Share

Bab 376

Penulis: perdy
last update Terakhir Diperbarui: 2025-08-04 23:33:19

Pagi datang perlahan di studio kecil milik Alena. Cahaya matahari masuk dari jendela, menyapu lantai kayu dengan kehangatan yang tidak memaksa. Tidak ada suara lift, tidak ada langkah petugas apartemen, tidak ada tekanan untuk buru-buru menyiapkan diri menuju dunia yang berkilau tapi dingin.

Hanya ada Alena. Duduk bersila di lantai, mengenakan sweater abu-abu dan celana tidur longgar, secangkir kopi sederhana di tangan, dan satu pertanyaan besar di kepalanya: Setelah ini, mau ke mana?

Ia tidak punya jawaban pasti. Tapi yang ia tahu, ia tidak akan kembali ke tempat yang membuatnya lupa siapa dirinya.

Malam sebelumnya, setelah percakapan panjang dan jujur dengan Adrian, Alena menangis sendirian di studio. Bukan karena menyesal, tapi karena akhirnya membiarkan hatinya berkata apa yang seharusnya ia katakan sejak lama. Dan pagi ini, tangis itu berubah jadi ketenangan yang masih rapuh, tapi lebih jujur.

Ia membuka laptopnya. Folder kosong menunggu di layar. Ia membuat satu dokumen baru dan
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terbaru

  • Gairah di Balik Tirai Kehidupan   Bab 376

    Pagi datang perlahan di studio kecil milik Alena. Cahaya matahari masuk dari jendela, menyapu lantai kayu dengan kehangatan yang tidak memaksa. Tidak ada suara lift, tidak ada langkah petugas apartemen, tidak ada tekanan untuk buru-buru menyiapkan diri menuju dunia yang berkilau tapi dingin.Hanya ada Alena. Duduk bersila di lantai, mengenakan sweater abu-abu dan celana tidur longgar, secangkir kopi sederhana di tangan, dan satu pertanyaan besar di kepalanya: Setelah ini, mau ke mana?Ia tidak punya jawaban pasti. Tapi yang ia tahu, ia tidak akan kembali ke tempat yang membuatnya lupa siapa dirinya.Malam sebelumnya, setelah percakapan panjang dan jujur dengan Adrian, Alena menangis sendirian di studio. Bukan karena menyesal, tapi karena akhirnya membiarkan hatinya berkata apa yang seharusnya ia katakan sejak lama. Dan pagi ini, tangis itu berubah jadi ketenangan yang masih rapuh, tapi lebih jujur.Ia membuka laptopnya. Folder kosong menunggu di layar. Ia membuat satu dokumen baru dan

  • Gairah di Balik Tirai Kehidupan   Bab 375

    Keheningan masih mengisi ruang tamu rumah itu. Waktu terasa melambat. Angin dari AC berhembus lembut, tapi suasananya justru menyesakkan.Adrian masih duduk di sofa, tangannya saling menggenggam, pandangannya tertuju pada Alena. Tapi bukan pandangan marah. Bukan juga dingin. Wajahnya datar, namun matanya menyimpan badai yang belum pecah.Alena menatap kembali, dadanya terasa sesak, seolah baru saja melepaskan sabuk pengaman dari perjalanan panjang yang menyesakkan. Ia tahu kata-katanya tadi adalah bom waktu—bisa membebaskan, bisa juga menghancurkan.Adrian akhirnya bicara.“Jadi... gue ini pengendali? Monster dalam hidup lo?”Nada suaranya datar. Tapi ada getaran di sana. Luka yang disembunyikan di balik kontrol.“Bukan itu maksud gue, Dri,” jawab Alena pelan. “Gue nggak pernah anggap lo jahat. Gue tahu semua yang lo lakuin selama ini lo anggap bentuk sayang. Tapi, kadang... cinta juga bisa menyakitkan kalau bentuknya nggak sesuai tempat.”Adrian mengangguk pelan. Tapi matanya belum l

  • Gairah di Balik Tirai Kehidupan   BAB 374

    Matahari mulai turun, sinarnya masuk pelan-pelan lewat jendela besar yang menghadap halaman belakang. Ruang tamu rumah itu terlihat megah seperti biasa—dinding putih bersih, lantai marmer mengilap, dan perabotan mewah berbaris rapi seolah tak pernah tersentuh. Tapi keheningan yang mengisi ruangan sore itu bukan karena kenyamanan—melainkan karena sesuatu yang menunggu untuk diucapkan.Alena duduk di ujung sofa panjang, tangannya menggenggam mug teh yang sudah dingin. Adrian duduk di seberangnya, satu kaki disilangkan, matanya sesekali melirik jam dinding, tapi tak ada yang benar-benar ia tunggu selain jawaban dari keheningan Alena.Akhirnya, Alena bicara.“Sore ini tenang banget, ya,” katanya pelan, mencoba membuka sesuatu yang lebih besar dari sekadar percakapan.Adrian mengangguk, tapi tidak menjawab.Alena menatap dinding di depannya, bukan Adrian. “Kita nggak pernah duduk bareng kayak gini. Nggak ngomongin kerjaan.

  • Gairah di Balik Tirai Kehidupan   Bab 373

    Langit sore mulai memerah saat Alena duduk di sudut studio kecilnya, menatap dinding kosong sambil memutar-mutar cangkir teh di tangannya. Aroma melati dari bunga yang ia beli di pasar kemarin masih tercium samar, mengisi ruang mungil itu dengan ketenangan yang sulit ia temukan selama ini.Namun di balik ketenangan itu, hatinya berat. Ada satu hal yang belum ia selesaikan. Satu percakapan yang terus ia tunda karena tahu betapa rumit dan menyakitkannya nanti.Adrian.Bukan karena tidak sayang. Tapi karena cinta yang salah cara bisa melukai lebih dalam daripada benci yang terang-terangan. Dan selama ini, Adrian mencintainya... dengan cara yang terlalu mengekang.Alena menarik napas panjang. Ia membuka ponselnya, membuka kontak Adrian, lalu menulis:“Bisa ketemu? Kita perlu bicara.”Pesan itu dikirim. Dan dalam hitungan menit, balasan datang.“Kapan? Di mana?”“Besok pagi. Di

  • Gairah di Balik Tirai Kehidupan   Bab 372

    Pagi itu, Alena bangun lebih awal dari biasanya. Tidak ada jadwal meeting. Tidak ada undangan makan siang di hotel bintang lima. Tidak ada gaun mahal yang harus dipilih. Hanya dirinya sendiri dan niat untuk keluar dari rumah dengan niat yang sederhana: mencari ketenangan.Ia mengambil tas kecil, mengenakan sepatu kanvas lamanya, dan memutuskan untuk kembali ke tempat-tempat yang dulu pernah jadi bagian dari harinya—sebelum dunia berubah menjadi ruang penuh ekspektasi.Tujuan pertamanya: taman kecil di belakang kampus.Taman itu tidak banyak berubah. Bangku kayunya sudah mulai lapuk, tapi masih bisa diduduki. Air mancur di tengahnya masih memercik pelan. Dan suara burung dari pepohonan membuat suasana terasa seperti rumah yang menyambut dengan pelukan.Alena duduk di salah satu bangku. Ia memejamkan mata, membiarkan suara alam menggantikan suara batin yang biasanya gaduh.Di sinilah dulu ia dan Reno sering duduk sore-sore. Kadang diam. Kadang bicara soal hal-hal remeh. Tidak ada topik b

  • Gairah di Balik Tirai Kehidupan   Bab 371

    Pagi itu, Jakarta diselimuti kabut tipis. Matahari malu-malu menembus jendela studio kecil tempat Alena kini tinggal. Udara masih segar, belum sempat dikotori polusi dan rutinitas. Alena duduk di depan jendela, membungkus tubuhnya dengan sweater tipis, dan menatap jalanan sempit yang mulai hidup.Di hadapannya, secangkir kopi sachet mengepul pelan. Aroma sederhana itu membawa pulang kenangan—kenangan yang tidak bisa dibeli, hanya bisa dirasakan.Ia membuka laptop tuanya, bukan untuk mengecek email kerja atau jadwal sosial. Tapi untuk membuka folder yang sudah lama ia abaikan: “Draf Cerita – Reno.”Sebuah folder berisi catatan, puisi, dan fragmen kehidupan yang dulu pernah ia tulis diam-diam, ketika hari-hari masih penuh kebebasan, sebelum semuanya berubah menjadi pertunjukan.Alena menggeser kursor, membuka salah satu file.“Kopi pagi di teras sempit. Langit abu-abu, tapi hati terang. Reno duduk di sebelah, matanya belum sepenuhnya bangun. Tapi senyumnya... senyumnya utuh. Kadang diam

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status