Share

Ganjaran Untuk Mantan Menyebalkan
Ganjaran Untuk Mantan Menyebalkan
Author: Kom Komala

BAB1 BERTEMU MANTAN DI KONDANGAN

PoV Maya

***

"Maya? Kamu ngapain di sini?"

Tatapan meledek dengan suara mengejek terlontar dari mulut Mas Anang--mantan suamiku. Kami di sini berjumpa dalam sebuah undangan pernikahan. Entah dia ada rekan dengan mempelai pria atau mempelai wanita.

"Aku lagi kondangan lah, Mas? Kamu enggak lihat?" jawabku agak sedikit sinis. 

Saat ini aku sedang duduk di kursi sendiri. Datang dengan seorang kekasih yang insyaallah akan menjadi pendamping hidupku. Pengganti Mas Anang.

"Hemh! Kamu jauh-jauh kondangan ke sini? Kamu memang kenal sama mereka berdua?" ledeknya mantap. 

"Hey, Sayang?" Tiba-tiba datang seorang wanita hampiri dirinya. Sepertinya dia pacar baru Mas Anang, lalu, mana sekretarisnya dulu yang merebut dia dariku?

"Eh, Sayang. Kenalin, ini mantan istriku yang sering aku ceritakan itu loh!" kata Mas Anang sambil meledekku. Di sekitar tak begitu banyak orang, jadi, aku leluasa diejek olehnya. 

Wanita bertubuh jangkung nan kurus itu pun nyengir meledek. "Oh, ini yang kata kamu istri yang cuma berdaster dan diam di rumah manfaatin uang kamu itu, Mas?" 

Tegh!

Ucapan wanita yang songong itu menusuk dasar jantung. Ucapannya masih terombang-ambing dibenakku dengan jelas. Aku bisa menyimpulkan, Mas Anang bercerai denganku lalu menjelekkanku.

"Maaf, Anda siapa ya? Apa hak Anda menjelekkan saya?" jawabku dengan nada pelan. Mana mungkin juga aku berlaku tidak terhormat di depan yang lain. Meskipun mereka cuek, tapi pastinya beberapa dari ekor mata mereka memperhatikan.

Tak malu apa Mas Anang dan pacarnya berdiri nampak menghakimiku? Dasar, orang tidak punya sopan santun.

"Aku pacarnya Mas Anang si General Manager di salah satu perusahaan terbesar di kota ini." Wanita bau cabai itu menjawab dengan angkuh. Sok berkata aku kamu, padahal kami baru bertemu. Sebutan 'saya' lah yang paling sopan.

Aku tersenyum sinis. "Oh, ini pacar baru kamu ya, Mas? Udah putus sama mantan sekretaris kamu itu ya? Ck." Aku mengejek Mas Anang di depan pacarnya.

"Bukan urusan kamu, May. Kamu gak usah ikut campur!" kata Mas Anang yang malah terpancing emosi. Itulah dia, si emosional.

"Sabar lah, Mas. Kalau gitu, kamu juga enggak usah ikut campur dengan kehidupan aku." Aku menjawab kembali dengan sinis.

"Iya sih, Mas, ayok kita pergi! Melihat wanita masa depan suram kayak gini aku kok jadi gatal ya, Mas?" cibir wanita peot itu. Tapi, aku tak akan terpancing emosi. Santai Maya.

"Baguslah, pergi sana! Kita sudah enggak ada urusan ya. Sudah satu tahun bercerai juga." Aku berkomentar. 

Kami memang sudah bercerai setahun yang lalu. Mengorbankan anak yang saat itu masih berusia tujuh tahun, sekarang putraku masih duduk di bangku sekolahan dasar. Namanya Arya, tepatnya Putra Arya Wiguna. Aku kesal ada embel-embel nama Mas Anang di belakangnya yaitu Wiguna. Tapi aku selalu berdoa, anakku akan tumbuh menjadi pria yang baik dan mampu menghormati wanita.

"Eh, tunggu, Sayang. Katanya dia juga udah kerja loh! Dia lulusan SMA, tapi katanya kerja di kantor." Mas Anang menertawakanku dengan nada amat meledek. Yang lain pun jelas agak mendengar hingga sedikit demi sedikit kami jadi pusat perhatian.

"Wah? Iya kah, Mas? Em, jadi OB kali ya, Mas?" kata pacarnya juga meledek. Tapi aku tak terpancing emosi. Aku hanya duduk sambil melahap es krim sebagai makanan penutup setelah makan hidangan menu utama di kondangan ini.

"Enggak sih, Sayang. Katanya dia bagus kok posisinya. Tapi aku gak tahu. Ya, sebagus-bagusnya pendidikan SMA, palingan jadi apa ya … em, tukang pijit bos-bos kaya kali ya? Haha." Mas Anang memancing emosiku, pasti dia sengaja ingin mempermalukanku. Maaf, attitude-ku tak seburuk itu.

"Wah, Sayang, kamu kok pinter?" ucap pacaranya dengan tangan terus bergandengan sejak tadi. Kenapa juga dunia sesempit ini. Padahal, ini kondangan di luar wilayah tempat kami masing-masing. Tapi, kenapa kami dipertemukan? Baiklah, mungkin kami harus saling berdrama kali ini. 

Atas ucapan mereka berdua, kali ini aku berdiri. Memperlihatkan kemarahan di awal, namun tersenyum lebar di akhir. 

Kedua tangan ini melipat di bawah dada lalu menyelidik tubuh mereka dari ujung kaki ke ujung kepala. Dua-duanya kupandangi.

"Hey! Jaga tatapan kamu, ya?" tegur pacar Mas Anang atas tatapanku. Yang kini membuatku terkekeh kecil. 

"Hem. Mbak cantik, enggak khawatir ya? Maaf nih, Mbak, dia ini 'kan mantan saya ya? Bahkan, rumah kami juga berjauhan. Em, kok bisa ya dia seperhatian itu sama saya? Sampai-sampai, dia tahu saya sudah kerja. Hati-hati ya, Mbak, mungkin diam-diam dia suka cari informasi saya. Ya, untuk apalagi ya kalau bukan masih suka." Aku tersenyum meledek di akhir. Puas sekali berkata seperti barusan, karena pacar Mas Anang kini perlahan manyun. Sepertinya dia terpancing emosi.

Mas Anang khawatir dengan wanitanya yang nampak cemburu itu. "Heh, jaga ya ucapan kamu. Kamu gak pantas bicara begitu!" geram Mas Anang padaku. Mas, Mas, Maya di lawan.

"Jangan dengerin dia, Sayang!" kata Mas Anang menenangkan pacarnya. Aku berdiri saja masih dalam tatapan sinis.

"Kamu itu cuma sampah yang aku buang tahu gak?" ucap Mas Anang menghinaku.

Tapi, bukan aku namanya bila harus kalah bicara. Apalagi, ini di dekat orang banyak. Aku juga harus menjaga emosi dan tetap bicara dengan santun. Ya, nyeleneh sedikit tak apa-apa sepertinya.

"Iya, kamu itu sampah yang udah terbuang. Mana mungkin Mas Anang kepo sama kamu?" ujar wanita itu. Dia tak sadar? Dengan Mas Anang tahu kehidupanku, itu bukan cari tahu? Dasar wanita agak kurang satu senti. Aku saja, tidak tahu kalau Mas Anang sudah putus dengan sekretarisnya. Bahkan, dia masih hidup pun aku tidak tahu. Kenapa? Karena aku tidak peduli sama sekali. Lah, dia? Malah tahu aku kerja di kantor. Apa namanya kalau bukan ingin tahu informasi mantan?

"Ingat ya, kamu sampah bagiku. Hemh!" Lagi, Mas Anang mendelikkan mata dengan sinis.

"Sampah? Oh, sama dong. Bagiku kamu juga sampah. Em, selamat ya, Mbak, Mbak pungut barang bekas saya."

Aku pun berlalu setelah bicara seperti itu. 

"Maya!"  Mas Anang menegurku. Sepertinya dia kesal dengan ucapan yang aku lontarkan. Maaf, Mas, aku bukan Maya yang dulu. Yang selalu kamu hina karena aku cuma di rumah saja. Bahkan, aku juga dihina oleh keluarga kamu. Tapi, kalian tidak tahu saja sekarang aku bagaimana. 

"Maya? Maaf, aku lama."

"Iya, Mas, enggak apa-apa kok."

"Kamu mau ke mana? Aku baru saja akan hampiri kamu loh?" kata pria yang gelarnya kalau secara keren itu teman dekat. Namun lebih dari sekedar sahabat.

"Aku mau di kursi lain saja, Mas." Aku menjelaskan.

"Oh, baiklah, ayok!"

Ini dia pria yang selama ini selalu menghormatiku. Namanya Mas Yoga. Lebih tepatnya, Volando Yoga Halilintar.

Kalau di kantor aku menyebut dirinya itu dengan sebutan bapak, karena dia adalah bosku di kantor. Ya, sekarang aku juga telah menjadi wanita karir. Supervisor, itulah jabatanku sekarang.

Mas Anang, lihatlah, apa kamu bisa menghinaku lagi?

***

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status