"Lo, aku pulang dulu, ya," pamit Ayuna kepada Lola, sahabatnya.
"Mengapa pulang, Ay? Ini juga baru jam sepuluh," jawab Lola.Lola adalah sahabat Ayuna, yang sedang mengadakan pesta anniversary satu tahun pernikahannya."Mengapa pulang? Kalau kamu takut pulang sendiri, nanti biar diantar oleh Ciko," sambung Feri.Feri juga merupakan sahabat Ayuna, sekaligus suami Lola. Mereka baru saja merayakan anniversary satu tahun pernikahan mereka. Meskipun tinggal di desa, namun, di sana tidak terpencil, dan masih dekat dengan kota, dan hanya membutuhkan waktu dua sampai tiga jam jika ingin ke kota."Diantar Ciko?" tanya Ayuna, yang langsung diangguki oleh kedua sahabatnya itu."Aku tidak mau, dia itu terlalu agresif, aku tidak suka," sambung Ayuna lagi."Bukankah kamu menyukai cowok yang seperti itu? Lagi pula, ayahmu terus menjodohkan kamu dengan orang yang tidak kamu kenal, jadi, lebih baik dengan sepupuku, Ciko," ucap Lola sambil menaik-turunkan alisnya menggoda sang sahabat."Memang benar, tapi tidak seperti dia juga, yang suka memegang tangan orang tanpa permisi. Lagi pula, kalau masalah perjodohan, aku masih bisa mengatasi ayah.""Iya deh, terserah kamu saja, aku hanya memberikan saran saja sama kamu, kalau diterima ya syukur, kalau tidak juga tidak masalah," sambung Lola sambil menatap sahabatnya.Ayuna Baskoro gadis cantik nan mungil, berusia 25 tahun dan memiliki tubuh padat berisi. Gadis itu baru saja pulang dari ibu kota tiga bulan yang lalu, dan tentunya setelah menyelesaikan kuliahnya di sana. Awalnya Ayuna ingin bekerja di sana, namun ayahnya Wildan Baskoro sang juragan kampung, melarangnya untuk bekerja di kota. Sebenarnya Ayuna hanya ingin mencari pengalaman saja, karena sebenarnya dia memang tidak ingin hidup di kampung, namun karena sang ayah, juragan Wildan bersikeras untuk memintanya pulang, akhirnya mau tidak mau gadis itu terpaksa mengikuti keinginan orang tuanya."Kamu yakin Ay? Ini sudah larut loh. Apa lagi jalan mau ke rumah kamu itu sepi," tanya Feri sekali lagi."Iya tidak masalah, aku berani kok, sudahlah kak Feri jangan khawatir," sambungnya meyakinkan.Feri dan istrinya Lola yang sekaligus sahabatnya itu saling pandang, dan setelahnya menghelakan nafas berat."Ya baiklah kamu hati-hati, ya?" ucap Lola."Nah begitu dong, kalau begitu kalian bersenang-senanglah, aku pulang dulu, bye." Gadis itu tersenyum, lalu segera melangkahkan kakinya keluar dari rumah sahabatnya tersebut. Ayuna menatap jalan yang saat ini terlihat sepi. "Huuff, gelap banget kampungnya. Padahal masih jam sepuluh, salahku juga, kenapa tadi aku tidak bawa kendaraan Ayah," gerutu gadis itu merutuki kebodohannya."Kamu kenapa, melamun?" ucap seseorang, membuat Ayuna langsung terpekik kaget." Ciko? Astaga bikin kaget saja," ucap gadis itu mendengus kesal. Sedangkan yang di marahi hanya tersenyum saja."Kamu mau pulang, Ay?" tanya pria yang bernama Ciko" Iya" hanya itu jawaban yang keluar dari mulut gadis itu, sebab Ayuna tidak terlalu menyukai pria yang ada di depannya saat ini."Mau aku, anterin?" tawarnya"Tidak perlu, aku bisa pulang sendiri," jawab gadis itu lagi. Dan tanpa menunggu jawaban dari Ciko, Ayuna langsung melangkah kan kakinya menuju pagar rumah tersebut. Sedangkan Ciko hanya bisa menghela nafas berat."Kamu yakin mau pulang sendiri Ay? Ini sudah larut loh, lagi pula jalanan sudah sepi," ucap Ciko yang ternyata mengikutinya.Ayuna mendengus, lalu menghentikan langkahnya."Terimakasih tawarannya, tapi maaf aku bisa pulang, sendiri." Ayuna kembali melangkahkan kakinya.Ciko tidak lagi mengikuti Ayuna, dirinya hanya bisa menatap kepergian gadis itu hingga menghilang di kegelapan malam.Ayuna terus melangkahkan kakinya menyusuri jalan setapak untuk sampai di rumahnya, walaupun rumahnya tidak terlalu jauh, namun saat itu jalanan terlihat sangat sepi, maklum di kampung, jika sudah malam hanya ada suara jangkrik dan binatang malam lainnya yang terdengar."Aduh, capek juga tenyata, kalau tau seperti ini aku tadi bawa motor saja," gerutu gadis itu lagi.Saat Ayuna ingin memasuki jalan yang ada di persimpangan rumahnya, tiba-tiba terlihat ada sebuah sepeda motor yang melintas di depannya, Ayuna tidak perduli karena mengira jika itu hanya penduduk kampung yang lewat. Namun kening gadis itu mengernyit heran, saat tiba-tiba pemotor tersebut memutar arah dan berhenti tepat di depan Ayuna, membuat gadis cantik itu sedikit terkejut.Bagaimana gadis itu tidak terkejut. Kalau melihat penampilan dua orang laki-laki yang ada di depannya saat ini, yang terlihat menyeramkan. Satu pria dengan tato di lengannya, sedangkan wajahnya terdapat bekas luka goresan yang memanjang, yang menurut Ayuna jika goresan itu adalah bekas terkena benda tajam. Sedangkan yang satu lagi, bertubuh besar dan hitam dengan rambut gondrongnya yang membuat Ayuna bergidik karena takut, sebab saat itu pria tersebut sedang menatapnya dengan pandangan mesum dan seolah ingin memakannya hidup-hidup. Ayuna yakin jika keduanya adalah preman di kampung tersebut."Siapa kalian, dan mau, apa??" tanya Ayuna lantang. Gadis itu tidak ingin kelihatan takut di depan para pria tersebut, walaupun dalam hatinya berdebar-debar karena rasa takutnya.Kedua pria itu saling pandang, lalu tersenyum smrik ke arah gadis yang berada di depannya, senyum yang menurut Ayuna sangatlah menyeramkan."Tenanglah neng cantik, abang tidak jahat kok. Oya, neng cantik mau ke mana malam-malam begini? Ayo abang anterin," ucap salah satu dari dua orang tersebut, mereka terlihat terus menatap ke arah Ayuna dengan tatapan lapar. Ayuna tau jika orang tersebut sedang mabuk, karna sangat tercium bau alkohol saat pria itu berbicara."Tidak perlu, rumah saya sudah dekat," jawab Ayuna ketus."Wih, cantik-cantik jutek. Tenang saja nona, kita-kita tidak jahat, kok," sambung salah satu preman tersebut kembali meyakinkan. Dan tanpa disadari Ayuna pria itu sudah berada di hadapannya. Membuat gadis itu semangkin waspada."Sebaiknya kalian pergi, dan jangan mengganggu, saya!" ketus gadis itu. Ayuna yang merasa semangkin terancam, ingin cepat- cepat pergi dari tempat tersebut. Namun seolah tau jika gadis yang ada di hadapannya ingin melarikan diri, tiba-tiba saja tangan Ayuna langsung ditarik oleh salah satu pria tersebut."Dasar pria kurang ajar lepaskan tangan, saya!" ucap Ayuna marah, lalu mencoba melepaskan tangannya dari cengkraman preman tersebut."Tenang saja cantik, abang akan pelan-pelan, benar tidak, bro?" ucapnya sambil tersenyum pada temannya."M-maksud kalian apa hah? Sebaiknya kalian pergi, atau saya akan berteriak, sekarang," ancam Ayuna. Wajah gadis itu sudah memerah antara marah dan juga takut."Ha ... ha ... ha ... kau ingin coba berteriak? Silahkan saja, karena tidak akan ada yang mendengar," ucap preman tersebut dengan seringai mesum di wajahnya sambil terus mengeratkan genggamannya dilengan Ayuna."Lepaskan gadis itu!"Next"Lepaskan gadis itu!"Terdengar suara teriakan seseorang, membuat ketiganya langsung menoleh. Dengan rasa penasaran yang tinggi, salah satu dari kedua preman tersebut mendekati orang tersebut, yang masih belum diketahui wajahnya, karna memang pencahayaan di jalan tersebut sangat minim."Hei, siapa di sana??" teriak balik preman tersebut sambil berkacak pinggang.Sementara salah satu preman lainnya masih memegang lengan Ayuna. Namun tak sekuat tadi, melihat genggaman preman tersebut melonggar, Ayuna pun berusaha melepaskan kembali tangannya dari genggaman sang preman."Akkhhh ...." Preman tersebut memekik kesakitan saat tangannya digigit oleh Ayuna, hingga cekatan tangannya di lengan gadis itu terlepas."Wanita sialan," umpat preman bertato tersebut, sambil mengibas-ngibaskan tangannya karena rasa sakit.Sedangkan Ayuna langsung berlari menjauh, namun baru beberapa langkah, tiba-tiba tangannya kembali ditarik oleh preman berambut gondrong."Lepaskan aku, lepas!" teriak Ayuna sambil mem
"Apa? Menikah?"Jaka terkejut mendengar penuturan bapaknya, sebab ia yakin, jika wanita yang bapaknya maksud itu pasti bukanlah kekasihnya, Neng Indah, sebab Jaka sendiri tahu, jika orang tuanya Indah, lebih tepatnya ayah dari kekasihnya itu, kurang setuju, jika Indah menjalin hubungan dengan dirinya, yang hanya seorang buruh pabrik dengan gaji yang rendah. Dan sialnya, Pak Agus, orang tua Jaka mengetahui, jika ayahnya Indah, yang bernama Wongso, tidak menyukai putranya menjalin hubungan dengan anak gadisnya."Jaka, kau dengar apa yang bapak katakan, tadi kan?" tanya Pak Agus lagi. Sesekali lelaki paruh baya itu memegangi dadanya yang terasa sedikit sesak, sebab Pak Agus memang memiliki penyakit asma, yang saat ini sedang kambuh. Sedangkan Jaka sendiri hanya menganggukkan kepalanya lemah, tanpa berniat untuk menjawab."Jaka, kamu masih ingat Pak Budi, kan? Mandor yang bekerja di perkebunan milik Juragan Wildan?" sambung Pak Agus Dan Jaka kembali menganggukkan kepalanya sebagai jawaba
Ayuna yang tadinya duduk, seketika bangkit. Gadis itu ingin memastikan, apakah penglihatannya, salah atau tidak. Sedangkan ketiga orang dewasa, yang terlihat sedang asik tersebut, tidak terlalu menghiraukan, apa yang dilakukan oleh Ayuna. Hingga ucapan gadis itu, yang seketika membuat ketiganya, langsung menoleh ke arah gadis itu."Ini poto siapa?" tanya Ayuna, sambil memegang bingkai tersebut."Nak, apa yang kamu lakukan? Jangan sentuh barang orang lain, sembarangan!" ucap Juragan Wildan memperingati."Tidak apa-apa kok, Juragan," jawab Bu Romlah, istri Pak Agus. Sedangkan Juragan Wildan, tak lagi menjawab.Ayuna yang masih belum mendapatkan jawaban, atas pertanyaannya, kembali bersuara."Apa ini putra kalian?" tanya Ayuna, yang kembali bersuara. Sejujurnya, Ayuna merasa sangat penasaran, dengan sosok pemuda, yang ada dalam bingkai poto tersebut."Iya Neng, itu memang poto anak Ibu dan Bapak, namanya Jaka," jawab Bu Romlah. Matanya terus melihat ke arah gadis cantik itu, yang terliha
Sepanjang perjalanan pulang, Jaka terus memikirkan permintaan ayah, dari kekasihnya tersebut. Entah apa yang harus Jaka katakan, pada orang tuanya nanti, memikirkan itu semua, membuat kepalanya, berdenyut nyeri.Sedangkan di tempat yang berbeda, terlihat Ayuna dan Juragan Wildan, baru saja sampai di depan sebuah rumah yang cukup besar. Namun sekali lagi, tak ada di perkampungan tersebut, yang mampu menandingi, besarnya rumah milik sang juragan kampung. Siapa lagi kalau bukan Juragan Wildan."Ini rumahnya, Yah?" tanya gadis itu"Iya. Ini rumah Pak Bandi," jawab Juragan Wildan"Kenapa melamun? Ayo cepetan, turun!" Juragan Wildan menepuk pelan, pundak anak gadisnya, sebelum akhirnya, membuka pintu mobil Jeep miliknya." I-iya, Yah," jawab Ayuna tergagap, lalu kembali menatap rumah yang ada di depannya, saat ini " Semoga saja dugaanku salah," gumam Ayuna dengan suara lirih.Kini keduanya, sudah berada di depan pintu rumah tersebut, saat hendak mengetuk pintu, tiba-tiba pintu tersebut sud
"Sayang sudah dong, jangan ngambek begitu," ucap Juragan Wildan. Saat ini mereka baru saja sampai di depan rumah. Sejak istri dari Pak Bandi tadi menyuarakan keinginannya, untuk menjadikan putrinya sebagai menantu keluarga mereka, juragan Wildan sama sekali belum ada membahas apapun dengan Ayuna, lebih tepatnya, gadis itu yang sedang menghindarinya. Bahkan sepanjang perjalanan pulang, Ayuna sama sekali tidak menatap kearah sang ayah."Ayuna, kamu dengar ayah kan?" ucap Juragan Wildan, sedikit kesal.Ayuna menghentikan langkahnya, lalu berbalik menghadap ayahnya, dengan raut wajah yang juga terlihat kesal. "Ayah itu apa-apaan sih? Buat apa coba, pakai acara menjodohkan aku dengan Ciko, aku tidak suka Yah," ucapnya sambil berdecak kesal."Loh, siapa juga yang mau menjodohkan kamu, itukan ibu Lela yang mau, sedangkan ayah, mana tahu," ucap juragan WildanAyuna memicingkan matanya, menatap sang ayah curiga, sepertinya gadis itu sama sekali tidak mempercayai ucapan ayahnya barusan."Kenap
Di kediaman Juragan Wildan, terlihat ada sepasang suami istri yang sedang duduk di ruang tamu, sudah setengah jam keduanya menunggu sang tuan rumah, namun masih belum ada tanda-tanda sang empu akan keluar dari kamarnya." Kemana sih, itu anak, lama banget di kamar mandi," gerutu sang istri."Sudah jangan begitu, mungkin perutnya sakit, makanya lama," jawab suaminya.Saat wanita itu hendak kembali membuka mulutnya, tiba-tiba pintu kamar milik seseorang yang sejak tadi mereka tunggu akhirnya terbuka, bersamaan dengan dengan seorang gadis yang tersenyum ke arah keduanya."Nih dia, anaknya, lama banget sih Ay? Tidur kamu, di kamar mandi?" sembur wanita itu begitu melihat Ayuna. Ya, dia adalah Ayuna Baskoro."Hehehe ... maaf," jawab gadis itu."Cepat katakan! Untuk apa kamu menyuruh aku dan Feri datang ke rumahmu?" tanya wanita itu langsung, yang ternyata adalah Yola dan Feri suaminya, sekaligus sahabat Ayuna."Ayah, sepertinya mau menjodohkan aku sama Ciko," ucapnya langsung, setelah dudu
Mendengar suara seseorang, keduanya kompak menoleh ke arah sumber suara."Ayah," ucap Silvi sambil tersenyum. Ya, orang itu adalah Pak Budi ayahnya Silvi, sekaligus mandor perkebunan tersebut.Jaka yang ditatap langsung mencoba menjelaskan maksud kedatangannya. "Begini Pak, kedatangan saya ke sini untuk menanyakan tentang pekerjaan," jawabnya."Pekerjaan?" ucap Pak Budi, mengulang kata-kata Jaka."Iya Pak, saya datang ke sini untuk menanyakan pekerjaan, Bapak saya bilang, kalau Pak Budi sedang membutuhkan seorang pekerja, dan Bapak saya, meminta saya untuk menggantikannya," ucap Jaka."Oh jadi kamu bersedia menggantikan Pak Agus, untuk bekerja di perkebunan, ini," tanya Pak Budi memastikan."Iya Pak, saya datang ke sini, memang untuk menggantikan pekerjaan Bapak saya," ucap Jaka.Mendengar ucapan Jaka, Pak Budi dan Silvi tersenyum senang. Khususnya Silvi, gadis itu sangat senang, karena akhirnya pemuda yang disukainya itu sebentar lagi akan bekerja di perkebunan, itu artinya jika seti
"Maksudmu apa? Bukankah sebelumnya aku sudah mengatakannya padamu, jika aku sama sekali tidak memiliki perasaan apapun, sama kamu?" ucap Ayuna."Aku tahu, tapi apa tidak bisa kamu memberikanku kesempatan sekali saja Ay, aku beneran cinta sama kamu, dan aku rasa tidak ada laki-laki yang rasa cintanya, sebesar aku mencintaimu," ucap Ciko meyakinkan."Katakan, apa yang harus aku lakukan agar kamu mau memberikan aku kesempatan," ucap Ciko, berharap Ayuna akan memikirkan permintaannya."Tidak bisa Ko, sebaiknya kamu cari gadis lain, kamu bukan tipeku, dan lagi pula, aku tidak memiliki perasaan sama kamu, jadi aku tidak bisa memberikan harapan palsu," ucap Ayuna.Ciko mengepalkan tangannya dibawah meja, sungguh harga dirinya seperti sangat direndahkan oleh gadis yang ada didepannya ini, tapi walaupun begitu, Ciko tetap mencoba untuk mengendalikan emosinya. Sebenarnya selama ini Ciko berusaha untuk mengendalikan dirinya, agar tidak bertindak sembarangan yang nantinya akan membuat Ayuna seman