Share

Pertengkaran

#3

"Mama udah pulang?" sambut Lily begitu Alma masuk ke kamar. Gadis kecil itu sedang asyik menggambar rupanya.

Alma tersenyum, berusaha menghilangkan jejak kesedihan akibat perlakuan Bu Kamila dan suaminya tadi. Sungguh, Alma sangat tidak ingin terlihat menyedihkan di hadapan putrinya. Sehingga mau tak mau, Alma memaksakan senyum di wajahnya.

"Iya, Sayang. Kamu udah mandi, Nak?" tanya Alma sembari berjalan menghampiri bocah kecil itu. 

"Udah tadi, Ma. Aku bosan, jadinya aku di kamar dan menggambar saja. Oma dari tadi seperti nggak mau diganggu," jawab Lily dengan ekspresi polosnya. 

"Oh ya? Memangnya Oma gimana hari ini, Nak?" tanya Alma mengernyit heran. Sebab pagi tadi sebelum berangkat kerja, mama mertuanya masih bersikap biasa saja bahkan tidak terlihat jika sedang kesal padanya. 

"Iya gitu, Ma. Oma tadi waktu jemput aku dari sekolah mulai uring-uringan gitu. Nggak tahu kenapa, jadinya Lily gak mau main sama Oma," tutur Lily. Tampak kejujuran terlihat dari wajah polosnya. Sudah pasti apa yang dikatakan Lily bukanlah kebohongan, karena anak itu tidak dibiasakan berbohong. 

"Sebenarnya apa yang terjadi sama Mama, ya," gumam Alma pelan nyaris tak terdengar. Firasatnya berkata jika ada seseorang yang mungkin mengompori mertuanya. Tetapi, entah siapa. Berburuk sangka pun rasanya tidak baik.

"Mama ngomong apa?" tanya Lily ketika mendengar gumaman tak jelas dari mulut Alma.

"Ah, jangan diambil hati ya, Nak. Mungkin aja Oma lagi jelek moodnya. Lily juga gitu kan kalau lagi badmood?" goda Alma berusaha mencairkan suasana, tanpa memberitahukan gumamannya tadi.

"Iya ya, Ma. Hmm, Lily laper Ma. Tadi Lily cuma makan biskuit aja buat ganjal perut." Lily berkata sambil mengelus perut kecilnya.

"Oh ya ampun. Maaf ya, Sayang. Harusnya sepulang kerja tadi mama langsung pulang aja kalau kamu kelaparan begini," ucap Alma merasa bersalah.

"Gak apa kok, Ma. Aku juga lapernya baru dikiiiitt," seloroh Lily dengan wajah lucunya, hingga membuat Alma mengulas senyum tipis.

"Ya udah, mama siapin makanan buat kamu dulu ya, Sayang. Sebentar," ucap Alma. 

Sebenarnya, Alma masih sangat malas jika harus turun dan harus berpapasan lagi dengan Bu Kamila maupun Reno di lantai bawah. Tapi, bagaimanapun juga Alma tidak bisa mengabaikan Lily yang sedang kelaparan. 

Alma pun menuju ke kamar mandi yang letaknya masih di kamar. Mencuci muka sekadarnya, lalu mengganti baju rumahan yang nyaman dipakai.

Saat Alma baru saja menuruni dua anak tangga, Reno terlihat datang dan mau tak mau Alma berpapasan dengannya.

"Kamu mau ke mana?" tanya Reno dengan tatapan menyelidik ke arah sang istri. 

"Aku mau ke dapur, nyiapin makanan buat Lily," sahut Alma tanpa menoleh ke arah Reno. Ia masih kesal dengan sang suami yang terkesan tidak mau mendengarkannya. 

"Malam nanti kita bicarakan masalah tadi, Alma," ucap Reno datar. Lalu, pria itu melangkah melewatinya dan Alma tebak tujuannya adalah kamar. Alma mendengus pelan. Dia harus menyiapkan mentalnya jika nanti malam harus berdebat dengan Reno.

Alma pun memilih untuk tak menanggapi ucapannya. Percuma saja, karena menurutnya Bu Kamila pasti sudah berbicara dengan Reno tentang kejadian tadi menurut versinya. 

*

Alma meneruskan langkah kaki, dan akhirnya sampai di tempat yang dituju. Dengan gerakan cepat, dia mulai mengeluarkan bahan-bahan masakan yang disimpan di kulkas, dan mulai meraciknya sebagai menu makan malam untuk seluruh keluarga. 

Karena tidak tinggal terpisah, Alma juga memasakkan lauk untuk Bu Kamila. Saat sedang sibuk berkutat di dapur, Alma mendengar mama mertuanya terus mengoceh dan membahas masalah tadi. 

Awalnya, Alma memilih diam, dan tetap melanjutkan aktivitas memasak. Alih-alih tersulut dengan ocehan Bu Kamila yang kian membuat telinganya panas. 

"Orang miskin emang nggak tahu tata krama. Ada orang tua bicara malah didiemin!" celetuk Bu Kamila tiba-tiba. 

Entah sejak kapan wanita paruh baya itu sudah berdiri tepat di samping Alma, hingga rasanya celetukan itu terdengar menyakitkan hatinya sepuluh kali lipat. 

Berkali-kali Alma menarik dan membuang napas, demi menetralkan setiap emosi yang mulai merasuki jiwa. 

"Saya gak akan ikhlas, dan gak ridho ya Alma. Uang anak saya habis buat ngumrohin ibumu itu!" ucapnya lagi semakin menjadi.

"Cukup, Ma! Berapa kali aku harus bilang kalau Ibu berangkat umroh bukan memakai uang pemberian Mas Reno!" sergah Alma tak tahan lagi jika hanya diam dan membiarkan Bu Kamila dengan pikiran liarnya.

"Kalau bukan dari Reno, terus dari mana lagi. Apa ibumu menjual diri, hah! Saya tahu kamu juga kerja, tapi saya yakin gajimu nggak sebanyak itu, Alma! Oh, atau ibumu itu melakukan pesugihan. Iya?!" Ucapan Bu Kamila semakin keterlaluan saja. 

Hingga refleks tangan Alma melayang ke arah pipinya.

PLAK!

"CUKUP, MA. KUBILANG HENTIKAN!" teriak Alma setelah menghadiahi tamparan di pipi mama mertuanya.

"Kurang ajar kamu!" pekik Bu Kamila penuh amarah. Wanita itu menyambar kerudung sport menantunya dan bahkan menjambak rambut Alma dengan sangat keras.

"Beraninya kamu menamparku, hah! Reno! Reno! Turun kamu. Lihatlah kelakuan istrimu!" teriak Bu Kamila nyaring sengaja memanggil Reno agar turun dari lantai atas dan melihat kegaduhan yang terjadi antara mereka di dapur.

"Lepas, Ma! Sakitt!" ucap Alma merintih kesakitan, merasakan jambakan mama yang cukup kuat di kepalanya.

"Biar tahu rasa kamu, Alma! Kamu sendiri yang memulai dan menamparku, dasar menantu gak ada akhlak!" teriak Bu Kamila emosi.

"Astagfirullah. Ma, kenapa mama menjambak Alma?" Reno yang baru saja masuk ke dapur terperanjat melihat Alma yang sedang dijambak oleh mamanya.

Reno berjalan mendekat, berusaha melerai kami.

"Ma, lepasin Alma. Dia pasti kesakitan," pinta Reno sambil memegangi tangan Bu Kamila yang berada di kepala sang istri. 

"Halah! Dia sendiri yang pertama kali menampar Mama, Ren! Ini adalah balasan dari tamparannya!" Bu Kamila bersikukuh untuk tidak melepaskan jambakannya.

"Benar itu, Alma? Kamu nampar mama?" Lagi dan lagi seperti tadi, Reno menatap Alma yang tengah meringis kesakitan dengan sorot menghakimi.

"Kalau iya kenapa, Mas?" tanya Alma yang sudah tidak memedulikan rasa sakit di kulit kepala lagi. 

"Kamu kenapa sih? Tadi bentak mama, sekarang nampar mama. Apa sih yang kamu pikirkan!" Reno menghujani sang istri dengan pertanyaan menyudutkan, seolah-olah Alma adalah tersangka utamanya.

"Istrimu itu sudah gila, Ren!" seru Bu Kamila seraya mengempaskan kepala menantunya hingga terhuyung dan nyaris jatuh. 

Dapat Alma lihat, mertuanya itu tersenyum penuh kemenangan dan menyeringai licik saat Reno lebih berpihak padanya. Benar kata pepatah, kalau darah lebih kental daripada air. Bagaimanapun, dirinya dan Reno hanya terikat oleh ikatan pernikahan dan akhirnya menjadi keluarga.

"Benar! Aku memang sudah gila! Gila karena tingkah laku kalian!" pekik Alma sambil menatap tajam ke arah Reno dan mamanya secara bergantian. 

***

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status