Menyesal, Keenandra menyesal telah meninggalkan Amira yang membutuhkannya saat itu. Mengapa pula ia langsung terlibat dalam perjodohan yang seharusnya tak terjadi di kehidupannya. Melihat kesedihan di wajah Amira tadi, ia yakin bahwa wanita yang dicintainya itu masih sangat mengharapkan dirinya.
Takdir begitu bodoh telah menghancurkan semua yang ia miliki.Pukul sebelas malam, Keenandra baru masuk ke dalam kamar tidur menyusul Aletta yang telah lebih dulu masuk. Tak ada yang istimewa, Keenandra hanya melihat ruangan putih yang telah dihias dengan bunga dan wewangian parfum yang menusuk hidung.Begitu ia masuk, Aletta yang sejak tadi bersembunyi di balik pintu kamar mandi tiba-tiba datang dan melonjak memeluk pinggang Keenandra dari belakang.Bibirnya tersenyum. Sedikit berjinjit, ia berbisik di telinga Keenandra. "Sayang, aku sudah tunggu dari tadi. Kamu lama banget. Aku—""Panggil aku kak." Keenandra melepas tangan yang melilit pinggangnya, menghempasnya ke bawah. "Kita tidak pernah terikat dengan rasa sayang sebelumnya. Jadi, jangan harap panggilan itu akan jadi panggilan keseharian kita.""Kenapa?" Aletta menunduk sedih. "Bukankah kita telah menjadi pasangan? Itu kan berarti berbagi kasih sayang. Kita kan—""Kita? Hanya kamu."Keenandra merebahkan tubuhnya di atas ranjang. Belum sempat ia melepas jas dan kemeja pengantinnya, rasa lelah telah memburunya.Aletta yang tak peduli dengan rasa kecewanya membungkukkan badannya membuka sepatu dan segala barang yang melekat di tubuh suaminya. Namun, saat ia akan melepas ikat pinggangnya, suara mendesah terdengar lirih keluar dari bibir Keenandra."Amira..." ucapnya lirih.Aletta terdiam sejenak. Nama Amira rupanya telah menjadi nama kesayangan di hidup Keenandra. Sepertinya begitu sulit untuk dihilangkan secepat mungkin."Kak, kak Keenan." Aletta menepuk bahu suaminya. Tak bergeming, ia menarik kaki sebelah kiri yang menjuntai agar naik ke atas ranjang. Kaki Keenandra sangat berat, hingga Aletta yang mendorongnya terengah-engah dan tak sengaja tangannya menepuk bagian tubuh Keenandra yang sensitif."Unghh..." Keenandra melenguh. Saat ia merasa ada seseorang yang menyentuh bagian tubuh itu, matanya terbuka dengan senyum melingkar di bibirnya. "Amira? Kamu disini sayang?"Aletta terdiam membeku di tempatnya. Apa yang baru saja terlontar dari mulut suaminya adalah kenyataan pahit di malam pertama pernikahan mereka. "A-amira? Aku Aletta, istri kak Keenan." Tak peduli dengan apa yang diucapkan oleh Aletta, Keenandra menarik tangan mungil istrinya itu hingga terjatuh di atas dadanya. Keenandra mengusap wajah cantik Aletta hingga senyum di bibirnya merekah."Amira, aku merindukanmu." Keenandra berbalik, merebahkan tubuh Aletta perlahan di atas ranjang lalu mendekapnya. Aletta terasa sesak, tubuh Keenandra yang besar mengukungnya dari atas. "Amira, jangan tinggalkan aku."Keenandra terus mengucap nama Amira, bahkan saat mereka saling berpagutan mesra selalu saja nama itu yang diucapkan olehnya. Disela ciuman yang dilakukan Keenandra, ia sempat berbisik di telinga Aletta dengan sangat lembut. "Aku masih mencintaimu, Amira."Setetes air mata meleleh hingga jatuh ke pipi Aletta. Di mata Keenandra, sosoknya masih belum bisa menggantikan Amira. Suaminya itu masih terus membayangkan nama mantan kekasihnya."Kak Keenan...""Mari kita bercinta hingga pagi Amira."***Keenandra membuka satu persatu pakaian yang melekat di tubuhnya, begitu pun dengan Aletta. Kini keduanya sudah sama tak mengenakan selembar kain pun di tubuh mereka.Keenandra menatap sendu wajah Aletta, jarinya yang besar menelusuri setiap inci wajah itu. Wajah cantik yang baru ia lihat sedekat ini tanpa berkedip. Jarinya terus turun hingga akhirnya berhenti di satu titik yang membuat napas Aletta tersengal. Keenandra tanpa aba-aba tetiba mengecup dan menggigit dadanya."Arrghh..." Aletta menggeram tertahan. Titik itu membuat seluruh syaraf di tubuhnya merespon dengan cepat. Rasanya bagai candu, ia menagih ingin Keenandra terus menyentuhnya."Kamu cantik," bisik Keenandra di telinganya."Kak Keenan..." Aletta melenguh. Rupanya ia menginginkan lebih dari sekedar kecupan dan gigitan yang memabukkan itu.Keenandra tak berhenti sampai disitu. Sambil terus mengecupi bibir manis istrinya, tangannya tak berhenti meraba dan menyentuh bagian tubuh sensitif Aletta lainnya."Bagaimana rasanya? Hmm..." Aletta tak langsung merespon. Dua jari Keenandra bermain-main di pusat tubuhnya hingga dirinya terbuai. Wajah Aletta memerah, ia malu melihat Keenandra terus menerus memainkan jarinya disana."Kak Keenan, aku—"Keenandra merapatkan tubuhnya, menindih tubuh mungil Aletta dan menahan tangannya di samping bahu istrinya. Kaki Aletta ditinggikan dan kembali tanpa aba-aba, ia menghujamkan sesuatu di bawah tubuhnya. Menekan lebih dalam hingga membuat Aletta memejamkan matanya."Aarghh..." Keenandra terus bergerak sambil menggeram penuh nikmat. Aletta terus memejamkan matanya menahan rasa gejolak yang sama dengan Keenandra.Lima belas menit berlalu, Keenandra akhirnya melepaskan kenikmatan yang ia rasakan tertahan di tubuhnya. Matanya terpejam dan tubuhnya bergetar mengeratkan kakinya yang menjepit erat tubuh Aletta."Uhhmm.." Aletta menghela nafas lega. Keenandra telah selesai dengan pelepasannya walau ia tak terlalu menikmatinya."Amira, i love you."Brukk..Keenandra pun ambruk dan tertidur di samping Aletta yang masih menahan nyeri."Amira?"***Tubuh lelah Aletta setelah berhubungan intim semalam membuat dirinya terlambat bangun pagi ini. Saat terik matahari masuk ke celah jendela kamarnya, ia terperanjat memaksa bangun walau seluruh tubuhnya masih terasa kaku.Perlahan setelah membuka matanya, ia terduduk sejenak di atas ranjang dengan punggung bersandar ke dinding. Tangannya meraba bagian tubuh yang tertutupi selimut tebal, ingatannya pun melayang beberapa jam ke belakang. Ternyata, yang semalam itu bukanlah mimpi. Ia dan Keenandra bercinta hingga pagi dan baru terlelap menjelang subuh."Semalam nyata?" gumamnya.Ah, Aletta ingat. Saat dirinya tengah membuka pakaian Keenandra, suaminya itu sempat menyebutkan nama Amira dalam keadaan mata setengah terbuka. Keenandra sepertinya tak melihat dengan jelas siapa yang tengah diajaknya berhubungan intim."Amira ahh..." Keenandra terus menyebutkan nama Amira. "You are so beautiful."Hanya itu yang teringat di dalam kepala Aletta karena detik selanjutnya, ia tak mengingat apapun."Eunghh...sudah pagi?" Keenandra terbangun. Satu dua detik ia tersadar, ia baru teringat sesuatu setelah melihat pakaiannya yang berserakan di lantai. Sedikit mengintip dari balik selimut, ia pun sepenuhnya sadar. "Semalam, apa yang terjadi?""K-kita—""Kamu sengaja kan?" tuduh Keenandra tiba-tiba. Jari telunjuknya menuding ke arah Aletta yang masih terdiam di tempatnya. Aletta mengerutkan dahinya. "Ternyata kamu memanfaatkan kelemahanku untuk kepuasan sendiri.""Apa maksud kamu?" Aletta terburu-buru mengenakan pakaiannya yang terserak di atas ranjang lalu mengejar suaminya yang lebih dulu masuk ke dalam kamar mandi. "Kak Keenan. Apa maksud kamu?"BrakkKeenandra menutup pintu kamar mandi dengan kencang hingga suaranya terdengar keluar ruangan. Aletta yang berdiri di depannya hampir saja terjatuh, beruntung tangannya berpegangan pada tepian dinding."Apa maksud kamu berkata seperti itu kak? Kita ini suami istri, wajar saja jika melakukan hubungan intim setelah menikah. Tidak ada kesalahan di dalamnya," teriak Aletta mendebat Keenandra yang tengah membersihkan tubuh.Suara air terdengar jelas. Pastinya suara Aletta tak sampai hingga ke dalam. Kembali, tetes air mata jatuh mengalir di pipinya. Rasanya sakit, seperti kehadirannya tak dikehendaki oleh suaminya.Aletta menangis. Lelah, tubuhnya merosot dan kini teronggok di samping pintu kamar mandi. Ia tak tahu apa yang terjadi dengan pernikahannya yang masih berumur satu hari. Keenandra telah mencampakkannya dalam satu malam.KlekkAletta bangkit dari duduknya. Tangannya mengusap kasar wajah yang berhiaskan air mata tadi. Senyum terpaksa pun menguar dari bibirnya, menyambut suaminya yang baru saja keluar dari kamar mandi."Mau kubuatkan sarapan?" Keenandra tak menjawab. Matanya hanya menatap datar Aletta, menelusuri penampilannya dari atas hingga ke bawah. "A-aku mandi dulu.""Aletta, anggap saja yang tadi malam adalah kesalahanku. Jangan dimasukkan perasaan," ucap Keenandra ketus.Aletta membalikkan tubuhnya yang selangkah lagi masuk ke dalam kamar mandi. "Apa maksudmu? Kejadian tadi malam?""Iya, anggap saja itu kesalahanku.""Tapi kita sudah menikah. Kita sah sebagai suami istri. Kejadian tadi malam bukanlah kejadian yang patut disesali." Aletta meledak. Entahlah, karena apa dia merasa perlu meluapkan semuanya pada suaminya saat ini."Iya kita sah. Tapi perasaanku tak pernah berubah. Aku, masih menginginkan Amira.""Tapi aku istrimu, kak. Tak bisakah kamu menghargai aku?""Menghargai kamu? Ya, aku menghargai kamu dengan batasan tertentu. Cepat mandi, siapkan aku sarapan."Keenandra keluar dari kamarnya setelah selesai berganti pakaian. Tak ada ciuman hangat, tak ada sambutan selamat pagi, tak ada kata-kata menenangkan untuk Aletta. Ia membiarkan istrinya berdiri membatu terdiam di depan kamar mandi dengan linangan air mata."Ternyata, ia masih mencintai Amira."[Breaking news: Pemilik agensi QA entertainment dipanggil pihak kepolisian berdasarkan laporan dari estetique cosmetic atas pencemaran nama baik yang dilakukan oleh pemilik agensi.] "Aletta, sudah dua kali kamu seperti ini. Apa sih yang kamu inginkan? Kita bisa hidup dengan damai kan?" Amira menghela napasnya kasar. Ia sebenarnya sudah lelah dengan semua hal yang berkaitan dengan Aletta. Amira bersandar di sofa ruangannya. Setelah Aletta dipanggil oleh pihak kepolisian, ia langsung meminta wanita itu untuk datang ke kantornya. Untung saja ia menurutinya. Kini, mereka berdua tengah berhadapan dengan tatapan saling menghunus satu sama lain. "Aku masih dendam sama kamu. Tapi sebenarnya aku juga dijebak oleh Anna. Kamu kenal orang itu?" Amira mengangguk. "Lalu, apa yang akan kamu lakukan?" "Dia kan sudah kabur sama papa mertua. Biarkan saja," jawab Amira santai. "Jadi, dia selingkuhan om Bara?" Amira mengangguk. "Yang aku tahu, dia itu mantan pacar Keenan." "Ya, dia balas dendam sam
"Aletta! Apa yang kamu perbuat pada Keenan sampai dia marah dan menganggu papa? Sudahlah Aletta. Jangan pernah mengusiknya lagi." Aletta yang baru saja bangun dari tidur dan duduk di meja makan hanya memutar bola matanya malas. Ia merasa kesal terus digurui oleh ayahnya. Rasa sakit hatinya masih terasa hingga sekarang, apakah ayahnya tak peduli padanya lagi? "Papa! Aku tuh lagi memperjuangkan nama baikku yang sudah dirusak oleh mereka. Papa sepertinya lebih senang nama baikku hancur daripada nama ayah yang memang sudah hancur sejak dulu," ketus Aletta. Sonia membelalakkan matanya. Ia tak menyangka jika anaknya akan berani berkata kasar pada ayahnya sendiri. Ardiwira hampir saja akan melayangkan tamparannya pada Aletta, untung saja Sonia bisa mengatasinya. "Jangan seperti ini pada anak sendiri. Bicara dengan baik dan jangan berbuat keributan," ujar Sonia. Ardiwira menurunkan tangannya lalu melanjutkan lagi makan paginya. Sonia menaruh roti isi ke piring Aletta dan menyuruhnya maka
Amira tidur lebih dulu setelah makan malam. Matanya sangat lelah setelah seharian duduk mendengarkan rapat mendadak yang dilakukan oleh tim legal untuk membahas fitnah yang ditujukan pada brand miliknya. Walaupun itu bukan tugas utama tim legal, tapi mereka bisa menanganinya karena masih berhubungan dengan reputasi brand yang mereka jaga selama ini. Menjelang tengah malam Amira terbangun. Rasa haus yang mencekat tenggorokannya membuatnya terpaksa bangun dan turun dari ranjang. Matanya menyipit mendapati tempat kosong di sampingnya. Rupanya sang suami juga terbangun di tengah malam. "Kau belum tidur atau baru bangun?" tanya Amira yang melihat sosok Keenandra di sofa ruang tengah. "Kemarilah." Keenandra menepuk tempat kosong di sebelahnya. Amira mendekat. Karena rasa haus yang menyerang, ia begitu saja menyambar gelas minum milik suaminya lalu meneguknya hingga tandas. "Kenapa terbangun, ada pekerjaan yang membuatmu tak bisa tidur?" tanya Amira. Keenandra menggelengkan kepalanya. I
Keenandra memimpin langsung rapat divisi penyiaran yang rencananya akan menyiarkan tentang manipulasi surat hutang yang dilakukan oleh perusahaan kecil milik keluarga Ardiwira. Sebenarnya kasus ini sudah ditutupi dengan rapi oleh keluarga itu namun tiba-tiba mencuat karena lawan yang dihadapi oleh Ardiwira adalah anak perusahaan milik kakak Amira. Kebetulan yang sangat bermanfaat. Kepala divisi penyiaran sudah menyiapkan draft untuk berita skandal itu esok hari. Ia memaparkan bahwa hasil investigasi itu sangatlah mudah, mengingat perusahaan milik kakak Amira juga pernah berhubungan dengan SUN TV. Banyak yang telah mereka dapatkan langsung dari sumbernya. "Semua aman?" tanya Keenandra. Kepala divisi mengangguk. "Siapkan semuanya dengan baik. Saya mau narasumber, hasil investigasi di kantor pajak dan semua yang berhubungan dengan kasus itu ditunjukkan ke depan publik. Kasus ini mungkin adalah kasus kecil, tapi ini menyangkut dengan kelakuan Aletta yang s
Rencana penghancuran itu dimulai. Aletta yang berada di belakang layar memainkan perannya dengan apik. Ia membuat konten yang berhubungan dengan niatnya untuk menghancurkan reputasi baik Amira. Minggu pertama, ia mulai membahas kosmetik yang sedang viral. Aletta sengaja menaruh nama kosmetik milik Amira sebagai bahan percobaan. Lalu minggu depannya, ia membahas tentang status anak yang lahir di luar pernikahan dan yang paling puncaknya, ia juga membahas tentang nepotisme di kalangan para pengusaha agar bisnisnya berjalan dengan lancar. Hal ini tentunya menuai pro kontra yang cukup menarik di kalangan publik. Satu sisi menunjukkan sisi positif, tapi di sisi lainnya sangat berpotensi menimbulkan isu sensitif yang sedang beredar. Benar saja, publik jadi menduga jika semua yang dikatakan oleh konten milik agensi baru Aletta tengah menyindir Amira, pebisnis muda yang dirumorkan telah merebut Keenandra dari sisi Aletta. 'Ini jelas menyindir Amira. S
Amira memperlihatkan pesan yang tadi diterimanya pada Citra, sekretarisnya. Wanita itu terkejut tak percaya. Pasalnya, selama ia bekerja dengan Amira, baru kali ini bosnya itu mendapatkan ancaman serius dari salah satu musuhnya. Dan sepertinya, orang yang mengancam ini mengenal baik Amira dan suaminya. "Menurutmu, apa ini ada kaitannya dengan Aletta?" tanya Amira dengan wajah serius. "Apa yang harus kulakukan?" "Mbak Amira, selama ini Aletta tidak pernah mengancam mbak walaupun ada permusuhan diantara kalian. Ya, walaupun sering memaki dan itu sudah biasa. Tapi, ini sesuatu yang berbeda." Citra mengetukkan jarinya pada dagu. Ia berpikir sejenak lalu kembali berkata, "Apakah ini orang yang berbeda? Maksud aku—" "Tepat sekali. Aku sama berpikiran seperti kamu. Tak mungkin Aletta mengancamku seperti ini. Seburuk-buruknya dia, hanya sebatas caci maki saja. Siapa sebenarnya yang telah mengancamku?" "Mungkin saja—" "Siapa yang mengancammu?" pintu ruangan terbuka dengan kasar dari luar.