Rayhan memegangi tangan Arya. Ia mencengkeram tangan sahabatnya dengan erat sembari menatap dalam.
"Jauhkan tanganmu dari wajah istriku!" Rayhan memberikan peringatan tegas."Aku hanya membantunya saja. Kalau kau memang peduli, harusnya kau yang membantunya!" sahut Arya.Arya kembali duduk. Rayhan dan Arya sama sama terlihat mengatur nafas mereka agar tak tersulut emosi. Makan siang kembali dilanjutkan. Arya mencoba sebaik mungkin untuk mencairkan suasana yang sempat memanas.*****Setelah selesai berkunjung dan makan siang bersama di rumah Arya, Rayhan dan keluarganya melanjutkan perjalanan menuju ke Danau Blue Bell.Sandra duduk di samping Rayhan yang memegang kendali mobil. Netranya memandang jauh ke depan.Ia terhanyut dalam lamunannya sendiri, sepanjang perjalanan. Bayangan Arya mulai muncul dalam benaknya. Bagaimana mereka berkenalan dan cara Arya menawarkan minum, membuat wanita ini terkesan.Raut wajahnya yang cantik, mengembangkan senyum. Hal ini tak sengaja dilihat oleh Rayhan, suaminya."Eh kenapa senyum - senyum sendiri?" tanya Rayhan sambil menaikkan kedua alisnya."Apa sih Mas? Aku hanya mengingat perjalanan pernikahan kita yang sudah sejauh ini.""Ehmmm! Aku ingin tahu pendapatmu tentang Arya?" tanya Rayhan lagi kepada istrinya."Arya? Menurut aku dia lelaki baik. Wajahnya polos dan terlihat sabar."Rayhan yang mendengar jawaban itu, langsung berceloteh."Benar. Tepat sekali. Dia lelaki polos yang bodoh dan gampang ditipu. Itu sebabnya dia menjadi duda. Wanita yang mendekati dirinya hanya mau uangnya saja."Sandra yang mendengarkan, merasa terkejut sekaligus heran."Arya sering ditipu oleh wanita? Jadi dia hanya dianggap sebagai ladang penghasil uang oleh wanita?" Sandra penasaran."Itulah sebabnya terlalu baik kepada wanita, tak ada gunanya. Bahkan orang terdekat, mungkin saja melukaimu begitu dalam!" Rayhan menjelaskan.Sandra merasa tersindir. Dia hanya bisa diam. Dan kembali duduk termenung dan melamun. Sandra memejamkan mata, ternyata wajah Arya begitu lekat dalam ingatannya."Menilai tentang kehidupan orang lain adalah perkara yang sangat mudah. Tapi untuk mengakui kelalaian yang ada pada diri sendiri, butuh hati yang lapang dada, Mas," ucap Sandra dalam hati.Sandra tertidur sejenak, pikirannya lelah. Mengingat kenangan pahit yang banyak menggores luka. Pengalaman manis dalam hidup Sandra saat ini adalah saat mengenang pertemuan pertamanya dengan Arya."Ah perasaan apakah ini?"Levin kemudian menepuk bahu sang Ibunda."Mama! Bangun Ma! Kita sudah sampai di Villa.""Kemana Papa?" tanya Sandra yang baru saja membuka matanya."Itu!" jawab Levin seraya menunjuk ke arah pintu depan Villa.Villa Dayara Resort adalah Villa langganan keluarga Rayhan. Berada tepat di sisi Danau Blue Bell. Kanan dan kirinya terdapat pohon Pinus. Udaranya sejuk karena berada di lereng gunung.Mereka sekeluarga turun dari mobil. Menuju kamar masing-masing. Seperti biasanya, Levin memilih kamar dengan jendela yang langsung menghadap ke Danau."Ana tidur sama aku saja ya Ma? Please!" Si kecil memohon sambil mengatupkan kedua tangannya."Tapi ada syaratnya. Kalian tidak boleh bermain sampai larut. Tidak ada handphone selama disini. Tidak ada yang bermain game online!""Lalu kami main apa Ma?" tanya keduanya kompak."Mama sudah bawa banyak sekali mainan kalian. Kalian bisa main itu saja." Sandra menjelaskan kepada kedua anaknya sembari menenteng tas berisi penuh dengan mainan.Sandra menutup pintu kamar anak anaknya, lalu menuju kamar utama yang terletak di dekat pintu keluar. Sandra merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur.Rayhan datang ke kamar, dan berjalan menghampiri istrinya yang sedang tidur terlentang di atas pembaringan."Hari ini aku ingin pelayanan ekstra di atas pembaringan. Buatlah tubuhmu harum. Supaya hasratku makin bergejolak. Hari ini ulang tahun pernikahan kita. Kita akan bersenang-senang." bisik Rayhan kepada istrinya.Sandra melirik ke arah Rayhan dan tak banyak bicara. Ia melakukan semua yang diperintahkan suaminya. Memijat tubuhnya dengan lulur istimewa beraroma mawar.Selesai mandi, ia mengenakan gaun tidur dengan bahan sutra. Duduk menonton televisi di dalam kamar menunggu suaminya datang.Saat Rayhan datang, ia mengecup kening sang istri. Tanpa ada pemanasan, ia langsung menembakkan senjata pamungkasnya ke dalam goa."Sakit." Sandra berbisik lirih sembari memejamkan mata.Ternyata Rayhan tidak peduli dengan ucapan istrinya. Ia hanya memuaskan keinginannya saja.Di bawah dekapan Rayhan, Sandra tidak dapat merasakan kenikmatan selain rasa sakit akibat goresan senjata pamungkas yang begitu kuatnya.Rayhan menggendong Sandra ke atas sofa dan menyerang lagi dengan senjatanya. Sandra hanya bisa menahan sakit."Sedikit lagi!" Rayhan bicara pelan sembari mendorong senjatanya lebih dalam.Akhirnya keluarlah adonan kental berwarna putih, yang sejak tadi tertahan.Usai melakukan olahraga, Rayhan tertidur di atas ranjangnya. Sementara istrinya harus tertatih berjalan ke dalam kamar mandi.Sandra membersihkan tubuhnya, perlahan. Sambil meringis menahan sakit pada area sensitifnya."Aduh.. Perih sekali." Sandra mengeluh.Bertahun tahun menikah, Sandra tidak pernah merasakan keindahan surga dunia itu. Setiap kali selesai berolahraga panas dengan suaminya, yang ada hanya rasa sakit."Aku seorang istri, Aku ibu dari anak anakmu. Tapi bahkan di atas ranjangku sendiri, aku diperlakukan tidak sepantasnya."Sandra merebahkan tubuhnya setelah selesai membersihkan diri, bersiap untuk tidur. Namun tangan suaminya kembali meraba area sensitif istrinya. Rupanya keinginan olahraga Rayhan kembali datang.Namun untuk kali ini, Sandra menepis tangan suaminya."Maaf mas... Aku lelah. Aku ingin tidur."Jawaban Sandra membuat Rayhan marah.Ia memukuli istrinya. Menampar wajahnya. Membanting tubuh istrinya ke arah sofa."Plak...! Plak...! Plak..!""BRAK!""Kenapa kau menolakku!" pekik Rayhan.Sandra menjawab pelan, dengan netra yang dipenuhi air mata."Aku tidak menolak. Hanya ingin istirahat. Karena rasa perihnya masih tertinggal di dalam."Rayhan dengan mata membelalak, meraih pakaian Sandra"Cepat! Tanggalkan bajumu!""Tidak mas. Tolong jangan paksa aku. Aku masih merasa sakit." Sandra sampai harus berlutut di kaki suaminya, memohon dikasihani.Rayhan tidak mempedulikan itu. Ia menarik kencang baju istrinya, hingga robek. Dan kulit lengan istrinya, terkelupas. Tak ayal hal ini membuat Sandra kecewa. Hatinya tersayat.Ia mencucurkan air mata dengan jeritan pilu yang mengiris hati."Nafkah batin adalah hak seorang istri. Sayangnya hak yang satu ini juga kau berikan secara tidak manusiawi."Rayhan mengepalkan tangan mendengarkan kata kata Sandra. Apa yang dibicarakan Sandra adalah kebenaran, namun Rayhan yang angkuh enggan menerima pernyataan istrinya. Apalagi meminta maaf kepada istrinya."BRAK!!"Terdengar suara Rayhan membanting kursi kayu dengan penuh emosi."Cari bajumu dan enyah kau dari hadapanku sekarang! Emosiku sedang ada pada puncaknya! "Rayhan mencengkeram leher istrinya."Kau tahu... Jika aku marah aku bahkan mampu membunuh dirimu." Rayhan mengancam.Sandra bergegas mengenakan baju. Ia keluar dari kamar dengan kondisi yang tidak baik. Ia terisak isak dalam diam, menahan suara tangisan. Agar anak anaknya tak mendengar suara sedih ibunya.Wanita itu berdiri sendirian di dekat jendela ruang tamu. Rambutnya masih terlihat acak - acakan. Matanya sembab. Ia meratapi kepedihan hidup yang kerap dialami."Ma, Mama kenapa? Kok Mama menangis?" Levin tiba tiba datang menghampiri Ibunya.Sandra dengan cepat mengusap air mata yang dari tadi membasahi pipinya."Mama bertengkar sama Papa ya? Kok baju Mama sobek?" Levin mengajukan pertanyaan lagi."Masuk ke dalam kamar!" Suara melengking terdengar.Rayhan berdiri di depan kamar sambil melotot."Kalau aku bilang masuk! Artinya kau harus masuk!" Rayhan kembali berteriak.Levin diam mematung. Sandra mengikuti perintah Rayhan dan Rayhan sendiri berjalan dengan marah ke arah Levin."Ampun Pa!" Levin ketakutan.Johan sudah sampai di depan kamar pembantunya. Suara Asih dan Viko terdengar makin jelas di telinganya. "BRak!" Johan menendang pintu kamar pembantunya. Membuat sepasang sejoli itu menghentikan aktivitas panas mereka.Keduanya tertangkap b4$ah sedang melakukan perbuatan terlarang. Wajah Asih dan Viko tampak memerah. Keduanya bahkan tak bisa bergerak atau sekedar memberikan penjelasan.Asih hanya bisa menyembunyikan dirinya di dalam selimut. Ia membiarkan rambut panjangnya yang acak acakan menutupi wajahnya. Viko dengan cepat memakai celananya. Lalu berdiri dengan tegak menghadap ke arah Johan. "Sejak kapan kalian melakukan hal ini?" Johan mulai menginterogasi Viko dan Asih."Itu Pa. Anu, kami hanya bermain main sedikit saja." Viko menjelaskan dengan gugup. Suaranya terbata bata. Wajahnya menunduk melihat lantai tak berani menatap mata ayahnya."Anu itu! Apa? Viko, Papa sudah ingatkan kamu! Jangan sampai kamu menyakiti
Aurelia menarik tangan Divya. Ia ingin berdiskusi sedikit dengan Ibunya. "Ma, aku ingin bicara sebentar." "Bicara apa? Bicara saja di sini." "Tidak bisa Ma, ini rahasia." Aurelia berbisik. Divya mengikuti Aurelia ke sisi belakang restoran. "Ma... aku sudah belikan sepasang cincin untuk Ana dan Viko. Jika pertunangan mereka dipercepat, apa pendapat Mama?" "Dipercepat kapan? Sekarang?" "Iya sekarang, malam ini juga." Aurelia mengangguk. "Mama sangat setuju. Jangan menunda waktu, untuk meresmikan hubungan mereka." "Aku harus bicara dengan Viko lebih dulu. Akhir akhir ini dia jadi pembangkang karena bergaul terlalu dekat dengan Asih." "Asih siapa? Pembantu di rumah kamu itu?" tanya Divya. "Iya!" Aurelia mengangguk. "Jangan jangan Viko dan Asih sudah melakukan hubungan suami istri! Mama sudah sering mengingatkan kamu. Tapi kamu nggak pern
Resto Night Golden Empress sudah dipenuhi dengan keluarga calon besan. Ayunda dan Rayhan tampak kompak mengenakan busana batik.Helena dan Aland duduk di dekat kolam kecil bersama dengan Agatha dan juga Dimas.Sulastri ditemani oleh Arnold juga hadir di sana. Semua keluarga besar Ana hadir, untuk memberikan dukungan.Aurelia dan Johan menatap semua keluarga Ana dengan penuh senyuman ramah. Aurelia berjalan ke arah Sandra. Mereka saling berpelukan sembari mengucapkan salam. Seluruh anggota keluarga duduk bersama."Apa kita akan melangsungkan acara pertunangan? Kenapa acaranya semewah ini?" ucap Rayhan."Tentu saja acaranya harus mewah. Karena ini adalah penyatuan keluarga besar kita. Kita tak bisa mengadakan acara yang biasa biasa saja," sahut Johan."Viko ayo ke sini," ucap Divya yang tidak senang saat melihat Viko memainkan ponsel di tangannya."Iya Nek." Viko mengangguk."Viko, jangan memegang ponsel terus men
Saat sampai di dapur, Aurelia tak melihat siapapun kecuali Asih yang sedang berdiri dengan wajah ketakutan menatap ke arahnya. Aurelia memperhatikan bibir Asih yang basah. Rambut pembantunya juga terlihat sedikit berantakan. Satu kancing bajunya juga terbuka. "Apa yang terjadi Asih?" Aurelia bertanya sambil melihat ke arah sekelilingnya dengan cepat. "Saya tidak sengaja menyenggol gelas, Nyah." Asih tampak gugup saat menjawab. "Kenapa kau tidak fokus saat bekerja?" Aurelia melirik ke arah kamar mandi kecil yang ada di dekat dapur. Ia dapat menangkap bayangan seseorang yang sedang bersembunyi di balik pintu kamar mandi. "Siapa yang sebenarnya sedang kau sembunyikan?" ucap Aurelia penuh curiga. "Menyembunyikan apa Nyah? Tidak ada. Saya tidak menyembunyikan siapapun." Asih menggelengkan kepala. Aurelia dengan marah menerobos masuk ke dalam kamar mandi. Saat ini, Viko sudah berhasil
Keesokan harinya, Arya menghubungi Johan melalui telepon kantornya. Ia mengatakan jika ingin segera mengatur hari pertunangan Ana dan Viko.Kabar baik ini tentu saja disambut dengan tangan terbuka oleh Johan. Johan mengajak keluarga besar Arya untuk menghadiri acara makan malam.Arya juga mengabarkan hal baik ini kepada Rayhan. Rayhan tertawa senang mendengar anak gadisnya mau menuruti ucapannya. "Jadi malam ini kita akan bertemu dengan keluarga Johan?" "Ya! Malam ini kita akan datang untuk bertemu mereka. Aku harap, kau juga bisa ikut hadir dalam pertemuan penting nanti malam." "Tentu saja aku akan hadir! Ana adalah putri kandungku. Siapa lagi yang akan menikahkan dia, kalau bukan aku, ayah biologisnya!" Rayhan mematikan sambungan telepon. *****Mata Asih mulai memerah. Air di sudut matanya tak dapat lagi ia bendung. Ia menangis sesenggukan di pojokan dapur. Namun Asih tak bisa larut dalam kesedihan terlalu lama. Karena Aurelia, Nyonya rumahnya sudah memanggilnya. "Asih! Asih!""
Ana tak menjawab. Ia malah pergi begitu saja, menghilang dari pandangan Andrew. Ana meminta asisten rumah tangganya untuk mengatakan pada Andrew, jika dirinya tak mau bertemu dengan siapapun. Ana juga meminta asisten rumah tangga itu untuk mengatakan jika Andrew tak perlu datang lagi untuk menemuinya.Sang asisten rumah tangga dengan patuh mengikuti semua perkataan majikannya tanpa banyak bertanya. Sandra yang melihat hal itu, menegur sikap putrinya yang menurutnya terlalu kasar. "Tidakkah lebih baik kau temui Andrew? Dan selesaikan semuanya dengan baik? Ana, masih ada waktu jika kau mau membatalkan semuanya! Mama akan bicara pada papa." "Tidak Ma. Sudah aku bilang tidak. Aku ingin berbakti kepada Papa." Ana bersikeras.Asisten rumah tangga berdiri di depan Andrew. Ia mengatakan persis seperti apa yang dikatakan oleh Ana.Mendengar semuanya itu, Andrew merasa kecewa. Tapi ia tak bisa berbuat apa apa selain keluar dari rumah mewah itu.*****Hari ini, Abel mulai masuk ke kantor untuk