"Mohon maaf, Pak, saldo di kartu ATM ini tidak cukup!"Deg!Aku dan Mas Yoga saling melirik mengulum senyum. Sesumbar itu, tapi dia tidak cek m-banking? Aku yakin, dia miliki aplikasi itu. "Hah? Tidak cukup?" Mas Anang kaget, pun dengan pacarnya. Mereka seperti terpukul bokong oleh Tuan Crab dalam serial kartun."Huahahahaha." Dalam batinku tertawa lebar. Ingin sekali aku bergoyang di depan mereka berdua, tapi aku tak bisa lakukan itu karena aku tak begitu.Saat ini aku dan Mas Yoga saling lirik sembari mengulum tawa. Sekarang wajah Mas Anang dan pacarnya memerah. Pelayan pun masih menunggu dan sudah mengembalikan lagi kartu ATM tersebut."Mas? Kok nggak cukup?" protes pacarnya dengan kesal. Ada mimik malu di hadapan aku dan Mas Yoga.Mas Anang mempertahankan wibawanya. "Ah, masak sih? Salah kali! Atau mesinnya rusak!"Aku semakin ingin tertawa lebar. "Mas, mana ada mesin rusak bisa mendeteksi enggak cukup? Kalau enggak bisa dipakai, baru itu rusak!" ledekku dengan puas.Mas Yoga ter
Bu Ine kini hadir di tengah-tengah kami. Tapi, yang aneh adalah, manajer resto menjelaskan semua masalah pada beliau. Apa benar, resto ini milik Ibu Mas Yoga juga? Wah, aku baru tahu kalau benar."Jadi, apa yang bisa saya bantu, Pak?" Bu Ine cuek pada aku dan anaknya. Tapi kini dia bicara pada Mas Anang."Ibu siapa? Owner restoran ini 'kah?" tanya Mas Anang heran."Ya. Ini restoran milik saya. Benar apa kata manager saya kalau Anda makan tapi tidak bisa bayar?" Aku super kaget. Dugaan benar, kalau resto ini milik orang tua pria yang kini ada di sampingku. Tapi, kenapa Bu Ine tidak kaget ada anaknya di sini? Bahkan, dia juga tidak menyapa anaknya. Pantas saja tadi pelayan resto kaget saat melihat Mas Yoga datang, itu karena dia pasti kenal. Secara, Mas Yoga anak bos mereka.Ck ck ck!Lalu, bagaimana sekarang?"Saya Ine, pemilik sah resto ini. Bisa saya minta penjelasan dari Anda? Penjelasan dari manajer saya saja tidak cukup," kata Bu Ine dengan lugas. Aku kini menyenggol Mas Yoga,
"Iya, mereka berdua. Mereka yang sudah kuras uang saya." Mas Anang menunjuk Mas Yoga dan aku.BAB 11"Betul sekali, Bu Owner. Jadi gini, wanita ini mantan istri pacar saya yang ganteng dan yang memiliki jabatan General Manager ini. Tadi mereka itu jajan di pinggir jalan. Ya, karena kasihan lihat orang miskin di jalan, kami pun ajak mereka makan. Sekali-kali lah orang miskin makan di resto mewah milik Ibu ya." Aku amat terenyah dengan penjelasan dari wanita yang menjadi pacar Mas Anang. Dia berani sekali menghina anak di depan ibunya. Apalagi sebut-sebut miskin dengan tatapan meledek. Tak ada sopan santun."Oh, jadi kalian berdua ingin traktir mereka berdua tapi tak ada uang?" kata Bu Ine menanggapi."Bu, jaga bicara Ibu. Kalau Ibu bukan owner resto mewah ini, saya mungkin sudah adukan kata-kata Ibu ini ke hukum. Saya bukan tidak ada uang, tapi uang saya masih ada di rumah. Saya akan bawa dulu, apa susahnya sih? Restoran macam apa ini?" Degh!Mas Anang malah nyolot. Sepertinya dia be
Bu Ine pun menanggapi balik. "Pelanggan adalah Raja. Tapi tidak ada Raja semacam Mas Ini ya? Kalau ingin dihormati dan dihargai orang, hormatilah dan hargailah diri kamu sendiri. Silahkan bayar, baru boleh pergi!" gertak Bu Ine. Sepertinya saat ini Mas Anang benar-benar dipermalukan. Betul juga kata Bu owner, mana ada Raja semacam Mas Anang?"Lalu mau Anda apa?" Mas Anang nyolot sekali.~~~ Kom Komala ~~~***"Mau saya, Anda bayar sekarang juga, atau diam di sini bersih-bersih. Anda boleh pulang setelah resto ini tutup. Kalau tak ada orang yang datang untuk membayar ganti rugi, Anda dan Mbak ini tidak boleh pergi. Kalian bantu beres-beres di resto ini. Mengerti!"Wow, sungguh ini benar-benar membuatku tertawa lebar. Bu Ine dengan yakin meminta si general manager itu untuk bersih-bersih?"Apa? Anda menghina saya?" bentak Mas Anang."Mas, nurut saja, Mas. Lagipula, saya sejak tadi mendengar kesombongan Mas pada mantan istri Mas dan pacarnya itu. Saya pikir Mas mau bayar dan banyak uang.
"Kalian lagi ngapain di sini? Bukannya kalian ada meeting dengan WP?" Bu Ine bertanya kepada aku dan juga anaknya.Kami sekarang ngobrol di luar restoran karena akan segera pergi, sedangkan Mas Anang dan pacarnya mau tidak mau harus menuruti apa yang telah jadi konsekuensinya. Rasakan kamu, Mas. Ini mungkin baru permulaan secara tak direncana.Sepertinya dia tak ada yang membantu. Jangankan kalau miskin, teman Mas Anang saat ia sedang di atas saja tak ada yang bantu. Buktinya, tadi beberapa kali dia menghubungi sahabat, tak ada satupun yang nyangkut. "Ya, kami memang ada pertemuan dengan WP, Mah. Tapi mereka kecegat itu, ada pohon tumbang di arah ke sini. Mama kok bisa di sini? Tak kena macet?" tanya sang anak pada ibunya."Mama sejak tadi juga di sini. Dengar ada keributan dari pelayan, Mama langsung hampiri. Mama kaget sih saat lihat kamu." Bu Ine memberi kami alasan. Tapi bisa sekali beliau berakting. Tapi bukan akting juga, memangnya harus apa yang ia katakan tadi untuk bahas ana
"Mama? Apa kabar, Mah?"Ternyata itu adalah mantan mertuaku. Ya, Ibu Mas Anang. Aku sodorkan tangan untuk menyalaminya. Bagaimanapun juga, dia adalah orang tua yang harus dihormati. Mantan mertua bersedia kusalami, namun wajahnya tetap angkuh sekali. Mas Anang juga keangkuhannya turun dari sang Ibu sepertinya."Baik. Kamu ngapain? Makan?" tanyanya sembari menyelidik penampilanku dari ujung kaki ke ujung kepala. Heuh, sebenarnya aku kesal dengan tatapannya itu, tapi mau bagaimana lagi."Iya, Mah. Maya akan makan di sini. Mama baru datang?" ujarku kembali."Enggak, saya ke sini cuma mau pesan makan untuk dibawa ke rumah. Oh ya, jangan panggil saya Mama lagi dong. Kamu sudah bukan menantu saya. Saya sudah punya lagi calon menantu yang lebih cantik dan baik dari kamu."Degh!Aku benar-benar terenyah dengan perkataan mantan Ibu mertua. Benar juga, kenapa aku harus panggil dia Mama? Mungkin karena sudah kebiasaan, jadi masih belum lupa."Baik, Bu. Saya panggil Ibu saja," ucapku."Nah, gitu
PoV Anang***Namaku Anang Wiguna. Sebenarnya disingkat saja, namaku masih ada tengahnya.Hari ini aku lagi-lagi bertemu dengan Maya si mantan istri di jalanan. Dia sedang membeli kerak telor bersama pacarnya yang miskin itu.Dari penampilan dan wajah, memang pria itu lumayan, tapi, kalau dari segi ekonomi, ya dia apa? Jalan ke sana kemari dengan kaki saja. Tak ada kendaraan yang layak.Setelah bercerai denganku, sepertinya Maya tak bisa lagi dapatkan pria yang lebih dariku. Yang lebih kaya maksudnya. Sepertinya Maya malu mengakui kalau dirinya itu kalah di hadapanku. Sepertinya menyesal juga telah memilih kata talak daripada dimadu.Saat itu, aku dan sekretaris memang menjalin hubungan. Ya, sekadar ingin menikmati hal baru lah. Tapi saat itu Maya malah memergoki kami berdua. Bahkan mantan sekretaris itu, telah menyerahkan kehormatannya padaku. Dia itu seorang janda muda, jelaslah aku tertarik.Kenapa sekarang dia kusebut mantan sekretaris? Karena posisinya telah tergantikan. Sejak p
-Anang-"Saya sudah merendahkan harga diri saya ya Bu untuk kerja di sini. Ibu jangan pancing emosi saya!" ucapku kesal."Jangan sombong! Andai kamu bisa bayar, kamu tidak akan kerja seperti ini! Sok-soan makan sampai puluhan juta dengan songong, tapi tidak bisa bayar," kritiknya semakin membuatku malu oleh para pelayan lain. Sepertinya mereka menertawakanku atas ini. Awas saja, setelah ini aku pastikan restoran ini sepi. Akan kuhasut semua orang supaya tidak makan di restoran ini."Saya bisa beli restoran ini, jangan sombong, Bu!" ujarku lagi dengan kesal padanya."Jangan sok mau beli, 35 juta saja kamu cuma bayar separuhnya. Ayok, cepat kerja! Oh ya, coba saya ingin lihat cara kamu melayani tamu!"Aku kaget dengan permintaan wanita tua di dekatku ini."Maksud Ibu bagaimana?" "Kamu coba layani tamu. Kamu ke depan dan sambut pelanggan. Ayok!" titahnya."Saya gak mau! Saya hanya bertugas di belakang ya, Bu?" Aku menolak dengan tegas.Sebenarnya cara bicara wanita tua ini adem sekali,