Share

Bab 2 Kata-kata pamungkas

"Lepaskan gadis itu!"

Terdengar suara teriakan seseorang, membuat ketiganya langsung menoleh. Dengan rasa penasaran yang tinggi, salah satu dari kedua preman tersebut mendekati orang tersebut, yang masih belum diketahui wajahnya, karna memang pencahayaan di jalan tersebut sangat minim.

"Hei, siapa di sana??" teriak balik preman tersebut sambil berkacak pinggang.

Sementara salah satu preman lainnya masih memegang lengan Ayuna. Namun tak sekuat tadi, melihat genggaman preman tersebut melonggar, Ayuna pun berusaha melepaskan kembali tangannya dari genggaman sang preman.

"Akkhhh ...." Preman tersebut memekik kesakitan saat tangannya digigit oleh Ayuna, hingga cekatan tangannya di lengan gadis itu terlepas.

"Wanita sialan," umpat preman bertato tersebut, sambil mengibas-ngibaskan tangannya karena rasa sakit.

Sedangkan Ayuna langsung berlari menjauh, namun baru beberapa langkah, tiba-tiba tangannya kembali ditarik oleh preman berambut gondrong.

"Lepaskan aku, lepas!" teriak Ayuna sambil memberontak

"Sudah kubilang lepaskan gadis itu!"

Teriak orang misterius itu lagi, sambil melangkahkan kakinya mendekat.

"Siapa kau, berani sekali mengganggu kesenangan kami, sudah bosan hidup kau, rupanya," ucap preman berambut gondrong yang masih memegang lengan Ayuna itu.

Sedangkan preman yang memiliki tato tersebut, yang tadinya hendak menyerang pemuda misterius itu, langsung menghentikan langkahnya, saat melihat siapa sosok tersebut. Walaupun tidak begitu jelas, namun preman tersebut cukup mengenal siapa sosok tersebut dari postur tubuhnya.

"Pepeng, sebaiknya kau lepaskan saja gadis itu. Dan kita pergi dari sini," ucap preman tersebut.

Setelah mengatakan itu preman dengan wajah sangar itu kembali menatap ke arah pemuda yang ada di hadapannya, setelahnya melangkah meninggalkan tempat tersebut. Yang diikuti temannya, yang dengan terpaksa harus rela melepaskan mangsanya begitu saja.

"Apakah kamu, terluka?" tanya pemuda yang masih misterius itu.

"Ayo, biar saya antar kamu pulang," sambungnya sambil membantu Ayuna yang masih terduduk di atas tanah.

Sepanjang jalan, keduanya hanya saling diam, Ayuna yang merasa penasaran sesekali melirik ke arah pria tersebut, lelaki tinggi, dengan tubuh tegap itu, entah mengapa membuat hati Ayuna berdebar-debar, seolah ada suatu gejolak yang gadis itu rasakan, saat berdekatan dengan pria asing tersebut. Ayuna kembali melirik ke arah lelaki tersebut, yang sayangnya tidak terlalu begitu jelas, karena lelaki itu memakai topi di atas kepalanya, sehingga menutupi sebagian wajahnya.

Tak terasa keduanya sampai di depan pagar rumah Ayuna. "Apa ini, rumahmu?" tanya pria tersebut.

"Hah? Oh i-iya," jawab Ayuna tergagap karena merasa grogi.

"Baiklah kalau begitu saya pulang dulu," ucap lelaki yang masih belum diketahui namanya tersebut.

"Terimakasih, untung ada kamu yang menyelamatkan aku, kalau tidak aku tidak tau apa yang akan mereka lakukan, terhadapku," ucap Ayuna sambil mengingat kejadian buruk yang menimpanya tadi.

Pemuda yang memakai topi hitam tersebut mengangguk." Lain kali, hati-hati," ucapnya.

Setelah itu, lelaki tersebut pergi begitu saja dari kediaman juragan Wildan, sedangkan Ayuna sendiri hanya bisa memandang punggungnya hingga menghilang ditelan kegelapan malam.

"Astaga, kenapa aku tidak tanya namanya tadi, dasar bodoh," ucapnya merutuki kebodohannya sendiri.

Setelahnya, Ayuna langsung melangkahkan kakinya memasuki rumah, karena takut jika sang ayah memarahinya karna pulang terlambat.

Ceklek

Terdengar suara pintu dibuka, setelahnya perlahan terlihat Ayuna memasuki rumah tersebut." Huuff,, untung saja tidak dikunci," ucap Ayuna merasa lega.

"Baru pulang, kamu?" ucap seseorang, yang tidak lain adalah suara sang ayah, juragan Wildan.

"Eh, Ayah belum tidur ternyata," ucap gadis itu sambil memaksakan senyum. Dalam hatinya berdebar karena takut.

Juragan Wildan bangkit dari duduknya, dan melangkah mendekati Ayuna yang saat itu masih berdiri di depan pintu. "Ck, kamu ini ya, susah sekali kalau dibilangin. Bukannya tadi ayah bilang pulang tepat waktu, kenapa kamu tidak menurutinya, hah?" ucap juragan Wildan kesal.

"Ya maaf yah, lagi pula kan aku hanya kerumah Lola, masa begitu saja Ayah marah sih," ucap gadis tersebut mencebikkan bibirnya.

Juragan Wildan menghela nafas berat, sambil memijat pelipisnya yang terasa berdenyut.

"Masalahnya kamu itu tidak menepati janji, yang sudah kamu buat sama ayah. Atau sebaiknya kamu ayah nikahkan saja, biar ada yang mengatur kamu?" ancam juragan Wildan.

"Ayah apa-apaan sih, selalu mengancam aku dengan kata-kata itu, bukannya sudah aku katakan jika aku belum mau menikah yah? Apa lagi dengan laki-laki yang tidak aku kenal," ucap Ayuna yang terlihat kesal.

"Makanya kamu itu kalau dibilangin menurut dong sama ayah, coba lihat itu pakaian dan penampilan kamu, kenapa acak-acakan, seperti itu?" tanya juragan Wildan, yang baru menyadari penampilan sang putri yang sedikit berantakan.

"Gawat, bagai mana ini, tidak mungkin kan aku beritahu ayah, jika tadi aku hampir saja dilecehkan, bisa-bisa ayah semangkin gencar untuk menikahkan aku," gumam gadis itu dengan suara yang sangat pelan, bahkan sang ayah tidak dapat mendengarnya.

"Jawab! Kenapa diam," ucap juragan Wildan kembali bertanya.

"I-itu tadi karena aku terjatuh di halaman yah, tersandung," ucap Ayuna memberi alasan.

"Benarkah?" tanya sang ayah, yang masih belum percaya.

"Iya benar yah," jawab Ayuna meyakinkan.

"Ya sudah kalau begitu sebaiknya kamu segera masuk ke dalam kamar, ayah juga ingin segera tidur."

***

Sedangkan di tempat lain, tepatnya di sebuah rumah sederhana, terlihat seorang wanita paruh baya yang sedang berdiri di depan sebuah pintu kamar.

Tok ... tok ... tok ....

"Nak, bangun sudah siang!" terdengar suara seorang wanita yang memanggil anaknya dari luar pintu kamar.

"Iya bu," jawab seseorang dari dalam kamarnya.

Ceklek ....

Terlihat seorang pemuda yang sudah terlihat rapi.

"Loh, ibu kira kamu belum bangun, terus ini sudah rapi kamu mau ke mana, nak?" tanya sang ibu.

"Iya bu, Jaka mau ke rumah neng Indah, soalnya dia minta ditemani kerumah saudaranya yang ada di kampung sebelah," jawab pemuda bernama Jaka tersebut.

"Oh, ya sudah, kalau begitu kamu sarapan dulu, itu sudah ibu siapkan di meja makan," jelas sang ibu, yang langsung diangguki oleh pemuda tersebut.

Pemuda itu melangkah menuju meja makan yang terletak di dapur, di sana juga sudah terlihat seorang lelaki paruh baya, yang sepertinya sedang dalam keadaan yang kurang sehat. Terbukti dari wajahnya yang sedikit pucat, serta koyo yang menempel di kedua sisi kepalanya, serta sebuah syal yang melilit di lehernya.

"Pak," sapa pemuda itu pada lelaki paruh baya tersebut. Yang tak lain adalah orang tuanya sendiri yang bernama Agus.

"Nak, duduklah! Kebetulan bapak ingin membicarakan sesuatu dengan mu," ucapnya sambil menatap sang putra." Sebaiknya kita makan terlebih dahulu," sambungnya lagi.

Beberapa menit kemudian, akhirnya ketiganya pun selesai dengan aktivitas makannya. Sepertinya pak Agus akan kembali membahas pembicaraan yang tadi sempat ia ingin sampaikan pada putranya. Namun sebelum lelaki paruh baya itu bicara, ia sempat melirik ke arah istrinya yang saat itu juga sedang menatapnya, lalu setelahnya terlihat sang istri mengangguk.

"Begini nak, kemarin ada seseorang yang datang menemui ibu dan bapak, dan kedatangannya bertemu kami, untuk memintamu agar mau menikah dengan putrinya," ucap pak Agus

"Apa, menikah?"

Next

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status