Home / Rumah Tangga / Ganendra | Obsesi Sahabat Suamiku / Jika kau selingkuh, akupun bisa selingkuh

Share

Jika kau selingkuh, akupun bisa selingkuh

Author: Lyrik wish
last update Last Updated: 2025-10-15 13:42:31

Basement Penthouse, Malam Itu.

Blugh!

Suara pintu mobil tertutup keras, menggema di parkiran bawah tanah yang sunyi. Lampu neon putih keperakan memantulkan kilau mobil sport berwarna hitam yang baru saja diparkir.

Kinanti Atmadja baru saja melangkah keluar. Tumit stilettonya beradu dengan lantai marmer abu-abu, meninggalkan denting elegan di ruang yang lengang.

Tubuh rampingnya bersandar di kap mobil, tangan kanan menahan tubuhnya, sementara tangan kirinya merogoh tas kulit mewah.

Ia menarik ponselnya, layar menyala, menyorot wajah cantiknya yang pucat namun tetap memesona. Jemarinya mengetik cepat.

Kinanti: Kau dimana?

Beberapa detik kemudian, layar ponsel bergetar. Notifikasi balasan masuk—sebuah foto.

Gambar itu memperlihatkan Ganendra Adipati shirtless, tubuhnya berbaring di atas ranjang king-size, dada bidangnya terbuka, otot-otot sixpack perutnya jelas, kulitnya berkilau samar tertimpa cahaya lampu kamar. Tatapannya ke kamera dalam, menggoda, penuh undangan.

Ganendra: Aku di atas ranjang dinginku.

Kinanti tersenyum kecil, matanya menyipit penuh arti.

"Bajingan yang selalu menggoda..." gumamnya. Ia lalu membalik kamera ponsel, mengarahkan pada dirinya yang kini duduk di kap mobil sport.

Satu selfie—wajah cantik dengan senyum menggoda, bahu terbuka, lehernya masih meninggalkan samar jejak merah Ganendra dari pertemuan terakhir.

Kinanti: Mau kuntemani?

Tak butuh lama, layar ponselnya berdering. Nama Ganendra terpampang jelas. Kinanti menekan tombol hijau, menempelkan ponsel ke telinganya.

|Kinan... kau dimana?  suara berat dan serak itu terdengar, dalam dan penuh urgensi.

Kinanti menutup mata sesaat, menikmati bagaimana suaranya mengguncang hatinya.

|Aku... di basement penthouse-mu.  jawabnya dengan nada ringan, seolah memberi kejutan.

Keheningan singkat di ujung sana, sebelum suara Ganendra kembali, kali ini lebih tegas.

|Tunggu di situ. Jangan kemana-mana. Aku segera turun.

Panggilan berakhir. Senyum tipis terbit di wajah Kinanti. Ia menurunkan ponselnya, menutup mata, membiarkan dirinya menikmati sensasi menunggu pria yang belakangan ini memberinya rasa hidup.

Ting!

Suara lift pribadi berdenting. Pintu besi bergeser terbuka. Dari dalam, muncul sosok pria tinggi tegap, hanya mengenakan robe hitam branded dengan logo kecil yang mahal sekali pandang. Langkahnya cepat, mantap, memenuhi ruang basement dengan aura dominasi.

"Kinan..." suara itu berat, nyaris seperti desahan.

Sebelum Kinanti sempat berkata apa pun, grepp!

Ganendra langsung meraih tubuhnya, menariknya ke dalam pelukan. Hidungnya menenggelam ke rambut panjang Kinanti, menghirup aroma parfum bunga segar bercampur wangi kulit yang begitu ia kenal.

Pelukan itu erat, seolah takut wanita itu lenyap.

Kinanti mendongak, menatap wajah tampan Ganendra. Sebelum ia bicara, telapak tangan besar itu sudah menangkup pipinya. Bibir pria itu turun, mengecup bibir merahnya dengan lembut, penuh rindu yang ditahan.

"Mmhhh..." gumam Kinanti, matanya terpejam, tangannya melingkar di pinggang Ganendra, membalas ciuman itu.

Ciuman terlepas perlahan, Ganendra menatapnya lekat-lekat.

"Apa yang kau lakukan di sini, Kinan? Bukankah kita baru akan bertemu besok?" tanyanya, nada suaranya antara heran dan bahagia.

Kinanti tersenyum kecil, nada suaranya lirih, namun tajam.

"Apa kau terganggu? Kalau iya, aku bisa kembali..."

"No." Ganendra memotong cepat.

"Kau sudah di sini, dan aku tidak akan pernah melepaskanmu lagi."

Tanpa ragu, pria itu menunduk sedikit, lalu dengan satu gerakan penuh tenaga, ia mengangkat tubuh Kinanti dalam bridal style. Wanita itu terlonjak kecil, tapi segera merapatkan tangannya ke leher Ganendra.

"Ganendra..." ucapnya pelan, separuh terkejut, separuh tersanjung.

Langkah pria itu santai namun pasti, membawa Kinanti menuju lift khusus unitnya. Pintu terbuka otomatis, mereka masuk, suasana dalam lift hanya dipenuhi suara napas keduanya.

Ganendra menatapnya lagi, nada suaranya lebih rendah.

"Kau belum menjawabku, Kinan... Bukankah kau di rumah orang tuamu?"

Mata Kinanti meredup. Ia menghela napas panjang, kepalanya bersandar di dada bidang pria itu.

"Aku... jengah. Dan... I need to blow up some steam." suaranya nyaris berbisik, penuh beban.

Ganendra mengecup pelipisnya, lembut, penuh janji.

"I’ll give you everything, Kinan. Kau bisa datang kapan pun kau mau. Kau bisa memanggilku kapan pun kau butuh."

Kinanti terkekeh kecil, getir namun hangat. Senyum samar melintas di wajahnya.

Ganendra menatapnya lebih lama, lalu menempelkan bibirnya di kening wanita itu, mengecap lama seolah menegaskan kepemilikan.

Lift terus bergerak naik, membawa keduanya ke atas, menuju ruang rahasia mereka—tempat di mana Kinanti bisa melupakan dunia, dan Ganendra bisa memiliki wanita yang seharusnya terlarang baginya.

•••

"Nngghh... ahhh..." desah Kinanti, tubuh mungilnya terguncang dalam ritme cepat yang kini mulai melambat.

"Kinan... aarrrgghhh!" erang Ganendra, hentakan terakhirnya menghujam dalam, membuat punggungnya melengkung seiring dengan ledakan klimaks yang tak lagi bisa ia tahan.

Tubuh tinggi dan atletisnya akhirnya ambruk, menindih tubuh Kinanti yang masih gemetar karena sensasi yang menggetarkan seluruh syarafnya.

Peluh bercampur dengan aroma tubuh mereka yang hangat. Nafas Ganendra masih terengah, dadanya naik turun deras menekan punggung tangan Kinanti yang menempel di dadanya.

Ia menenggelamkan wajahnya ke lekuk leher wanita itu, mencium aroma kulitnya yang manis sekaligus memabukkan.

"Always good, Kinan... aku benar-benar tidak bisa mengontrol diriku jika sudah berada sedekat ini denganmu..." gumam Ganendra, suaranya serak, berat, dan terdengar begitu jujur.

Kinanti terkekeh kecil, jemari lentiknya mengusap lembut punggung Ganendra yang lebar.

"Ya... forbidden relationship is always good..." balasnya dengan nada menggoda, seakan menikmati dosa yang mereka jalani.

Ganendra ikut terkekeh pelan, tapi tidak melepaskan pelukannya. Ia justru semakin mengeratkan genggamannya di pinggang Kinanti, seolah takut jika wanita itu pergi meninggalkannya.

Wajahnya tetap terbenam di leher Kinanti, merasakan denyut nadi dan hangat kulitnya.

"Biarkan seperti ini dulu, Kinan..." ucapnya rendah, hampir seperti permohonan.

Kinanti tersenyum tipis, matanya menatap langit-langit kamar yang remang.

"Baiklah... kalau begitu, aku akan menginap malam ini."

Ganendra spontan menegakkan kepala, menatap wajah Kinanti dengan mata yang membelalak tak percaya. Ada kebahagiaan  yang sulit ia sembunyikan.

"Really?" tanyanya, suaranya tercekat, seolah takut jawaban itu hanya sekadar candaan.

Kinanti mengangkat alisnya, bibirnya tersungging senyum sinis.

"Kecuali... kalau kau sudah menantikan wanita lain."

Ganendra menggeleng keras, jemarinya langsung meraih pipi Kinanti, menahannya agar menatap lurus ke matanya.

"You’re my first... dan akan menjadi yang terakhir, Kinanti." ucapnya, mantap, seakan bersumpah dengan seluruh keberadaannya.

Lalu, ia menunduk, mengecup bibir Kinanti lembut.

Kecupan itu perlahan berubah dalam, membuat Kinanti memejamkan matanya, meresapi setiap rasa, setiap sentuhan, seolah dunia hanya milik mereka berdua.

"Aku akan memelukmu sepanjang malam, Kinan..." bisik Ganendra di sela ciuman, suaranya nyaris bergetar.

Ia kembali membenamkan wajahnya di lekuk leher Kinanti, menutup mata, sementara lengannya melingkari tubuh mungil itu semakin erat—erat sekali, seakan jika ia melepaskannya, wanita itu akan lenyap begitu saja.

Kinanti tidak melawan, hanya membiarkan dirinya terpenjara dalam pelukan itu, menikmati hangat yang terlarang namun begitu manis.

Layar ponsel Kinanti bergetar. Sebuah pesan masuk dari kontak bernama Gundiknya Bara. Foto pertama menampilkan sepasang tangan yang saling bertumpu di atas perut yang sedikit membuncit, dengan selimut abu-abu masih tersampir.

Pesan pun menyusul.

Gundiknya Bara: Bu Kinan, suami ibu posesif sekali, sama anaknya... Dari tadi saya gak boleh turun dari ranjang bu. Mana masih bernafsu sekali bu...

Nada pesannya terdengar provokatif, seolah ingin membuat Kinanti gelisah atau marah. Ia mencoba menusuk hati seorang istri dengan kalimat manis bercampur sindiran.

Namun, alih-alih terpancing emosi, Kinanti membalas dengan dingin. Ia mengirimkan foto selfie, dirinya dengan Ganendra yang sudah terlelap, lelaki itu masih menempelkan wajahnya di lehernya, sehingga menjadi misteri.

Wajah Kinanti tampak tenang, bahkan seakan sengaja menunjukkan ekspresi puas.

Tak lupa ia mengetik balasan singkat namun tajam.

Kinanti: Berisik sekali, Gundik! Jangan mengganggu.

Pesan itu terkirim dengan dua centang biru, seolah jadi tamparan telak.

Di balik layar, Kinanti sedang menunjukkan bahwa dirinya sama sekali tidak terusik oleh ocehan gundik suaminya—bahkan sebaliknya, ingin memperlihatkan bahwa dia tetap jadi pusat cinta dan perhatian.

•••

Di Apartemen Nadia. 

Bara menatap layar ponsel Nadia, selingkuhannya itu memperlihatkan foto Kinanti dengan pria misterius, sangat intim.

"Kurang ajar! Berani sekali kau Kinanti..." Desis Bara.

•••

To be continued—

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Ganendra | Obsesi Sahabat Suamiku   Perlawanan Kinanti

    Ponsel Kinanti bergetar lagi, nada dering yang sama berulang tanpa henti. Nama Bara terus muncul di layar, berkali-kali, seolah pria itu tak akan berhenti sampai wanita itu mengangkatnya.Namun Kinanti hanya menatap sekilas, bibirnya mengerucut jengkel. Dengan gerakan cepat, ia menekan tombol merah lalu menonaktifkan ponselnya.Tidak ada niat sama sekali untuk menjawab, apalagi berurusan dengan Bara malam ini.Gerakan kecil itu ternyata membuat Ganendra terusik. Ia sempat membuka mata yang terpejam, lalu melirik ke arah Kinanti yang tengah meraih nakas untuk meletakkan ponselnya."Ummhhh... ada apa, Kinan? Kau belum tidur?" suara beratnya terdengar serak, masih lelah setelah bercinta.Ia bergeser pelan, mengganti posisi. Kini tubuh Kinanti yang mungil justru bersandar nyaman di dadanya yang bidang, seperti menemukan sandaran yang sempurna.Kinanti menarik napas panjang sebelum bersuara."Apa kita harus memiliki tempat khusus?" tanyanya tiba-tiba, suaranya datar tapi serius."Hmmm?" al

  • Ganendra | Obsesi Sahabat Suamiku   Jika kau selingkuh, akupun bisa selingkuh

    Basement Penthouse, Malam Itu.Blugh!Suara pintu mobil tertutup keras, menggema di parkiran bawah tanah yang sunyi. Lampu neon putih keperakan memantulkan kilau mobil sport berwarna hitam yang baru saja diparkir.Kinanti Atmadja baru saja melangkah keluar. Tumit stilettonya beradu dengan lantai marmer abu-abu, meninggalkan denting elegan di ruang yang lengang.Tubuh rampingnya bersandar di kap mobil, tangan kanan menahan tubuhnya, sementara tangan kirinya merogoh tas kulit mewah.Ia menarik ponselnya, layar menyala, menyorot wajah cantiknya yang pucat namun tetap memesona. Jemarinya mengetik cepat.Kinanti: Kau dimana?Beberapa detik kemudian, layar ponsel bergetar. Notifikasi balasan masuk—sebuah foto.Gambar itu memperlihatkan Ganendra Adipati shirtless, tubuhnya berbaring di atas ranjang king-size, dada bidangnya terbuka, otot-otot sixpack perutnya jelas, kulitnya berkilau samar tertimpa cahaya lampu kamar. Tatapannya ke kamera dalam, menggoda, penuh undangan.Ganendra: Aku di ata

  • Ganendra | Obsesi Sahabat Suamiku   Terabaikan

    Dua hari kemudian, di Rumah Mode Kinanti.Gedung modern itu berdiri anggun di kawasan elit SCBD, dinding kaca memantulkan cahaya matahari siang yang terik.Di lantai tiga, ruang kerja pribadi Kinanti terasa begitu rapi, elegan, namun sekaligus dingin—persis seperti pemiliknya.Kinanti duduk di meja kerjanya, rambut hitam panjangnya tergerai ke satu sisi. Sejak tadi, pensil di tangannya hanya menari di atas kertas putih, membentuk coretan-coretan acak yang bahkan tak bisa disebut sketsa.Tangannya bergerak, tetapi pikirannya jelas jauh melayang entah ke mana.Wanita itu menarik napas dalam-dalam, lalu meletakkan pensil. Jemarinya menekan pelipis. Seorang fashion designer muda yang namanya sedang melambung di kalangan sosialita, selebriti, bahkan politikus ibu kota.Dia dicari-cari untuk gaun gala, pesta pernikahan, hingga sekadar private fitting. Namun di balik semua itu, hari ini dia justru duduk bengong.Ceklek.Pintu ruang kerja terbuka."Halo, kak." Suara ceria terdengar. Dari bali

  • Ganendra | Obsesi Sahabat Suamiku   Aku harus hamil

    Satu bulan berlalu... Keringat mengalir di pelipis Kinanti, tubuhnya bergetar di bawah desahan panjang yang lolos dari bibirnya."Ngghhh... Ganendra... aku... aku sudah tidak kuat..." suaranya parau, bercampur antara kenikmatan dan kelelahan.Ganendra menunduk, wajahnya hanya sejengkal dari milik Kinanti, napasnya memburu, tubuhnya menegang hingga urat di lehernya mencuat."Kinanti... aku tidak memakai pengaman..." bisiknya, nyaris seperti ancaman sekaligus pengakuan.Mata Kinanti terpejam rapat, kepalanya terhentak ke belakang."Keluarkan... di dalam saja..." ia meliuk, tubuhnya menegang dalam kepasrahan yang nikmat."Aku ingin seorang anak... ahhh..."Hembusan napas berat Ganendra terdengar di telinganya."Kinantiiii... Arrrggghhh!!"Tubuh atletis lelaki itu akhirnya terkulai, dadanya naik turun dengan cepat, sementara peluh membasahi kulitnya.Ia menindih Kinanti sejenak, merasakan detak jantung keduanya berpacu gila.Dengan sisa tenaga, Ganendra menggulingkan tubuhnya ke samping,

  • Ganendra | Obsesi Sahabat Suamiku   Pertemuan Dengan Ganendra

    Beberapa hari kemudian, tibalah hari yang dinanti—malam reuni kampus Universitas Azzura.Kinanti berdiri di depan cermin besar di kamarnya, memandangi bayangan dirinya sendiri yang tampak begitu memukau dalam balutan gaun hitam sederhana dengan potongan elegan yang menonjolkan lekuk tubuhnyaMeski desainnya tidak berlebihan, kemewahan tetap terpancar dari setiap detailnya, terutama dari perhiasan berlian yang menghiasi leher dan pergelangan tangannya. Aura anggun dan mahal benar-benar keluar dari sosoknya malam itu.Tangannya sempat bergetar sedikit saat ia merapikan anting, bukan karena gugup, melainkan karena hatinya masih menyimpan bara amarah yang belum padam. Luka batin akibat pengkhianatan Bara belum kering sepenuhnya, tapi malam ini, Kinanti bertekad tampil sempurna—untuk menunjukkan pada dunia bahwa dirinya tidak hancur.Suara langkah sepatu terdengar mendekat. Tak lama kemudian, pintu kamar terbuka, menampakkan sosok pria dengan jas hitam rapi. Bara berdiri di ambang pintu, w

  • Ganendra | Obsesi Sahabat Suamiku   Lelaki bernama Ganendra

    RUMAH MODE KINANTI. Kinanti Atmadja, mengenakan kemeja putih dan rok pensil hitam, berjalan melewati deretan kain satin dan manekin yang dipajang rapi di lorong utama. Tatapannya fokus, wajahnya tenang—nyaris tak menunjukkan bahwa hidup pribadinya baru saja porak-poranda.“Kak,” panggil seseorang di belakangnya.Asisten pribadinya, Hana, berlari kecil menyusul sambil membawa tablet di tangannya.“Nanti siang ada klien, Kak. Kakak tahu kan influencer yang lagi booming itu? Tarina?” ucapnya cepat sambil menyesuaikan langkah.Kinanti melirik sekilas, bibirnya membentuk senyum tipis.“Ah, yang viral karena video dia nangis itu, kan?” tanyanya datar.Ceklek.Pintu ruang kerja Kinanti terbuka. Aroma teh melati langsung menyambut begitu ia masuk. Ia meletakkan tas tangan di atas meja kerja kayu mahoni yang bersih dari berkas, hanya ada tumpukan sketsa dan laptop terbuka.“Iya, Kak, yang itu,” lanjut Hana sambil berdiri di depan meja. “Dia mau bikin pesta ulang tahun mewah minggu depan, dan

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status