"Lepaskan gadis itu!"
Terdengar suara teriakan seseorang, membuat ketiganya langsung menoleh. Dengan rasa penasaran yang tinggi, salah satu dari kedua preman tersebut mendekati orang tersebut, yang masih belum diketahui wajahnya, karna memang pencahayaan di jalan tersebut sangat minim."Hei, siapa di sana??" teriak balik preman tersebut sambil berkacak pinggang.Sementara salah satu preman lainnya masih memegang lengan Ayuna. Namun tak sekuat tadi, melihat genggaman preman tersebut melonggar, Ayuna pun berusaha melepaskan kembali tangannya dari genggaman sang preman."Akkhhh ...." Preman tersebut memekik kesakitan saat tangannya digigit oleh Ayuna, hingga cekatan tangannya di lengan gadis itu terlepas."Wanita sialan," umpat preman bertato tersebut, sambil mengibas-ngibaskan tangannya karena rasa sakit.Sedangkan Ayuna langsung berlari menjauh, namun baru beberapa langkah, tiba-tiba tangannya kembali ditarik oleh preman berambut gondrong."Lepaskan aku, lepas!" teriak Ayuna sambil memberontak"Sudah kubilang lepaskan gadis itu!" Teriak orang misterius itu lagi, sambil melangkahkan kakinya mendekat."Siapa kau, berani sekali mengganggu kesenangan kami, sudah bosan hidup kau, rupanya," ucap preman berambut gondrong yang masih memegang lengan Ayuna itu.Sedangkan preman yang memiliki tato tersebut, yang tadinya hendak menyerang pemuda misterius itu, langsung menghentikan langkahnya, saat melihat siapa sosok tersebut. Walaupun tidak begitu jelas, namun preman tersebut cukup mengenal siapa sosok tersebut dari postur tubuhnya."Pepeng, sebaiknya kau lepaskan saja gadis itu. Dan kita pergi dari sini," ucap preman tersebut.Setelah mengatakan itu preman dengan wajah sangar itu kembali menatap ke arah pemuda yang ada di hadapannya, setelahnya melangkah meninggalkan tempat tersebut. Yang diikuti temannya, yang dengan terpaksa harus rela melepaskan mangsanya begitu saja."Apakah kamu, terluka?" tanya pemuda yang masih misterius itu."Ayo, biar saya antar kamu pulang," sambungnya sambil membantu Ayuna yang masih terduduk di atas tanah.Sepanjang jalan, keduanya hanya saling diam, Ayuna yang merasa penasaran sesekali melirik ke arah pria tersebut, lelaki tinggi, dengan tubuh tegap itu, entah mengapa membuat hati Ayuna berdebar-debar, seolah ada suatu gejolak yang gadis itu rasakan, saat berdekatan dengan pria asing tersebut. Ayuna kembali melirik ke arah lelaki tersebut, yang sayangnya tidak terlalu begitu jelas, karena lelaki itu memakai topi di atas kepalanya, sehingga menutupi sebagian wajahnya.Tak terasa keduanya sampai di depan pagar rumah Ayuna. "Apa ini, rumahmu?" tanya pria tersebut."Hah? Oh i-iya," jawab Ayuna tergagap karena merasa grogi."Baiklah kalau begitu saya pulang dulu," ucap lelaki yang masih belum diketahui namanya tersebut."Terimakasih, untung ada kamu yang menyelamatkan aku, kalau tidak aku tidak tau apa yang akan mereka lakukan, terhadapku," ucap Ayuna sambil mengingat kejadian buruk yang menimpanya tadi.Pemuda yang memakai topi hitam tersebut mengangguk." Lain kali, hati-hati," ucapnya.Setelah itu, lelaki tersebut pergi begitu saja dari kediaman juragan Wildan, sedangkan Ayuna sendiri hanya bisa memandang punggungnya hingga menghilang ditelan kegelapan malam."Astaga, kenapa aku tidak tanya namanya tadi, dasar bodoh," ucapnya merutuki kebodohannya sendiri.Setelahnya, Ayuna langsung melangkahkan kakinya memasuki rumah, karena takut jika sang ayah memarahinya karna pulang terlambat.CeklekTerdengar suara pintu dibuka, setelahnya perlahan terlihat Ayuna memasuki rumah tersebut." Huuff,, untung saja tidak dikunci," ucap Ayuna merasa lega."Baru pulang, kamu?" ucap seseorang, yang tidak lain adalah suara sang ayah, juragan Wildan."Eh, Ayah belum tidur ternyata," ucap gadis itu sambil memaksakan senyum. Dalam hatinya berdebar karena takut.Juragan Wildan bangkit dari duduknya, dan melangkah mendekati Ayuna yang saat itu masih berdiri di depan pintu. "Ck, kamu ini ya, susah sekali kalau dibilangin. Bukannya tadi ayah bilang pulang tepat waktu, kenapa kamu tidak menurutinya, hah?" ucap juragan Wildan kesal."Ya maaf yah, lagi pula kan aku hanya kerumah Lola, masa begitu saja Ayah marah sih," ucap gadis tersebut mencebikkan bibirnya.Juragan Wildan menghela nafas berat, sambil memijat pelipisnya yang terasa berdenyut."Masalahnya kamu itu tidak menepati janji, yang sudah kamu buat sama ayah. Atau sebaiknya kamu ayah nikahkan saja, biar ada yang mengatur kamu?" ancam juragan Wildan."Ayah apa-apaan sih, selalu mengancam aku dengan kata-kata itu, bukannya sudah aku katakan jika aku belum mau menikah yah? Apa lagi dengan laki-laki yang tidak aku kenal," ucap Ayuna yang terlihat kesal."Makanya kamu itu kalau dibilangin menurut dong sama ayah, coba lihat itu pakaian dan penampilan kamu, kenapa acak-acakan, seperti itu?" tanya juragan Wildan, yang baru menyadari penampilan sang putri yang sedikit berantakan. "Gawat, bagai mana ini, tidak mungkin kan aku beritahu ayah, jika tadi aku hampir saja dilecehkan, bisa-bisa ayah semangkin gencar untuk menikahkan aku," gumam gadis itu dengan suara yang sangat pelan, bahkan sang ayah tidak dapat mendengarnya."Jawab! Kenapa diam," ucap juragan Wildan kembali bertanya."I-itu tadi karena aku terjatuh di halaman yah, tersandung," ucap Ayuna memberi alasan."Benarkah?" tanya sang ayah, yang masih belum percaya."Iya benar yah," jawab Ayuna meyakinkan."Ya sudah kalau begitu sebaiknya kamu segera masuk ke dalam kamar, ayah juga ingin segera tidur."***Sedangkan di tempat lain, tepatnya di sebuah rumah sederhana, terlihat seorang wanita paruh baya yang sedang berdiri di depan sebuah pintu kamar.Tok ... tok ... tok ...."Nak, bangun sudah siang!" terdengar suara seorang wanita yang memanggil anaknya dari luar pintu kamar."Iya bu," jawab seseorang dari dalam kamarnya.Ceklek ....Terlihat seorang pemuda yang sudah terlihat rapi."Loh, ibu kira kamu belum bangun, terus ini sudah rapi kamu mau ke mana, nak?" tanya sang ibu."Iya bu, Jaka mau ke rumah neng Indah, soalnya dia minta ditemani kerumah saudaranya yang ada di kampung sebelah," jawab pemuda bernama Jaka tersebut."Oh, ya sudah, kalau begitu kamu sarapan dulu, itu sudah ibu siapkan di meja makan," jelas sang ibu, yang langsung diangguki oleh pemuda tersebut.Pemuda itu melangkah menuju meja makan yang terletak di dapur, di sana juga sudah terlihat seorang lelaki paruh baya, yang sepertinya sedang dalam keadaan yang kurang sehat. Terbukti dari wajahnya yang sedikit pucat, serta koyo yang menempel di kedua sisi kepalanya, serta sebuah syal yang melilit di lehernya."Pak," sapa pemuda itu pada lelaki paruh baya tersebut. Yang tak lain adalah orang tuanya sendiri yang bernama Agus."Nak, duduklah! Kebetulan bapak ingin membicarakan sesuatu dengan mu," ucapnya sambil menatap sang putra." Sebaiknya kita makan terlebih dahulu," sambungnya lagi.Beberapa menit kemudian, akhirnya ketiganya pun selesai dengan aktivitas makannya. Sepertinya pak Agus akan kembali membahas pembicaraan yang tadi sempat ia ingin sampaikan pada putranya. Namun sebelum lelaki paruh baya itu bicara, ia sempat melirik ke arah istrinya yang saat itu juga sedang menatapnya, lalu setelahnya terlihat sang istri mengangguk."Begini nak, kemarin ada seseorang yang datang menemui ibu dan bapak, dan kedatangannya bertemu kami, untuk memintamu agar mau menikah dengan putrinya," ucap pak Agus"Apa, menikah?"Next"Apa? Menikah?"Jaka terkejut mendengar penuturan bapaknya, sebab ia yakin, jika wanita yang bapaknya maksud itu pasti bukanlah kekasihnya, Neng Indah, sebab Jaka sendiri tahu, jika orang tuanya Indah, lebih tepatnya ayah dari kekasihnya itu, kurang setuju, jika Indah menjalin hubungan dengan dirinya, yang hanya seorang buruh pabrik dengan gaji yang rendah. Dan sialnya, Pak Agus, orang tua Jaka mengetahui, jika ayahnya Indah, yang bernama Wongso, tidak menyukai putranya menjalin hubungan dengan anak gadisnya."Jaka, kau dengar apa yang bapak katakan, tadi kan?" tanya Pak Agus lagi. Sesekali lelaki paruh baya itu memegangi dadanya yang terasa sedikit sesak, sebab Pak Agus memang memiliki penyakit asma, yang saat ini sedang kambuh. Sedangkan Jaka sendiri hanya menganggukkan kepalanya lemah, tanpa berniat untuk menjawab."Jaka, kamu masih ingat Pak Budi, kan? Mandor yang bekerja di perkebunan milik Juragan Wildan?" sambung Pak Agus Dan Jaka kembali menganggukkan kepalanya sebagai jawaba
Ayuna yang tadinya duduk, seketika bangkit. Gadis itu ingin memastikan, apakah penglihatannya, salah atau tidak. Sedangkan ketiga orang dewasa, yang terlihat sedang asik tersebut, tidak terlalu menghiraukan, apa yang dilakukan oleh Ayuna. Hingga ucapan gadis itu, yang seketika membuat ketiganya, langsung menoleh ke arah gadis itu."Ini poto siapa?" tanya Ayuna, sambil memegang bingkai tersebut."Nak, apa yang kamu lakukan? Jangan sentuh barang orang lain, sembarangan!" ucap Juragan Wildan memperingati."Tidak apa-apa kok, Juragan," jawab Bu Romlah, istri Pak Agus. Sedangkan Juragan Wildan, tak lagi menjawab.Ayuna yang masih belum mendapatkan jawaban, atas pertanyaannya, kembali bersuara."Apa ini putra kalian?" tanya Ayuna, yang kembali bersuara. Sejujurnya, Ayuna merasa sangat penasaran, dengan sosok pemuda, yang ada dalam bingkai poto tersebut."Iya Neng, itu memang poto anak Ibu dan Bapak, namanya Jaka," jawab Bu Romlah. Matanya terus melihat ke arah gadis cantik itu, yang terliha
Sepanjang perjalanan pulang, Jaka terus memikirkan permintaan ayah, dari kekasihnya tersebut. Entah apa yang harus Jaka katakan, pada orang tuanya nanti, memikirkan itu semua, membuat kepalanya, berdenyut nyeri.Sedangkan di tempat yang berbeda, terlihat Ayuna dan Juragan Wildan, baru saja sampai di depan sebuah rumah yang cukup besar. Namun sekali lagi, tak ada di perkampungan tersebut, yang mampu menandingi, besarnya rumah milik sang juragan kampung. Siapa lagi kalau bukan Juragan Wildan."Ini rumahnya, Yah?" tanya gadis itu"Iya. Ini rumah Pak Bandi," jawab Juragan Wildan"Kenapa melamun? Ayo cepetan, turun!" Juragan Wildan menepuk pelan, pundak anak gadisnya, sebelum akhirnya, membuka pintu mobil Jeep miliknya." I-iya, Yah," jawab Ayuna tergagap, lalu kembali menatap rumah yang ada di depannya, saat ini " Semoga saja dugaanku salah," gumam Ayuna dengan suara lirih.Kini keduanya, sudah berada di depan pintu rumah tersebut, saat hendak mengetuk pintu, tiba-tiba pintu tersebut sud
"Sayang sudah dong, jangan ngambek begitu," ucap Juragan Wildan. Saat ini mereka baru saja sampai di depan rumah. Sejak istri dari Pak Bandi tadi menyuarakan keinginannya, untuk menjadikan putrinya sebagai menantu keluarga mereka, juragan Wildan sama sekali belum ada membahas apapun dengan Ayuna, lebih tepatnya, gadis itu yang sedang menghindarinya. Bahkan sepanjang perjalanan pulang, Ayuna sama sekali tidak menatap kearah sang ayah."Ayuna, kamu dengar ayah kan?" ucap Juragan Wildan, sedikit kesal.Ayuna menghentikan langkahnya, lalu berbalik menghadap ayahnya, dengan raut wajah yang juga terlihat kesal. "Ayah itu apa-apaan sih? Buat apa coba, pakai acara menjodohkan aku dengan Ciko, aku tidak suka Yah," ucapnya sambil berdecak kesal."Loh, siapa juga yang mau menjodohkan kamu, itukan ibu Lela yang mau, sedangkan ayah, mana tahu," ucap juragan WildanAyuna memicingkan matanya, menatap sang ayah curiga, sepertinya gadis itu sama sekali tidak mempercayai ucapan ayahnya barusan."Kenap
Di kediaman Juragan Wildan, terlihat ada sepasang suami istri yang sedang duduk di ruang tamu, sudah setengah jam keduanya menunggu sang tuan rumah, namun masih belum ada tanda-tanda sang empu akan keluar dari kamarnya." Kemana sih, itu anak, lama banget di kamar mandi," gerutu sang istri."Sudah jangan begitu, mungkin perutnya sakit, makanya lama," jawab suaminya.Saat wanita itu hendak kembali membuka mulutnya, tiba-tiba pintu kamar milik seseorang yang sejak tadi mereka tunggu akhirnya terbuka, bersamaan dengan dengan seorang gadis yang tersenyum ke arah keduanya."Nih dia, anaknya, lama banget sih Ay? Tidur kamu, di kamar mandi?" sembur wanita itu begitu melihat Ayuna. Ya, dia adalah Ayuna Baskoro."Hehehe ... maaf," jawab gadis itu."Cepat katakan! Untuk apa kamu menyuruh aku dan Feri datang ke rumahmu?" tanya wanita itu langsung, yang ternyata adalah Yola dan Feri suaminya, sekaligus sahabat Ayuna."Ayah, sepertinya mau menjodohkan aku sama Ciko," ucapnya langsung, setelah dudu
Mendengar suara seseorang, keduanya kompak menoleh ke arah sumber suara."Ayah," ucap Silvi sambil tersenyum. Ya, orang itu adalah Pak Budi ayahnya Silvi, sekaligus mandor perkebunan tersebut.Jaka yang ditatap langsung mencoba menjelaskan maksud kedatangannya. "Begini Pak, kedatangan saya ke sini untuk menanyakan tentang pekerjaan," jawabnya."Pekerjaan?" ucap Pak Budi, mengulang kata-kata Jaka."Iya Pak, saya datang ke sini untuk menanyakan pekerjaan, Bapak saya bilang, kalau Pak Budi sedang membutuhkan seorang pekerja, dan Bapak saya, meminta saya untuk menggantikannya," ucap Jaka."Oh jadi kamu bersedia menggantikan Pak Agus, untuk bekerja di perkebunan, ini," tanya Pak Budi memastikan."Iya Pak, saya datang ke sini, memang untuk menggantikan pekerjaan Bapak saya," ucap Jaka.Mendengar ucapan Jaka, Pak Budi dan Silvi tersenyum senang. Khususnya Silvi, gadis itu sangat senang, karena akhirnya pemuda yang disukainya itu sebentar lagi akan bekerja di perkebunan, itu artinya jika seti
"Maksudmu apa? Bukankah sebelumnya aku sudah mengatakannya padamu, jika aku sama sekali tidak memiliki perasaan apapun, sama kamu?" ucap Ayuna."Aku tahu, tapi apa tidak bisa kamu memberikanku kesempatan sekali saja Ay, aku beneran cinta sama kamu, dan aku rasa tidak ada laki-laki yang rasa cintanya, sebesar aku mencintaimu," ucap Ciko meyakinkan."Katakan, apa yang harus aku lakukan agar kamu mau memberikan aku kesempatan," ucap Ciko, berharap Ayuna akan memikirkan permintaannya."Tidak bisa Ko, sebaiknya kamu cari gadis lain, kamu bukan tipeku, dan lagi pula, aku tidak memiliki perasaan sama kamu, jadi aku tidak bisa memberikan harapan palsu," ucap Ayuna.Ciko mengepalkan tangannya dibawah meja, sungguh harga dirinya seperti sangat direndahkan oleh gadis yang ada didepannya ini, tapi walaupun begitu, Ciko tetap mencoba untuk mengendalikan emosinya. Sebenarnya selama ini Ciko berusaha untuk mengendalikan dirinya, agar tidak bertindak sembarangan yang nantinya akan membuat Ayuna seman
Lola melangkah masuk kedalam rumahnya, yang memang tidak tertutup rapat. Seketika matanya membola, saat melihat adegan yang ada di depan matanya.Ayuna yang melihat kedatangan Lola, dengan sedikit panik gadis itu langsung saja menarik kakinya dari pangkuan Ciko, Ayuna tidak ingin sahabatnya itu berpikir yang tidak-tidak tentang mereka. Walaupun Ayuna sempat merasakan gelenjar aneh karena sentuhan Ciko di kakinya tadi."Sedang apa kalian?" tanya Lola, membuat Ciko langsung menoleh ke arah sumber suara. Berbeda dengan halnya Ayuna, yang mencoba tetap bersikap biasa."Jangan mikir yang aneh-aneh deh Lo, itu tadi aku lagi dipijat oleh sepupumu," jelas Ayuna, yang tahu arti dari tatapan sahabatnya itu."Memangnya kenapa tuh kaki, kok sampai memar gitu?" tanya Lola, lalu mengambil posisi duduk disebelah Ayuna."Ayuna tadi terpeleset saat berada di kamar mandi, aku hanya membantunya untuk memijat kakinya, agar mengurangi rasa sakit dibagian kakinya," jelas Ciko."Kok bisa sih? Makanya hati-h