#2
"Halah, ngapain kamu pake nanya segala sih, Reno! Udah jelas-jelas kamu dengar kalau istrimu itu bentak-bentak mama!" Bu Kamila mendelik tajam ke arah Alma, saat wanita itu baru saja hendak membuka suara. Alma hanya dapat menghela napas pelan. Baru kali dia dan mama mertuanya terlibat perdebatan panas begini. "Alma, kenapa kamu membentak mama? Apa masalahnya. Kalau memang ada masalah, kamu bisa kan bicarakan baik-baik!" Kini giliran Reno yang menghakimi Alma.Ia seolah tidak merasa perlu mendengarkan penjelasan istrinya terlebih dulu. "Harusnya kamu dengarkan penjelasanku dulu, Mas." Alma berucap pelan, lalu memilih berlalu dari ruangan itu sambil merasakan sesak di dada. "Alma! Alma!" panggil Reno, namun Alma hiraukan saja. Toh, pria itu masih berdiam diri di tempatnya. Bahkan tidak berusaha mengejarnya yang sedang berlari menaiki tangga. "Sudahlah, Reno! Gak usah kamu panggil-panggil istri kurang ajarmu itu. Berani-beraninya membentak orang yang lebih tua!" seru Bu Kamila, dan masih bisa Alma dengar. Alma hanya dapat menahan sesak saat sang suami lebih mendengarkan ucapan ibunya. Reno juga tampak menanggapi ucapan Bu Kamila. Tetapi, Alma memilih tidak peduli lagi dan segera masuk ke kamar yang ada di lantai atas."Istrimu itu bener-bener keterlaluan dan kurang ajar banget, Ren!" seru Bu Kamila dengan wajahnya yang masih emosi. Dengan kasar, wanita itu mendaratkan bokongnya di atas sofa."Hufh …." Reno terdengar menghela napasnya berat. Sejujurnya, ini adalah pertama kali baginya melihat ibu dan istrinya terlibat pertengkaran."Kamu tuh harus kasih pelajaran ke istrimu, biar gak kurang ajar sama Mama!" pekik Bu Kamila lagi sambil menyedekapkan tangan di dada."Hmm … kalau Reno boleh tahu masalahnya apa sih, Ma, sampai-sampai kalian adu mulut begini. Aku sangat kenal sama Alma, dia nggak mungkin —""Ooh, jadi kamu sekarang nyalahin Mama dan membela istrimu yang gak punya sopan santun itu!" potong Bu Kamila seolah tak membiarkan Reno bicara."Bukan gitu maksudku, Ma." Reno jadi serba salah. Ia tampak menggaruk belakang kepalanya yang tak gatal. "Terus apa, hah! Intinya kamu tuh mau nyalahin mama tadi, kan!" Bu Kamila semakin meninggikan nada bicaranya."Asal kamu tahu ya, Ren. Mama itu udah muak sama tingkah laku istrimu. Dia itu bisanya cuma menghambur-hamburkan uangmu saja. Kamu nggak tahu kan, kalau ibu mertuamu mau berangkat umroh lusa nanti," ucap Bu Kamila berapi-api.Reno terperangah, pasalnya dia sendiri tidak pernah tahu tentang hal tersebut. "Mama tahu kabar itu dari mana?" tanya Reno memastikan."Dari orang-orang lah, kayaknya cuma kita aja yang nggak tahu, Ren!" sahutnya ketus. Reno tampak mengangguk percaya, karena memang dia sama sekali tidak tahu kabar itu dan baru mendengarnya sekarang. "Pokoknya kamu tanyain sama si Alma itu, uang dari mana ibunya bisa umroh kalau bukan pakai uangmu!" ucap Bu Kamila dengan tatapan sinisnya. Ia tampak mengingat bagaimana teman-teman arisannya menghina kalau dia kalah dari besannya yang mau umroh tahun ini."Bu Mila, tahu nggak kalau besannya mau umroh?" tanya Bu Rasti, yang menjadi tuan rumah arisan pagi tadi."Hah, umroh? Kata siapa, sih? Nggak mungkin lah, tahu sendiri kan kalau besan saya itu bukan orang yang berkecukupan." Bu Kamila tampak terkejut hingga menampik kabar itu."Beneran loh, Bu Mila. Nih, Jeng Dini yang satu kampung sama Bu Hasna yang jadi saksinya. Besan Bu Mila mau berangkat umroh lusa nanti. Memangnya, menantu ibu nggak ngomong apa-apa ya? Kok bisa, ibunya berangkat umroh sedangkan Bu Mila nggak tahu apa-apa," timpal Bu Rasti terus meyakinkan Bu Kamila tentang kebenaran kabar itu."Beneran ya, Jeng Dini?" Bu Kamila kini menatap Jeng Dini yang tengah menyeruput tehnya."Eh, iya, Bu. Bener kata Bu Rasti. Kita-kita aja nggak nyangka lho kalau Bu Hasna bakalan pergi umroh. Padahal kan kita tahu banget kalau kehidupan ekonominya jauh di bawah Bu Mila, iya kan?" Jeng Dini tampak ikut membenarkan, bahkan terkesan makin mengompori Bu Mila."Apa jangan-jangan … besan ibu itu melakukan pesugihan ya. Iiih, serem banget sih kalau begitu, Bu. Hati-hati, takutnya malah Bu Mila jadi target tumbalnya. Hiyy, seremmm!" Bu Rasti terus menambahkan praduganya yang belum tentu benar. "Halah, kalian ini nakut-nakutin saya aja sih! Sudah ah, saya mau pulang aja kalau begini," ucap Bu Kamila memilih segera pergi dari perkumpulan itu meskipun acaranya belum selesai. Bu Kamila tampak sangat geram mendengar hal itu dari teman-teman arisannya. Ia bersumpah akan melabrak Alma saat menantunya itu pulang kerja sore nanti. 'Awas saja kamu, Alma. Enak saja kamu mengumrohkan ibumu tapi mama mertuamu nggak diumrohkan juga! Padahal aku yakin itu adalah uang dari hasil kerja keras anakku!' ujar Bu Kamila geram dalam hatinya. *"Nih, Bu. Diminum dulu," ucap Reno sembari menyodorkan segelas air minum untuk sang ibu. Sontak saja suara bariton putranya itu membuyarkan lamunan Bu Kamila atas kejadian pagi tadi yang membuat dirinya melabrak sang menantu."Makasih." Tanpa basa-basi lagi, Bu Kamila langsung meraih gelas itu dan meneguknya cepat bahkan hingga dirinya tersedak."Uhuk! Uhuk!" "Pelan-pelan, Ma," ucap Reno sambil meraih selembar tissue untuk Bu Kamila."Pokoknya Mama mau umroh juga, Ren! Apa kata orang-orang kalau Mama nggak umroh, malah si besan yang umroh! Kamu harus minta Alma buat umrohin Mama juga!" ucap Bu Kamila menggebu-gebu. Ia tak mau kalah dengan Bu Hasna yang notabenenya lebih miskin daripada dia. Namun, wanita itu malah mengejutkan semua orang dengan kabar berangkat umrohnya."Iya, nanti Reno coba ngomong sama Alma. Mama tenang dulu, ya. Reno juga minta maaf atas tingkah Alma yang sudah membentak Mama tadi," ucap Reno melunakkan nada bicaranya agar sang mama segera mereda emosinya."Nah gitu, dong! Kamu ini seharusnya bilang begitu dari tadi, Ren, biar mama nggak tambah emosi! Ingat ya, kamu itu anak Mama, sudah seharusnya kamu lebih membela Mama yang merupakan orang yang melahirkan dan membesarkanmu. Istrimu itu cuma orang lain yang kebetulan jadi keluarga setelah kamu nikahi!" Bu Kamila terus saja mengoceh panjang lebar. Sementara, Reno hanya bisa diam sambil memikirkan bagaimana cara untuk membicarakan tentang hal ini dengan Alma, istrinya."Iya, Ma. Reno mengerti, yang penting Mama jangan marah-marah lagi ya. Reno pasti akan bicarakan hal ini sama Alma dan minta penjelasannya," ucap Reno patuh dengan permintaan sang Mama.Bu Kamila yang sudah menghabiskan minumannya pun, tampak memberikan gelas kosong itu pada Reno sambil mengulas senyum kemenangan di wajahnya.'Darah memang lebih kental daripada air,' batinnya puas setelah mendapat dukungan dari putra semata wayangnya. ***#48"Saya serius sama kamu, Alma," sambungnya.Rafael mengeluarkan sesuatu dari sakunya, kemudian menyodorkannya pada Alma. "Saya selalu membawa cincin ini ke mana pun saya pergi. Saya harap, suatu hari nanti saya bisa menemukan waktu yang tepat untuk memberikan cincin ini ke kamu. Saya rasa, hari ini adalah hari yang tepat untuk memberikan cincin ini ke kamu, Alma."Alma tak dapat berkata-kata lagi. Lidahnya terasa sangat kelu. Dengan menyerahkan cincin tersebut, secara tidak langsung Rafael sudah menunjukkan keseriusannya pada Alma dan berniat untuk meminang Alma."Apa kamu mau jadi istri saya?" tanya Rafael bersungguh-sungguh.Alma masih tak percaya ia akan menerima lamaran secepat ini. Wanita itu menoleh ke arah Lily sebelum menjawab pertanyaan dari Rafael. "Saya tanya sekali lagi Alma, apa kamu mau menikah dengan saya?" tanya Rafael lagi. "Kamu nggak perlu jawab sekarang. Ta
#47Tok, tok!Reno mengetuk pintu perlahan. Saat ini pria itu sudah berdiri di depan rumah Bu Kamila.Butuh waktu lama bagi Reno untuk membuat keputusan ini. Setelah mempertimbangkan baik-baik, akhirnya pria itu pun pulang untuk menemui sang ibu. Reno ingin tahu bagaimana keadaan ibunya saat ini. Ia hanya mendengarkan setiap nasihat Alma padanya. Jika saja Alma tak pernah menasihatinya maupun memberi kabar tentang sang ibu, mungkin Reno tidak akan pernah berdiri di sini, saat ini."Mama masih tinggal di sini kan?" gumam Reno seraya celingukan ke kiri dan ke kanan. Pria itu tampak menelisik kondisi rumah yang terlihat sangat sepi, namun beberapa bagian dinding terlihat sangat kotor.Reno berdiri cukup lama di teras rumah. Tak ada satu orang pun yang muncul untuk membukakan pintu."Mama nggak ada di rumah, ya?" Reno membuka gagang pintu rumah tersebut, kemudian membukanya. Ternyata pintu
#46"Alma, mau pulang bareng saya? Kebetulan saya ada urusan di dekat rumahmu. Saya bisa antar kamu pulang sekalian," ajak Rafael pada Alma saat jam pulang kerja tiba.Ini bukan pertama kalinya Rafael menawarkan diri untuk mengantarkan Alma pulang. Tidak hanya mengantar pulang, Rafael juga makin sering mengajak Alma makan siang bersama.Setelah Rafael tahu kalau Alma sudah resmi bercerai dari Reno, Rafael pun makin gencar mendekati Alma. Rafael tak akan menyia-nyiakan kesempatan ini. Sebelum Alma jatuh ke pelukan pria lain, Rafael harus segera bertindak untuk mendapatkan hati Alma. Apalagi sang Mama juga sudah mendukung penuh mengenai kemauan Rafael untuk membuat Alma menjadi istrinya, sehingga Rafael tidak ragu lagi dalam menunjukkan perasaannya pada Alma."Terima kasih atas tawarannya, Pak. Tapi saya belum mau pulang. Saya juga masih ada urusan di luar," tolak Alma secara halus. Wanita itu masih enggan terhadap Rafael, seolah memb
#45Alma pulang ke rumah dengan perasaan kalut. Wanita itu tidak tega melihat Bu Kamila yang tertawa dan menangis sendirian di tengah jalan tanpa mengenakan alas kaki."Kenapa nasib Mamanya Mas Reno jadi begini?" gumam Alma.Meskipun Alma hanya mempunyai kenangan buruk dengan Bu Kamila, tapi Alma sama sekali tidak menyimpan dendam. Alma ikut sedih melihat kondisi Bu Kamila yang cukup memprihatinkan."Nduk, Ibu mau masak makan malam. Kamu pengen dimasakin apa?" tawar Bu Hasna pada Alma.Alma hanya diam. Wanita itu sibuk melamun, memikirkan Bu Kamila."Nduk, kamu dengar ibu nggak sih?" Bu Hasna menepuk pelan bahu Alma.Alma terkesiap. Wanita itu tersadar dari lamunannya. "E–eh, kenapa, Bu? Ibu butuh apa?" tanya Alma gelagapan.Bu Hasna mengulas senyum tipis. "Kamu lagi ngelamunin apa?" tegur sang ibu."Aku nggak melamun kok, Bu.""Kamu nggak perlu bohong, Alma. Bilang sama Ibu, kamu lagi mikirin apa?" desak Bu Hasna.Alma menarik napas dalam-dalam. Sepertinya, wanita itu harus memberita
#44"Emas-emasku pada ke mana?"Bu Kamila menatap wadah perhiasan miliknya yang sudah kosong. Wanita paruh baya itu terlihat linglung. Sepertinya Bu Kamila tidak sadar kalau ia sudah menjual semua emas-emasnya hingga ludes."Hilang ke mana emasku? Kenapa wadahnya kosong?" gerutu Bu Kamila mengomel sendiri di dalam kamarnya."Pasti jatuh di bawah lemari! Atau aku lupa naruh? Nggak mungkin ada pencuri masuk ke sini, kan?"Bu Kamila mengobrak-abrik seisi kamarnya. Wanita itu mulai uring-uringan, mencari perhiasannya yang sudah raib.Kamar Bu Kamila yang sudah berantakan pun makin terlihat acak-acakan. Tidak hanya kamar saja, beberapa ruangan lain yang ada di rumah tersebut juga tidak terawat.Sepertinya Bu Kamila mengalami stress berat setelah ditinggal oleh putranya. Demi menyambung hidup, Bu Kamila terpaksa menjual harta benda miliknya, termasuk emas-emas yang ia punya. Sekaran
#43Alma melirik ke arah jam dinding. Wanita itu sudah berpakaian rapi dan siap untuk pergi ke suatu tempat.Hari-hari berlalu begitu cepat tanpa ia sadari. Setelah melewati drama yang panjang, akhirnya tiba saatnya Alma untuk berjumpa dengan sang suami di meja hijau.Hari ini adalah hari sidang pertama perceraian Alma dan Reno. Sebentar lagi, Alma benar-benar akan lepas dari cengkraman Reno."Udah jam segini. Aku harus berangkat sekarang," gumam Alma.Alma melangkah menuju ke ruang sidang dengan senyum cerah. Wanita itu sudah siap menyambut lembaran hidup barunya dengan status baru."Semoga sidang hari ini lancar!"Alma berpapasan dengan Reno di depan pintu masuk ruang sidang. Alma langsung membuang muka begitu ia melihat sang mantan suami. Keduanya masuk secara bersamaan ke ruang sidang. Alma dan Reno membeberkan satu persatu alasan mereka ingin berpisah. Beruntung sidang dapat berjalan dengan lancar tanpa di