Home / Rumah Tangga / Gairah di Balik Tirai Kehidupan / Bab 1: Kehidupan Damai Alena dan Reno

Share

Gairah di Balik Tirai Kehidupan
Gairah di Balik Tirai Kehidupan
Author: perdy

Bab 1: Kehidupan Damai Alena dan Reno

Author: perdy
last update Last Updated: 2025-01-26 20:00:10

Di pagi yang cerah, sinar matahari menyelinap melalui tirai tipis di dapur kecil mereka. Aroma kopi yang baru diseduh memenuhi ruangan, berpadu dengan suara gesekan spatula Alena yang sibuk memasak telur dadar untuk sarapan mereka. Reno, dengan rambut acak-acakan, duduk di meja makan sambil membaca koran usang yang ia dapatkan dari tetangga.

“Makanannya hampir siap, ya,” kata Alena sambil menoleh ke arah Reno. Wajahnya yang berseri-seri adalah hal pertama yang membuat Reno merasa harinya akan baik-baik saja.

“Kalau kamu yang masak, apa pun bakal terasa enak,” balas Reno sambil menyeringai, mencoba mencairkan suasana.

Mereka duduk bersama di meja makan kecil itu, menikmati sarapan sambil berbicara tentang rencana sehari-hari. Reno berbagi tentang tugasnya di kantor, yang mulai terasa berat akibat tekanan dari atasannya. Alena mendengarkan dengan penuh perhatian, menggenggam tangan Reno untuk menenangkan kegelisahannya.

Namun, ada sesuatu yang tak diucapkan Reno. Perusahaan tempat ia bekerja sedang mengalami masa sulit, dan ada kemungkinan besar pengurangan karyawan. Reno tahu bahwa ia harus mempersiapkan diri untuk kemungkinan terburuk, tetapi ia tidak tega mengkhawatirkan Alena.

Setelah sarapan, Reno bersiap berangkat kerja. Ia mengenakan kemeja sederhana yang sudah mulai memudar warnanya, tapi ia tetap terlihat rapi di mata Alena. Sebelum pergi, ia mencium kening Alena dan berkata, “Jangan lupa istirahat, ya. Jangan terlalu banyak kerja di kebun.”

Alena tertawa kecil dan menjawab, “Kamu juga hati-hati di jalan.”

Setelah Reno pergi, Alena mulai membereskan rumah kecil mereka. Ia menyapu lantai, mengelap jendela, dan merapikan bantal-bantal di sofa. Pekerjaan rumah mungkin terlihat sepele bagi sebagian orang, tetapi bagi Alena, itu adalah cara untuk menjaga keharmonisan rumah tangganya.

Siang itu, Alena duduk di meja kerjanya yang sederhana. Ia mengeluarkan bahan-bahan kerajinan tangan yang sudah ia persiapkan sebelumnya. Tangan Alena yang terampil mulai mengukir pola-pola halus di atas kayu kecil untuk membuat gantungan kunci. Meski pekerjaan ini melelahkan, ada rasa puas yang ia rasakan setiap kali melihat hasil karyanya selesai dengan sempurna.

Sambil bekerja, pikirannya melayang pada Reno. Ia tahu betapa keras suaminya bekerja di pabrik untuk mencukupi kebutuhan mereka. Alena ingin membantu lebih banyak, tetapi ia juga tahu Reno tidak ingin ia terlalu lelah.

Saat sore menjelang, Alena memutuskan untuk berjalan ke pasar kecil di dekat rumah mereka. Ia membawa beberapa kerajinan tangan yang telah selesai untuk dijual kepada pelanggan tetapnya. Pasar itu adalah tempat yang ramai, penuh dengan pedagang yang menawarkan berbagai barang, mulai dari sayuran segar hingga pakaian murah. Alena mengenal banyak orang di sana, dan mereka sering kali menyambutnya dengan senyuman hangat.

Ketika malam tiba, Reno pulang dengan langkah lelah. Ia disambut oleh aroma masakan Alena yang menggugah selera. Di meja makan, Alena sudah menyiapkan hidangan sederhana namun lezat: sup ayam hangat dan nasi putih.

“Kamu pasti lelah. Ayo makan dulu,” kata Alena sambil menuangkan sup ke mangkuk Reno.

“Terima kasih, Lena. Kamu selalu tahu bagaimana membuat hariku lebih baik,” jawab Reno dengan senyum tipis.

Setelah makan malam, mereka duduk bersama di ruang tamu. Reno bercerita tentang pekerjaannya di pabrik, sementara Alena mendengarkan dengan penuh perhatian. Mereka saling berbagi cerita, mencoba melupakan sejenak kekhawatiran mereka.

“Aku tahu semuanya tidak mudah sekarang, tapi aku yakin kita bisa melewati ini,” kata Alena sambil menggenggam tangan Reno.

“Aku juga percaya itu, Lena. Selama kita bersama, aku merasa kuat,” balas Reno dengan suara pelan.

Malam itu, sebelum tidur, mereka berbaring di tempat tidur yang sederhana namun nyaman. Reno memeluk Alena dengan erat, seolah-olah ia tidak ingin melepaskannya. Meski banyak kekhawatiran yang membayangi pikiran mereka, cinta yang mereka miliki tetap menjadi sumber kekuatan utama mereka.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Gairah di Balik Tirai Kehidupan   Bab 345

    Dia akhirnya siap mengakui kebenaran yang selama ini mencakar dadanya.Dia siap mengakui bahwa dia tidak pernah benar-benar berhenti mencintai Adrian.Pikiran itu menghantamnya seperti hantaman fisik, mencuri napasnya. Tangannya bergetar saat ia meraih ponsel—lalu berhenti. Apa yang harus ia katakan? Kalimat seperti apa yang bisa mewakili kekacauan emosi yang berputar dalam dirinya?Aku salah. Aku berbohong pada diriku sendiri. Aku berbohong padamu. Aku berbohong pada semua orang.Kupikir aku bisa memilih rasa aman daripada hasrat. Kupikir aku bisa memilih kestabilan daripada kekacauan yang datang bersamaan dengan mencintaimu.Tapi aku tidak bisa. Aku tidak bisa pura-pura lagi.Suasana kafe dipenuhi dengung pelan kehidupan orang lain. Mahasiswa mengetik di laptop, pasangan berbincang lirih, teman-teman tertawa pelan. Semua orang itu hidup dalam dunia yang mendadak terasa asing baginya.Dia sudah hidup dalam dunia itu selama dua tahun. Dunia cinta yang normal, dapat diprediksi, dan ama

  • Gairah di Balik Tirai Kehidupan   Bab 344

    “Kamu mencintaiku seperti mencintai tempat yang aman. Seperti mencintai pelarian yang nyaman. Tapi kamu nggak jatuh cinta padaku. Kamu jatuh cinta pada dia.”“Dia itu beracun, Reno. Dia manipulatif, dia—”“Tapi dia yang membuatmu hidup. Dia yang menantangmu. Dia yang bikin kamu merasa penuh. Sesuatu yang nggak bisa aku berikan.”“Itu bukan cinta. Itu obsesi.”“Mungkin. Tapi itu yang kamu mau. Yang selalu kamu mau.”“Aku nggak mau dikendalikan.”“Bukan dikendalikan yang kamu cari. Kamu cari intensitas itu. Kamu cari api itu. Kamu cari rasa hidup yang meledak-ledak, meski itu bisa membakar habis kamu.”“Api membakar, Reno.”“Dan kenyamanan itu membosankan.”Kata-katanya seperti tamparan. Alena menatapnya, terdiam.“Aku ini ‘aman’ buat kamu, ya?” lanjut Reno. “Aku pria yang kamu pilih bukan karena kamu nggak bisa hidup tanpaku, tapi karena aku baik untukmu. Karena aku mudah untuk dicintai.”“Itu nggak benar.”“Itu sangat benar. Dan aku sudah terlalu lama pura-pura nggak tahu. Tapi aku n

  • Gairah di Balik Tirai Kehidupan   Bab 343

    “Karena setiap aku bersamamu, aku langsung masuk ke peran 'pacarnya Reno'. Aku berhenti mikirin keinginanku sendiri, dan mulai mikir tentang keinginanmu.”“Aku gak pernah minta itu.”“Kamu gak perlu minta. Itu sudah jadi kebiasaan. Sudah jadi bagian dari caraku mencintai.”Reno menatapnya, seperti tak percaya.“Jadi semua ini... hanya pura-pura?” bisiknya.“Bukan pura-pura. Aku mencintaimu. Tapi aku mencintaimu sambil kehilangan diriku sendiri. Aku mencintaimu sambil terus bertanya dalam hati: ‘Apa yang Reno butuhkan?’ dan melupakan apa yang aku butuhkan.”“Kamu hanya sedang terlalu mikir. Kita bisa atasi ini. Kita bisa belajar komunikasi yang lebih baik. Memberi ruang.”“Aku sudah coba, Reno. Aku coba tetap punya kehidupan sendiri. Teman-teman sendiri. Pendapat sendiri. Tapi sedikit demi sedikit, semuanya hilang. Sama seperti waktu aku bersama Adrian. Hanya beda bentuk.”“Aku bukan Adrian.”“Aku tahu. Kamu bukan dia. Kamu baik. Kamu perhatian. Kamu mendukungku. Tapi aku tetap hilang

  • Gairah di Balik Tirai Kehidupan   Bab 342

    Reno duduk di dalam mobilnya, terparkir di depan apartemen Alena. Kedua tangannya menggenggam erat setir, sampai buku-buku jarinya memutih. Sudah dua puluh menit ia duduk di sana, memandangi jendela unit Alena, mencoba mengumpulkan keberanian untuk melakukan hal yang harus ia lakukan.Ponselnya bergetar—balasan yang tak kunjung datang dari pesan terakhirnya, tiga jam lalu. Sama seperti lima pesan sebelumnya. Sama seperti belasan pesan kemarin. Polanya sudah terlalu familiar dan menyakitkan dalam beberapa minggu terakhir.Ia memejamkan mata, mengingat sosok perempuan yang ia cintai dua tahun lalu. Alena yang dulu selalu tersenyum saat melihatnya, yang tak pernah lupa mengirimkan pesan ‘selamat pagi’, yang selalu menyempatkan diri meski sesibuk apa pun. Gadis itu kini terasa seperti kenangan dari kehidupan yang berbeda.Alena yang sekarang... asing. Jauh. Pikirannya selalu di tempat lain, matanya lebih sering menatap layar ponsel, mulutnya dipenuhi alasan. Bahkan saat bersamanya, rasany

  • Gairah di Balik Tirai Kehidupan   Bab 341

    Tiga hari setelah percakapannya dengan Maya di tengah hujan, Alena berdiri di depan gedung apartemen Adrian, membawa sebuah kotak kecil berisi barang-barangnya. Tangannya sedikit gemetar, bukan karena dingin, tapi karena beratnya keputusan yang akan ia buat—dan kali ini, keputusan itu final.Ia menelepon Adrian satu jam sebelumnya, dengan suara yang tenang meski dadanya terasa seperti medan perang."Aku akan datang. Kita perlu bicara.""Alena, syukurlah. Aku sudah memikirkan semua yang kamu katakan, dan aku—""Adrian, cukup. Tolong... cukup. Ini bukan untuk berbicara. Ini perpisahan."Hening. Lalu: "Apa maksudmu?""Maksudku, aku selesai. Kita selesai. Aku akan mengembalikan barang-barangmu dan mengatakan apa yang perlu kukatakan.""Kamu pasti bercanda.""Aku belum pernah seyakini ini sepanjang hidupku.""Tapi kita bisa memperbaikinya. Aku bisa berubah. Aku bisa jadi lebih baik.""Tidak, kamu tidak bisa. Dan aku tak bisa terus berpura-pura menunggu kamu berubah.""Alena, tolong. Jangan

  • Gairah di Balik Tirai Kehidupan   Bab 340

    Adrian berdiri di dalam kantornya yang kosong, memandangi kursi tempat Alena duduk beberapa jam lalu. Keheningan di ruangan itu terasa memekakkan telinga. Ponselnya terus berdering—investor, rekan bisnis, orang-orang yang masih percaya pada citra sempurna yang ia bangun—tapi ia bahkan tak sanggup mengangkatnya.Tatapan Alena masih terbayang jelas di kepalanya. Penuh rasa muak. Penuh kepastian. Bukan seharusnya ini cara mereka berakhir.Tangannya gemetar saat ia mengambil ponsel dan menggulir daftar kontak. Lalu berhenti pada satu nama yang sudah berbulan-bulan tak ia hubungi—David. Teman sekamarnya saat kuliah, salah satu dari sedikit orang yang mengenalnya sebelum semua berubah—sebelum hidupnya jadi soal kendali dan manipulasi.“Adrian? Astaga, udah berapa lama? Enam bulan?”“David... aku butuh bicara.”“Kau terdengar kacau. Ada apa?”“Semuanya hancur. Perempuan yang aku cintai baru saja meninggalkanku.”“Alena? Yang sering kau ceritakan itu?”“Dia nggak ngerti. Dia pikir aku monster.

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status