dia adalah calon istriku. Kami akan segera menikah," ucap Arya lagi sembari berbisik ke telinga Sandra agar Sandra mengajak wanita tersebut bersalaman.Wanita tersebut nampak kaget mendengar pernyataan Arya."Hai... kenalkan aku Sandra.""Hai aku Ayu. Senang berkenalan denganmu," ucap Ayu dengan senyuman sinisnya."Maaf kami harus segera pergi dari sini," sahut Arya mencoba menjauhkan Sandra dari Ayu."Tapi anak anak belum selesai bermain!" tukas Sandra."Anak anak? Kalian memiliki anak?" Ayu kaget."Iya kami memiliki dua orang anak," jawab Arya."Mustahil! Kalian belum menikah tapi kalian sudah memiliki anak? Apa kalian," tanya Ayu yang semakin penasaran namun belum selesai ia mengatakannya, Arya menyela ucapannya."Itu bukan urusanmu. Bica
Sandra menundukkan wajahnya, ia masih berpikir tentang perkataan Bu Yuly, tetangga Arya, barusan."Jika aku bercerai dari Rayhan, maka aku akan menyandang status janda. Janda beranak 2. Tak mungkin ada lelaki yang mau menikahi ku." Sandra merasa rendah diri."Hai," ucap Arya yang berjalan mendekati Sandra."Ya." Sandra menjawab singkat tanpa mau melihat ke arah Arya."Kau lama sekali di toilet. Jadi aku menyusulmu." "Maaf jika membuatmu menunggu." Sandra berlalu begitu saja dari hadapan Arya. Membuat Arya mengernyitkan dahinya.Keduanya masuk ke dalam mobil. Levin, Ana dan Liya sudah duduk lebih dulu di dalam mobil."Kenapa diam saja?" tanya Arya sembari memegang kendali mobilnya."Tidak." Sandra menggelengkan kepalanya. Mencari kesibukan sendiri dengan melihat layar ponselnya. Arya terus memperhatikan sikap Sandra yang agak berbeda dari biasanya."Apa kau baik baik saja? Kau diam saja sejak tadi." Ary