Share

Bab 2 Kata-kata pamungkas

Author: LibraRahutia
last update Last Updated: 2023-11-15 12:22:01

"Lepaskan gadis itu!"

Terdengar suara teriakan seseorang, membuat ketiganya langsung menoleh. Dengan rasa penasaran yang tinggi, salah satu dari kedua preman tersebut mendekati orang tersebut, yang masih belum diketahui wajahnya, karna memang pencahayaan di jalan tersebut sangat minim.

"Hei, siapa di sana??" teriak balik preman tersebut sambil berkacak pinggang.

Sementara salah satu preman lainnya masih memegang lengan Ayuna. Namun tak sekuat tadi, melihat genggaman preman tersebut melonggar, Ayuna pun berusaha melepaskan kembali tangannya dari genggaman sang preman.

"Akkhhh ...." Preman tersebut memekik kesakitan saat tangannya digigit oleh Ayuna, hingga cekatan tangannya di lengan gadis itu terlepas.

"Wanita sialan," umpat preman bertato tersebut, sambil mengibas-ngibaskan tangannya karena rasa sakit.

Sedangkan Ayuna langsung berlari menjauh, namun baru beberapa langkah, tiba-tiba tangannya kembali ditarik oleh preman berambut gondrong.

"Lepaskan aku, lepas!" teriak Ayuna sambil memberontak

"Sudah kubilang lepaskan gadis itu!"

Teriak orang misterius itu lagi, sambil melangkahkan kakinya mendekat.

"Siapa kau, berani sekali mengganggu kesenangan kami, sudah bosan hidup kau, rupanya," ucap preman berambut gondrong yang masih memegang lengan Ayuna itu.

Sedangkan preman yang memiliki tato tersebut, yang tadinya hendak menyerang pemuda misterius itu, langsung menghentikan langkahnya, saat melihat siapa sosok tersebut. Walaupun tidak begitu jelas, namun preman tersebut cukup mengenal siapa sosok tersebut dari postur tubuhnya.

"Pepeng, sebaiknya kau lepaskan saja gadis itu. Dan kita pergi dari sini," ucap preman tersebut.

Setelah mengatakan itu preman dengan wajah sangar itu kembali menatap ke arah pemuda yang ada di hadapannya, setelahnya melangkah meninggalkan tempat tersebut. Yang diikuti temannya, yang dengan terpaksa harus rela melepaskan mangsanya begitu saja.

"Apakah kamu, terluka?" tanya pemuda yang masih misterius itu.

"Ayo, biar saya antar kamu pulang," sambungnya sambil membantu Ayuna yang masih terduduk di atas tanah.

Sepanjang jalan, keduanya hanya saling diam, Ayuna yang merasa penasaran sesekali melirik ke arah pria tersebut, lelaki tinggi, dengan tubuh tegap itu, entah mengapa membuat hati Ayuna berdebar-debar, seolah ada suatu gejolak yang gadis itu rasakan, saat berdekatan dengan pria asing tersebut. Ayuna kembali melirik ke arah lelaki tersebut, yang sayangnya tidak terlalu begitu jelas, karena lelaki itu memakai topi di atas kepalanya, sehingga menutupi sebagian wajahnya.

Tak terasa keduanya sampai di depan pagar rumah Ayuna. "Apa ini, rumahmu?" tanya pria tersebut.

"Hah? Oh i-iya," jawab Ayuna tergagap karena merasa grogi.

"Baiklah kalau begitu saya pulang dulu," ucap lelaki yang masih belum diketahui namanya tersebut.

"Terimakasih, untung ada kamu yang menyelamatkan aku, kalau tidak aku tidak tau apa yang akan mereka lakukan, terhadapku," ucap Ayuna sambil mengingat kejadian buruk yang menimpanya tadi.

Pemuda yang memakai topi hitam tersebut mengangguk." Lain kali, hati-hati," ucapnya.

Setelah itu, lelaki tersebut pergi begitu saja dari kediaman juragan Wildan, sedangkan Ayuna sendiri hanya bisa memandang punggungnya hingga menghilang ditelan kegelapan malam.

"Astaga, kenapa aku tidak tanya namanya tadi, dasar bodoh," ucapnya merutuki kebodohannya sendiri.

Setelahnya, Ayuna langsung melangkahkan kakinya memasuki rumah, karena takut jika sang ayah memarahinya karna pulang terlambat.

Ceklek

Terdengar suara pintu dibuka, setelahnya perlahan terlihat Ayuna memasuki rumah tersebut." Huuff,, untung saja tidak dikunci," ucap Ayuna merasa lega.

"Baru pulang, kamu?" ucap seseorang, yang tidak lain adalah suara sang ayah, juragan Wildan.

"Eh, Ayah belum tidur ternyata," ucap gadis itu sambil memaksakan senyum. Dalam hatinya berdebar karena takut.

Juragan Wildan bangkit dari duduknya, dan melangkah mendekati Ayuna yang saat itu masih berdiri di depan pintu. "Ck, kamu ini ya, susah sekali kalau dibilangin. Bukannya tadi ayah bilang pulang tepat waktu, kenapa kamu tidak menurutinya, hah?" ucap juragan Wildan kesal.

"Ya maaf yah, lagi pula kan aku hanya kerumah Lola, masa begitu saja Ayah marah sih," ucap gadis tersebut mencebikkan bibirnya.

Juragan Wildan menghela nafas berat, sambil memijat pelipisnya yang terasa berdenyut.

"Masalahnya kamu itu tidak menepati janji, yang sudah kamu buat sama ayah. Atau sebaiknya kamu ayah nikahkan saja, biar ada yang mengatur kamu?" ancam juragan Wildan.

"Ayah apa-apaan sih, selalu mengancam aku dengan kata-kata itu, bukannya sudah aku katakan jika aku belum mau menikah yah? Apa lagi dengan laki-laki yang tidak aku kenal," ucap Ayuna yang terlihat kesal.

"Makanya kamu itu kalau dibilangin menurut dong sama ayah, coba lihat itu pakaian dan penampilan kamu, kenapa acak-acakan, seperti itu?" tanya juragan Wildan, yang baru menyadari penampilan sang putri yang sedikit berantakan.

"Gawat, bagai mana ini, tidak mungkin kan aku beritahu ayah, jika tadi aku hampir saja dilecehkan, bisa-bisa ayah semangkin gencar untuk menikahkan aku," gumam gadis itu dengan suara yang sangat pelan, bahkan sang ayah tidak dapat mendengarnya.

"Jawab! Kenapa diam," ucap juragan Wildan kembali bertanya.

"I-itu tadi karena aku terjatuh di halaman yah, tersandung," ucap Ayuna memberi alasan.

"Benarkah?" tanya sang ayah, yang masih belum percaya.

"Iya benar yah," jawab Ayuna meyakinkan.

"Ya sudah kalau begitu sebaiknya kamu segera masuk ke dalam kamar, ayah juga ingin segera tidur."

***

Sedangkan di tempat lain, tepatnya di sebuah rumah sederhana, terlihat seorang wanita paruh baya yang sedang berdiri di depan sebuah pintu kamar.

Tok ... tok ... tok ....

"Nak, bangun sudah siang!" terdengar suara seorang wanita yang memanggil anaknya dari luar pintu kamar.

"Iya bu," jawab seseorang dari dalam kamarnya.

Ceklek ....

Terlihat seorang pemuda yang sudah terlihat rapi.

"Loh, ibu kira kamu belum bangun, terus ini sudah rapi kamu mau ke mana, nak?" tanya sang ibu.

"Iya bu, Jaka mau ke rumah neng Indah, soalnya dia minta ditemani kerumah saudaranya yang ada di kampung sebelah," jawab pemuda bernama Jaka tersebut.

"Oh, ya sudah, kalau begitu kamu sarapan dulu, itu sudah ibu siapkan di meja makan," jelas sang ibu, yang langsung diangguki oleh pemuda tersebut.

Pemuda itu melangkah menuju meja makan yang terletak di dapur, di sana juga sudah terlihat seorang lelaki paruh baya, yang sepertinya sedang dalam keadaan yang kurang sehat. Terbukti dari wajahnya yang sedikit pucat, serta koyo yang menempel di kedua sisi kepalanya, serta sebuah syal yang melilit di lehernya.

"Pak," sapa pemuda itu pada lelaki paruh baya tersebut. Yang tak lain adalah orang tuanya sendiri yang bernama Agus.

"Nak, duduklah! Kebetulan bapak ingin membicarakan sesuatu dengan mu," ucapnya sambil menatap sang putra." Sebaiknya kita makan terlebih dahulu," sambungnya lagi.

Beberapa menit kemudian, akhirnya ketiganya pun selesai dengan aktivitas makannya. Sepertinya pak Agus akan kembali membahas pembicaraan yang tadi sempat ia ingin sampaikan pada putranya. Namun sebelum lelaki paruh baya itu bicara, ia sempat melirik ke arah istrinya yang saat itu juga sedang menatapnya, lalu setelahnya terlihat sang istri mengangguk.

"Begini nak, kemarin ada seseorang yang datang menemui ibu dan bapak, dan kedatangannya bertemu kami, untuk memintamu agar mau menikah dengan putrinya," ucap pak Agus

"Apa, menikah?"

Next

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Gairah Terpendam Anak Juragan Kampung   Bab 100 .

    Indah masih melamun memikirkan perasaan Jaka terhadapnya sekarang, apakah perasaan pemuda itu telah berubah terhadapnya? Atau yang lebih menyakitkan apakah mungkin sekarang pemuda yang sangat dicintainya tersebut sudah tidak perduli lagi dengannya, dan sudah jatuh cinta kepada istrinya? "Bang, apa kamu sudah tidak perduli lagi denganku?" Jaka menghela nafas panjang, lalu menatap wanita di depannya yang menunduk dengan wajah sedih karna perkataan Jaka barusan. "Justru karena aku perduli padamu Neng, sebaiknya kamu turuti saja permintaan Bapakmu, dan cobalah, walaupun kamu belum mencintai Ciko, tetapi cinta itu bisa tumbuh dengan seiring berjalannya waktu," "Bang! Kenapa Bang Jaka berubah? Kenapa kamu tega memintaku untuk menerima lelaki lain di hidupku? Aku tidak mau Bang, aku cinta kamu, dan aku maunya hanya sama kamu Bang Jaka," pekik Indah dengan suara lantang, membuat dada seseorang bergemuruh karena ucapan tersebut. "Mengapa kau berteriak kepada suamiku?" Deg Indah k

  • Gairah Terpendam Anak Juragan Kampung   Bab 99 . Perasaan yang memudar

    Jaka masih membeku, merasa bingung tidak tahu harus menjawab apa, sedangkan Ayuna yang melihat keterdiaman suaminya, kembali memeluk Jaka. Namun kali ini Jaka pasrah, tidak mungkin dirinya kembali menolak, bisa-bisa Ayuna akan semakin bertingkah dan kembali mengomel padanya. "Uh, nyaman sekali memeluk suami," gumam Ayuna sambil mencari kenyamanan dari tubuh sang suami. Ayuna mendongak untuk melihat Jaka, lelaki itu sedikit gelisah, dan merasa kurang nyaman dengan pelukan sang istri, namun Jaka tidak bisa melakukan apapun, matanya mencoba fokus menatap layar televisi yang ada di depannya. "Kenapa sih Mas, kok sepertinya gelisah banget?" Jaka menunduk, untuk melihat Ayuna yang ternyata juga sedang menatap kearahnya. Deg Tatapan keduanya bertemu, jarak wajah mereka hanya satu jengkal, bahkan hembusan nafas dari keduanya dapat mereka rasakan, Ayuna tersenyum manis, lalu tanpa aba-aba gadis itu langsung menempelkan bibirnya di atas bibir Jaka. Glek Jaka menelan ludah saat mer

  • Gairah Terpendam Anak Juragan Kampung   Bab 98 . Janji Jaka

    Ayuna masih menunggu jawaban yang akan diberikan oleh Jaka, Ayuna berharap jika suaminya itu akan mengatakan tidak. Namun jika pemuda itu memang ingin berpisah darinya, mungkin gadis itu akan mempertimbangkan permintaan suaminya tersebut. 'Ya Tuhan, begini kah rasanya mencintai tanpa dicintai? Padahal belum ada satu bulan kami menikah, namun rasanya hati ini sudah tidak kuat. Kenapa sangat sulit bagiku untuk mendapatkan cinta suamiku Tuhan? Apa karena aku tidak pantas untuknya? Atau karena aku telah menyakiti hati Indah, makanya Engkau menghukum ku dengan cara ini? Agar aku juga merasakan sakit hati, seperti apa yang Indah rasakan karena aku telah merebut Jaka darinya? Jika memang dengan cara ini Engkau mau mengampuniku, aku ikhlas Tuhan. Aku rela sakit hati, asalkan Engkau mau bermurah hati untuk membuat suamiku mencintaiku,' batin Ayuna penuh permohonan kepada yang Maha Kuasa. Jaka sendiri masih membeku, bingung. Itulah yang Jaka rasakan saat ini, dalam hati pemuda itu merutuki

  • Gairah Terpendam Anak Juragan Kampung   Bab 97 . Saya bersedia melepasmu

    Saat ini Ayuna dan Ciko sudah berada di depan rumah Indah, namun tidak begitu dekat dengan rumah tersebut, karena Ayuna tidak ingin dicurigai sebagai penguntit oleh para tetangga, saat ini keduanya berada di bawah pohon mangga yang cukup rindang, di pinggir jalan, keduanya duduk di atas motor masing-masing sambil memperhatikan rumah yang ada di depan mereka. "Bukankah itu motor milik Ayahmu? Jadi aku tidak berbohong kan, saat mengatakan jika suamimu sekarang ada di dalam rumah mantannya," ucap Ciko sambil menyeringai. Ayuna tidak menjawab, gadis itu hanya diam sambil terus memperhatikan rumah tersebut. Di dalam hatinya, Ayuna sangat penasaran dengan apa yang Jaka lakukan di dalam rumah mantan kekasihnya itu. Sedangkan di dalam rumah, terlihat Pak Wongso menatap Jaka dengan tajam, pemuda itu baru saja menyampaikan maksud dan kedatangannya ke rumah itu, seperti permintaan Indah. Yang meminta dirinya untuk bicara pada orang tua Indah, agar mereka mau membatalkan perjodohan tersebut

  • Gairah Terpendam Anak Juragan Kampung   Bab 96 . Menagih janji

    Saat ini Jaka sedang di sibukkan oleh pekerjaannya, memantau setiap pekerjaan karyawan perkebunan. Di sisi lain terlihat ada beberapa orang pemuda yang sedang bergosip sambil menatap kearah Jaka. "Enak ya jadi Jaka, sekarang kerjaannya sudah terjamin, tinggal suruh sana, suruh sini," "Kau benar, sudah gitu dapat istri cantik pula, anak tunggal, warisannya banyak pula," sambung yang lain. "Huus, kalian jangan bergosip terus, nanti kedengaran Juragan Wildan bisa kena marah, kalian jangan iri, itu namanya nasib Jaka yang mujur, jadi jangan sirik," sambung Wawan sahabat Jaka. "Hem, iya deh yang punya sahabat," "Sudah-sudah sebaiknya kita kerja lagi," sambung yang lain. Di saat Jaka sibuk dengan pekerjaannya, tiba-tiba ponsel miliknya berdering, membuat Jaka langsung mengangkat panggilan tersebut, yang ternyata berasal dari Indah, mantan kekasihnya.Meskipun malas, Jaka tetap mengangkat panggilan dari wanita itu. "Iya Indah, ada apa?" "Aku ada di depan Bang, Abang bisa ke s

  • Gairah Terpendam Anak Juragan Kampung   Bab 95 . Mencoba membuka hati

    Saat ini sepasang suami istri tersebut ada di sebuah gazebo, yang berada di belakang rumah orang tua Jaka. Di samping gazebo tersebut ada beberapa tanaman sayur dan juga beberapa pohon buah-buahan, seperti pepaya, jambu air, dan juga mangga. Ayuna tidak menyangka jika di belakang rumah mertuanya ada kebun, yang membuat matanya terasa di manjakan. Terlihat sejuk karena rindangnya pohon mangga yang ada di samping gazebo tersebut. "Maaf karena saya tidak memberitahumu tentang kondisi Bapak," jelas Jaka setelah dia beberapa saat. "Tidak masalah, toh aku tidak terlalu penting untuk mengetahuinya, benarkan?" Jaka yang tadinya menatap lurus ke depan, langsung menoleh pada sosok wanita cantik di sampingnya. "Kenapa berkata seperti itu?" "Lalu harus bagai mana? Toh kenyataannya memang seperti itu kan? Sekarang aku tanya sama kamu Mas, apa kamu ada memikirkan aku saat kamu memeluk wanita itu?" Jaka membeku, sejujurnya Jaka memang tidak memikirkan perasaan Ayuna saat memeluk Indah, s

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status