Home / Rumah Tangga / Gairah di Balik Tirai Kehidupan / Bab 2: Perjuangan di Balik Kesederhanaan

Share

Bab 2: Perjuangan di Balik Kesederhanaan

Author: perdy
last update Last Updated: 2025-01-26 20:00:24

Pagi yang lain datang dengan ritme yang sama di rumah kecil Reno dan Alena. Reno, dengan kemeja biru pudar yang menjadi seragam kerjanya, bersiap untuk menghadapi hari yang penuh tantangan di pabrik. Sementara itu, Alena berdiri di ambang pintu, mengawasinya pergi sambil membawa bekal sederhana yang ia siapkan dengan cinta.

“Semangat, ya. Jangan lupa makan siang,” ucap Alena sebelum Reno melangkah keluar.

“Pasti. Kamu juga jangan terlalu capek,” jawab Reno sambil tersenyum tipis.

Setelah Reno pergi, Alena kembali ke dalam rumah dan mulai mengatur jadwal harinya. Meski statusnya sebagai ibu rumah tangga sering kali dianggap sederhana, hari-hari Alena diisi dengan pekerjaan yang tak kalah melelahkan. Ia harus memastikan rumah mereka tetap rapi, makanan selalu tersedia, dan juga menyelesaikan kerajinan tangan yang menjadi sumber tambahan penghasilan mereka.

Reno di Pabrik

Di pabrik, Reno menghadapi tantangan yang tidak pernah mudah. Ia bekerja sebagai teknisi mesin, yang berarti ia bertanggung jawab untuk memastikan semua peralatan berjalan lancar. Hari itu, salah satu mesin utama mengalami kerusakan besar, dan Reno ditugaskan untuk memperbaikinya. Suara mesin yang berderit keras dan aroma oli yang menyengat menjadi teman sehari-harinya.

“Reno, kalau mesin ini tidak selesai hari ini, kita bisa kehilangan banyak waktu produksi,” kata atasannya dengan nada tegas.

Reno hanya mengangguk, menyadari betapa beratnya tanggung jawab yang ia pikul. Tangannya yang kokoh dan terampil mulai bekerja dengan alat-alatnya, mencoba mencari solusi terbaik untuk masalah tersebut. Meski tubuhnya lelah, ia tetap berusaha memberikan yang terbaik, karena ia tahu bahwa pekerjaan ini adalah salah satu penopang utama bagi keluarganya.

Alena dan Kerajinan Tangan

Sementara itu, di rumah, Alena duduk di ruang kerjanya yang kecil, dikelilingi oleh bahan-bahan kerajinan tangan seperti kayu, kain, dan lem. Ia memulai hari itu dengan membuat pesanan khusus dari salah satu pelanggan tetapnya—gantungan kunci dengan ukiran nama yang rumit.

Tangan Alena bergerak lincah, memotong kayu dengan hati-hati dan mengukir pola yang diminta. Setiap detail dikerjakan dengan penuh kesabaran, karena Alena percaya bahwa kualitas pekerjaannya adalah cerminan dari dedikasi dan cinta yang ia miliki untuk keluarganya.

Meski begitu, ada saat-saat di mana Alena merasa lelah, baik secara fisik maupun emosional. Ia sering kali memikirkan masa depan mereka. “Apakah usaha kecil ini cukup untuk membantu Reno?” pikirnya sambil memandangi hasil karyanya yang baru selesai.

Namun, ia tidak membiarkan keraguan menguasainya. Alena tahu bahwa setiap usaha, sekecil apa pun, adalah kontribusi yang berarti untuk masa depan mereka.

Sore Hari di Rumah

Menjelang sore, Alena membawa hasil kerajinannya ke pasar kecil di dekat rumah. Di sana, ia bertemu dengan beberapa pelanggan tetap yang sudah mengenal baik hasil karyanya.

“Alena, seperti biasa, kerajinanmu selalu cantik. Aku ingin pesan lagi untuk minggu depan,” kata salah satu pelanggan sambil tersenyum.

“Terima kasih banyak. Saya akan pastikan selesai tepat waktu,” jawab Alena dengan sopan.

Setelah selesai di pasar, Alena kembali ke rumah dengan langkah ringan. Ia merasa puas karena usaha kecilnya dihargai oleh orang-orang di sekitarnya.

Malam Bersama

Ketika malam tiba, Reno pulang dengan tubuh yang terasa berat. Ia disambut oleh aroma masakan Alena yang selalu berhasil menghapus sedikit kelelahan dari wajahnya. Malam itu, mereka makan bersama, berbagi cerita tentang hari mereka yang panjang.

“Mesinnya akhirnya bisa diperbaiki?” tanya Alena, menunjukkan perhatiannya pada pekerjaan Reno.

“Bisa, tapi butuh waktu lama. Aku sampai lupa makan siang tadi,” jawab Reno sambil tersenyum kecil.

“Kamu harus lebih jaga kesehatan, Ren. Kalau kamu sakit, siapa yang akan menjaga kita?” kata Alena dengan nada cemas.

Reno mengangguk pelan. Ia tahu Alena benar, tapi tekanan yang ia rasakan di tempat kerja sering kali membuatnya lupa untuk menjaga dirinya sendiri. Namun, setiap kali ia melihat Alena, ia merasa menemukan alasan untuk terus berjuang.

Malam itu, setelah pekerjaan mereka selesai, mereka duduk bersama di teras rumah kecil mereka, menikmati angin malam sambil memandangi langit berbintang. Momen-momen sederhana seperti itu selalu menjadi pengingat bagi mereka bahwa kebahagiaan tidak selalu datang dari hal-hal besar, tetapi dari kebersamaan dan cinta yang mereka miliki satu sama lain.

“Aku tahu kita tidak punya banyak, tapi aku bersyukur karena kita punya satu sama lain,” kata Reno sambil menggenggam tangan Alena.

“Aku juga, Ren. Selama kita bersama, aku merasa kita bisa menghadapi apa pun,” jawab Alena dengan senyuman lembut.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Gairah di Balik Tirai Kehidupan   Bab 456

    Perjalanan kembali ke Jakarta terasa seperti perjalanan terpanjang dalam hidup Alena. Devano masih tertidur pulas di pangkuannya, sementara pikiran tentang revelation mengenai Rahman terus berputar-putar di kepalanya. David duduk di sebelahnya dengan wajah yang sulit dibaca, matanya menatap laut yang gelap.Speedboat mulai memasuki dermaga Marina Ancol ketika Devano terbangun dan menggosok matanya yang masih mengantuk."Mama?" Devano menatap Alena dengan mata polosnya. "Kita sudah sampai rumah?"Alena merasa dadanya sesak mendengar kata 'mama' dari bibir anaknya. "Belum, sayang. Sebentar lagi.""Dimana rumah kita, Ma?"Pertanyaan sederhana itu membuat Alena menyadari betapa banyak hal yang harus mereka pikirkan dan atur. Dimana Devano akan tinggal? Bagaimana mengurus dokumen-dokumennya? Bagaimana menjelaskan situasi ini pada Maya dan orang tua David?"Devano akan tinggal dengan mama sekarang," Alena menjawab sambil memeluk anaknya lebih erat.Rahman yang duduk di depan mereka bersiap

  • Gairah di Balik Tirai Kehidupan   Bab 455

    Alena terduduk lemas di lantai pondok yang dingin, menatap anak laki-laki yang masih terisak di samping Clarissa yang terluka. Seluruh dunianya seolah runtuh dalam sekejap. Anak yang selama lima tahun dia pikir sudah tiada ternyata hidup, tumbuh besar tanpa dia ketahui."Mama..." anak itu berbisik sambil mengusap air mata di pipinya. "Mama Clarissa sakit."Suara tembakan di luar masih berlangsung, tapi Alena seolah tidak mendengar apa-apa. Seluruh perhatiannya terfokus pada anak di hadapannya."Siapa namamu, sayang?" Alena bertanya dengan suara bergetar."David," anak itu menjawab sambil menatap Alena dengan mata yang familiar. "Mama Clarissa bilang nama asli aku Devano, tapi aku lebih suka dipanggil David."Devano. Nama yang Alena berikan untuk anaknya lima tahun lalu. Anak yang dia pikir meninggal saat lahir prematur karena komplikasi kehamilan yang disembunyikannya dari Adrian."Devano..." Alena berbisik, air mata mulai mengalir deras. "Anakku."David tiba-tiba muncul di jendela, w

  • Gairah di Balik Tirai Kehidupan   Bab 454

    Speedboat bermesin ganda itu melaju dengan kecepatan tinggi membelah ombak Laut Jawa menuju Kepulauan Seribu. Angin laut yang kencang membuat rambut Alena berkibar-kibar, namun matanya tetap fokus menatap horizon dimana pulau tujuan mereka berada.David duduk di sampingnya, sesekali melirik wajah tunangannya yang penuh konsentrasi. "Len, kamu yakin dengan ini? Kita masih bisa kembali dan membiarkan tim khusus yang menangani.""Tidak," Alena menggeleng tegas. "Clarissa dan anaknya sudah terlalu lama hidup dalam ketakutan karena Adrian. Aku tidak akan membiarkan mereka menjadi korban terakhir dari obsesinya."Rahman yang duduk di depan mereka sambil memeriksa peralatan komunikasi, menoleh ke belakang. "Pulau itu memang tempat yang strategis untuk menyembunyikan sesuatu. Jauh dari jalur pelayaran umum, tidak berpenghuni, dan hanya bisa diakses dengan perahu kecil.""Bagaimana Adrian bisa tahu tempat seperti itu?" David bertanya."Adrian punya banyak koneksi gelap," Alena menjawab dengan

  • Gairah di Balik Tirai Kehidupan   Bab 453

    Dua hari setelah lamaran David, rumah sakit masih menjadi tempat yang tidak bisa mereka tinggalkan sepenuhnya. Alena duduk di samping tempat tidur Sarah yang masih terbaring lemah, sementara David berdiri di belakangnya dengan sikap waspada. Rahman juga hadir sebagai saksi dalam percakapan yang mungkin akan mengungkap rahasia terakhir Adrian."Kamu bilang Adrian punya rahasia tentang anak," Alena memulai pembicaraan dengan suara tenang namun tegas. "Anak siapa?"Sarah menatap Alena dengan pandangan yang sulit dibaca. Tidak lagi ada api dendam di matanya, namun tergantikan dengan sesuatu yang lebih kompleks—penyesalan bercampur dengan kelegaan aneh."Sebelum aku bercerita," Sarah berkata pelan, "aku ingin kamu tahu bahwa aku menyesal. Tentang semua yang sudah terjadi. Tentang Maya, keluarga David, tentang semua kesakitan yang telah kami timbulkan.""Kami menghargai permintaan maafmu," David menjawab diplomatik. "Tapi sekarang kami ingin mendengar tentang rahasia itu."Sarah menghela na

  • Gairah di Balik Tirai Kehidupan   Bab 452

    Lima detik. Hanya lima detik sebelum granat yang diaktifkan Adrian meledak dan mengakhiri segalanya.Dalam slow motion yang mencekam, David melihat Alena yang masih terpaku di tempatnya, terlalu shock dengan kematian Adrian dan pengkhianatan Sarah. Tanpa berpikir panjang, dia berlari sekuat tenaga menuju kekasihnya."ALENA!" teriakannya menggema di antara suara-suara chaos tim penyelamat yang berhamburan mencari perlindungan.Empat detik.Sarah yang masih memegang pistol berasap menatap tubuh Adrian yang tergeletak. Air mata mengalir deras di pipinya. "Maafkan aku, Adrian. Aku tidak bisa membiarkanmu menghancurkan dirimu sendiri lagi."Alena akhirnya tersadar dari keterkejutannya ketika melihat David berlari menghampirinya. Matanya melebar ketika menyadari granat yang berdetak di tangan Adrian yang sudah tak bernyawa.Tiga detik."DAVID, JANGAN MENDEKAT!" Alena berteriak panik. "GRANAT ITU AKAN—""AKU TIDAK AKAN MENINGGALKANMU!" David memotong seruan Alena sambil terus berlari, mengab

  • Gairah di Balik Tirai Kehidupan   Bab 451

    Ketegangan di udara seakan membeku ketika Adrian melangkah keluar dari balik pintu besi. Perban yang membalut dadanya berlumuran darah segar, namun senyuman yang terukir di wajahnya jauh lebih menakutkan daripada luka fisik yang dideritanya."Tidak mungkin," David bergumam, matanya terbelalak tidak percaya. "Aku melihatmu... kamu sudah—""Mati?" Adrian menyela dengan tawa yang menggema di dalam gudang. "Peluru Sarah memang mengenai dadaku, tapi tidak mengenai organ vital. Aku hanya pingsan karena kehilangan darah. Beruntung, aku sempat memakai rompi anti peluru tipis sebelum pertemuan malam ini."Alena merasakan seluruh tubuhnya bergetar. Bayangan masa lalu yang telah dia coba kubur mendalam kini bangkit kembali, lebih menakutkan dari sebelumnya. "Adrian, ini sudah cukup. Lepaskan mereka semua.""Lepaskan?" Adrian melangkah lebih dekat, mengabaikan rasa sakit di dadanya. "Alena, kita belum menyelesaikan urusan kita. Kamu pikir dengan menikah dengan David, semua akan berakhir begitu sa

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status