Share

Gara-Gara Mengumrohkan Ibu
Gara-Gara Mengumrohkan Ibu
Author: Merry Heafy

Tajamnya Lidah Mertua

#1

"Alhamdulillah, akhirnya Ibu bisa berangkat umroh tahun ini," ucap Alma sembari memeluk erat tubuh wanita yang telah melahirkannya 28 tahun silam.

Lusa adalah hari keberangkatan ibu dengan jamaah umroh lainnya. Sehingga, Alma perlu memastikan kondisi sang ibu fit sebelum hari keberangkatannya. 

"Iya, Nduk. Alhamdulillah. Doakan Ibu supaya pergi dan pulang dengan selamat ya, Nduk," ucap Bu Hasna sambil mengelus pelan punggung Alma. 

Rasa nyaman seketika menjalari hati Alma seiring pelukan hangat itu berlangsung. 

Tak terasa tetesan air mata kini membasahi pipi wanita itu. Bagaimana tidak, sekian tahun lamanya Bu Hasna menabung akhirnya beliau bisa berangkat umroh dari uang gaji Alma yang tak seberapa dia sisakan untuk wanita tua itu. 

"Tentu saja, Bu. Aku pasti akan mendoakan Ibu di manapun Ibu berada," ucap Alma sembari melerai pelukan kami. Seulas senyum segera terukir di wajah cantik Alma. Ia terharu karena akhirnya sang ibu dapat mewujudkan impiannya menjadi tamu Allah SWT di ka'bah-Nya.

Mereka berdua saling menangis haru. Rumah sederhana tempat Alma lahir dan dibesarkan itu kini menjadi saksi bahwa Alma sangatlah bersyukur bisa mengumrohkan sang ibu.

"Udah sore, Bu. Aku harus pulang, takutnya Mas Reno udah pulang dan aku belum masak apa-apa," ucap Alma berpamitan ketika menyadari sudah cukup lama berada di rumah Bu Hasna, rumah ternyamannya dalam hidup ini. 

Seharusnya sepulang dari tempat kerja, Alma harus pulang ke rumah mertuanya yang ditempati selama delapan tahun pernikahannya dengan Reno, tetapi karena ingin mengunjungi Bu Hasna dan mengucapkan salam sebelum sang ibu berangkat umroh. Jadilah, Alma menyempatkan diri untuk mampir. 

"Iya, Nduk. Pulanglah. Salam untuk ibu mertuamu dan cucu Ibu ya," ucap Bu Hasna seraya berdiri dan mengambil sesuatu dari kamarnya. 

Tak lama wanita yang sudah berusia setengah abad lebih itu kembali dan memberikan sesuatu untuk Alma.

"Ini, bawa ke rumah ya, Nduk." Bu Hasna menyodorkan sebuah kantong kresek yang tidak Alma ketahui isinya. 

"Ini apa, Bu?" tanya Alma seraya melipat kening.

"Ini cuma kue kering buatan ibu saja, Nduk. Buah tangan buat ibu mertuamu," ucap Ibu tulus.

"Terima kasih, Bu. Aku pulang dulu kalau begitu." Alma pun keluar dari rumah sang ibunda, lalu menstater motor dan mengarahkannya pulang ke rumah sang mertua.

Delapan tahun menikah, Alma dan Reno masih tinggal bersama Bu Kamila, ibu kandung Reno. Bukannya mereka tidak ada niat untuk pindah dan tinggal terpisah. Akan tetapi, sejak awal Bu Kamila sudah menekankan kalau dia tak ingin tinggal berjauhan dengan anak semata wayangnya. 

"Kalian tinggal di sini saja, Ibu menempati lantai pertama dan kalian di lantai dua." Begitulah ucapnya ketika mereka sempat mengutarakan niat untuk pindah. 

Reno pun akhirnya tak mau ambil pusing, dan keduanya pun membuang jauh-jauh pikiran untuk tinggal terpisah. 

Rumah Bu Hasna dan Bu Kamila hanya berjarak 5 km. Masih satu kecamatan, hanya berbeda desa saja. Sehingga tak butuh waktu lama bagi Alma hingga akhirnya sampai di rumah. 

*

Alma memarkirkan motor, lalu membawa langkah masuk sambil menenteng kantong plastik pemberian Bu Hasna. 

"Assalamualaikum," sapa Alma saat baru saja masuk ke rumah.

Sang mama mertua tampak sedang asyik selonjor kaki sambil menonton acara TV favoritnya. Namun, entah mengapa saat dia melirik sekilas ke arah Alma tampak sekali kalau beliau sedang kesal pada menantunya. Entah apa alasannya. Bahkan salamnya pun tidak dijawab.

"Lily mana, Ma?" tanya Almaberbasa-basi menanyakan putrinya yang berusia 7 tahun itu.  

"Ada di atas," jawabnya dengan nada ketus yang cukup mengejutkan Alma.

'Apa aku ada buat salah sama Mama? Kenapa reaksinya begitu?' batin Alma bertanya-tanya.

"Ma, ini aku bawakan …." 

"Bagus ya! Kamu hambur-hamburkan terus uang suamimu itu, hah!" bentak Bu Kamila memotong kalimat Alma begitu saja.

Alma tersentak melihat kemarahan sang mertua yang mendadak seperti ini. Entah salahnya di mana. 

"Maksud Mama apa?" Alma lantas memberanikan diri untuk bertanya setelah menenangkan degupan jantungnya. 

"Masih nggak ngerti juga, hah! Kenapa sih kamu itu bisanya ngabisin uang anak saya saja. Bisa-bisanya kamu memakai uang anak saya untuk mengumrohkan ibumu!" pekik Bu Kamila berang. 

Matanya mendelik tajam ke arah sang menantu. Dia bahkan berdiri dari posisi duduknya dan menunjuk tepat di wajah Alma. 

Deg!

Bentakan Bu Kamila lagi dan lagi membuat Alma tercengang. Namun, yang lebih mengherankan adalah kalimat terakhirnya. Bagaimana bisa Bu Kamila berpikir kalau besannya umroh dengan uang dari Reno, yang merupakan putranya.

"Saya aja nggak pernah umroh, Alma!" tekan Bu Kamila lagi masih dengan pelototan tajamnya.

"Maaf, Ma. Kayaknya mama salah paham deh," ucap Alma berusaha meluruskan pola pikir mama mertuanya yang keliru itu. 

"Halah, salah paham gimana menurutmu, Alma! Saya ini kaya lho, tapi saya nggak pernah tuh umrah umroh segala! Kok bisa ibumu yang miskin itu bisa umroh. Gimana lagi kalau bukan mengeruk harta menantunya, benar kan!" tuduh Bu Kamila semakin menjadi-jadi. Amarahnya terlihat menggebu. 

Kantong plastik yang Alma bawa sontak jatuh berserakan begitu saja usai mendengar kata-kata tajam yang baru saja terucap dari bibir mama mertuanya. 

"Kita duduk dulu dan bicara, Ma," ucap Alma berusaha menenangkan diri agar tidak ikut tersulut emosi. Rasanya sungguh sakit ketika sang ibu difitnah sedemikian rupa.

"Halah, bicara apa lagi? Mau jelasin apa, semuanya nggak perlu!" ketusnya lagi sambil mengerucutkan bibirnya. 

Namun, akhirnya wanita itu tetap duduk. Alma pun melakukan hal yang sama agar kesalahpahaman ini segera selesai dan tidak merembet kemana-mana. 

"Ma, tolong jangan menghina dan mempermalukan ibuku seperti itu," ucap Alma memulai obrolan berharap beliau mau menerima penjelasannya. 

"Lalu apa? Kenyataannya memang begitu kan. Ngaku saja kalau ibumu itu sudah manfaatkan anakku biar bisa pergi umroh. Apa saya salah ngomong, Alma!" Bu Kamila bersikeras dengan pendapatnya dan tetap merasa paling benar. 

Alma meraaa tidak tahan lagi dengan semua tuduhan mama mertuanya hingga aku pun membuka suara. 

"Ibu saya berangkat umroh dengan gaji saya sendiri, Ma. Saya nggak menyentuh sepersen pun dari gaji anak Mama, paham?" ucap Alma membela Bu Hasna di hadapan mertuanya. 

"Saya ini kaya, Alma. Tapi saya nggak pernah umroh!" Bu Kamila tetap tidak mau disalahkan. 

"Mas Reno kan selalu ngasih uang bulanan ke Mama. Mama tentu bisa menabungnya untuk umroh," ucap Alma yang sudah hilang respect pada wanita di hadapannya.

"Ck, per bulan cuma lima juta, mau nabung sampai kapan coba!" ucapnya sambil melengoskan wajah.

"Tapi mama nggak punya tanggungan!" sergah Alma berani.

Bu Kamila menoleh dan makin jelas kilat amarah di wajahnya. "Orang miskin memang sukanya menyahut omongan orang yang lebih tua!" sentak wanita itu meninggikan suaranya. 

"Yang penting, aku bisa menaikkan derajat ibuku," tukas Alma lagi yang enggan mengalah dan pasrah saja kali ini. Kesabarannya sudah habis menghadapi Bu Kamila yang selalu membenci ibunya selama ini. 

Ini adalah titik lelah Alma memaklumi sikap sang mertua pada Bu Hasna yang menurutnya tidak selevel dengannya.

"Ada apa ini? Kenapa ribut-ribut sih?" Reno yang baru saja pulang kerja menghampiri Alma yang tengah bersitegang dengan mamanya di ruang tamu. 

Bu Kamila langsung sigap menyambut langkah Reno dengan wajah memelas, beliau berucap, "Istrimu, Ren … dia berani membentak Mama." 

"Alma, apa benar yang mama katakan?" tanyaReno dengan tatapan menghakimi dan intonasi meninggi seolah istrinya lah penjahatnya di sini.

***

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status