#13
Sebelum Reno datang ke rumah Bu Hasna ...."Kapan kamu akan urus perceraian kamu sama Alma?" tanya Bu Kamila masih saja menodong Reno untuk segera menceraikan Alma.Reno melengos. Pria itu tidak mau lagi membahas mengenai perceraian."Kita bahas nanti lagi aja, Ma," timpal Reno.Pria itu melirik ke arah jam dinding. Malam belum terlalu larut. Reno pun kembali masuk ke dalam kamar, kemudian keluar dengan mengenakan jaket tebal."Kamu mau ke mana?" tanya Bu Kamila."Aku pergi sebentar ya, Ma? Ada janji sama teman," ujar Reno."Jangan lama-lama perginya!"Pria itu segera memacu motornya meninggalkan rumah sang ibu. Tak lama kemudian, Reno pun sampai di tempat di mana ia akan berkumpul bersama dengan teman-temannya.Sudah lama pria itu tidak meluangkan waktu untuk berkumpul bersama teman-temannya di malam hari. Setelah menikah, Reno sudah jarang#14"Dari mana saja kamu, Reno?"Reno membuka pintu rumahnya, dan langsung disambut oleh omelan sang ibu yang sudah berdiri di depan pintu. Bu Kamila mengamati penampilan putranya dari ujung kaki hingga kepala. Rambut Reno terlihat acak-acakan dan pakaian pria itu juga sangat berantakan."Kenapa kamu baru pulang?" tanya Bu Kamila.Reno hanya diam. Mata pria itu nampak sayu. Reno masih belum sepenuhnya lepas dari pengaruh alkohol. "Aku ... capek, Ma," ucap Reno tanpa tenaga.Dengan langkah gontai, pria itu melangkah menuju ke kamarnya yang ada di lantai atas. Namun, Bu Kamila segera mengejar Reno dan menghadang pria itu."Jawab dulu pertanyaan Mama!" sentak Bu Kamila. "Kamu pergi ke mana aja semalam? Kenapa baru pulang sekarang?" Reno memijat kepalanya yang pening. "Nanyanya nanti aja, Ma. Aku pengen istirahat," sahut Reno.Bu Kamila langsung menjauh begitu wanita paruh baya itu mencium aroma alkohol dari tubuh Reno. "Reno, kamu habis minum, ya?" sungut Bu Kamila. "Kamu minum alkohol
#15"Lily mau ngapain habis ini?" tanya Alma usai wanita itu melahap makan siang bersama dengan putrinya.Karena Alma mengambil cuti, wanita itu dapat menemani putrinya bermain seharian. Meskipun mereka tidak pergi ke mana pun dan hanya menghabiskan waktu di rumah, tapi Lily terlihat senang bisa bermain dan belajar bersama dengan sang ibu sepanjang hari."Mama hari ini nggak kerja, kan?" tanya Lily."Nggak, Sayang. Mama hari ini di rumah. Mama akan nemenin Lily main sampai puas," ujar Alma dengan senyum lebar.Lily bersorak girang. Bocah itu pun menyeret Alma masuk ke dalam kamar dan mengambil buku gambar serta pensil warna miliknya. "Kalau gitu, temenin Lily menggambar ya, Ma?" pinta Lily."Boleh!" sahut Alma.Lily mengeluarkan semua pensil warnanya dan mulai sibuk mencoret-coret kertas gambar yang sudah ada di hadapannya. Lily terlihat serius menggambar dengan pensilnya, sementara Alma memperhatikan putri kecilnya itu membuat karya."Kata Bu Guru, gambar Lily bagus, Ma," ngucap Lily
#16Para tetangga yang melihat pertengkaran pertengkaran Alma dan Bu Kamila cukup terkejut saat melihat Bu Kamila mendapatkan tamparan keras dari Alma. Orang seperti Bu Kamila memang pantas dihajar. Sudah terlalu banyak kata-kata menyakitkan yang dilontarkan oleh wanita paruh baya itu pada Alma."Kamu berani nampar orang tua, hah? Setelah kamu tampar saya beberapa hari yang lalu, sekarang kamu nampar saya lagi!" geram Bu Kamila tak terima.Bu Kamila memegangi pipinya yang sudah memerah. Wanita itu benar-benar kesal pada Alma yang sudah berani melayangkan tamparan padanya untuk yang kesekian kalinya."Orang yang nggak bisa menjaga lisan seperti Mama memang pantas ditampar," tegas Alma. "Mama seharusnya ingat, saat ini Mama ada di rumah ibu saya. Apa begini kelakuan Mama saat bertamu ke rumah orang?"Keributan di rumah Bu Hasna makin memanas. Lily mendengar jelas teriakan ibu dan neneknya, tapi gadis kecil itu tak berani keluar dari kamar.Tetangga Alma yang menonton juga tak berani me
#17Selesai berbicara dengan para tetangga, Alma segera masuk kembali ke dalam rumah, kemudian menutup pintu rapat-rapat. Alma duduk sejenak di ruang tamu untuk menenangkan diri, kemudian wanita itu bergegas masuk ke kamar Lily untuk melihat keadaan Lily.Begitu membuka pintu, Alma melihat Lily yang meringkuk di sudut kamar. Bocah kecil itu menyembunyikan wajahnya di antara kedua lututnya. Di dalam ruangan itu, Lily menangis. Alma segera menghampiri putri kecilnya yang tengah berlinang air mata itu."Lily, kamu kenapa?" tanya Alma panik melihat Lily yang menangis sendirian di dalam kamar.Lily menangis bukan tanpa alasan. Gadis kecil itu mendengar semua hinaan dan cacian Bu Kamila pada ibunya. Wajar kalau Lily ikut sakit hati atas perlakuan neneknya pada ibu kesayangannya. Lily tidak terima melihat Alma diperlakukan seperti itu oleh Bu Kamila."Mama ...."Alma memeluk Lily dengan erat. "Kamu kenapa nangis, Nak? Kamu jatuh ya? Atau kamu digigit sesuatu?" tanya Alma dengan suara lembut.
#18Alma menatap ke arah jam dinding yang ada di dalam kamarnya. Malam belum terlalu larut, tapi suasana rumah Alma nampak sunyi.Wanita itu terus menatap ke arah pintu kamar dengan gelisah. Hanya tinggal berdua saja bersama dengan putrinya membuat Alma agak was-was. Wanita itu takut, Reno akan kembali datang ke rumahnya dan mengganggu dirinya seperti malam kemarin."Tidur nyenyak, Sayang," gumam Alma sembari membetulkan selimut Lily. Putri kecil Alma sudah tertidur sejak setengah jam yang lalu. Kini tinggal Alma sendiri yang masih terjaga.Wanita itu sudah berbaring di samping Lily, tapi sayangnya Alma belum bisa memejamkan mata. Alma sudah mencoba tidur, tapi entah mengapa wanita itu tak bisa menikmati istirahat dengan nyenyak.Sepertinya Alma tengah sibuk memikirkan banyak hal. Rentetan masalah yang terjadi selama beberapa hari terakhir membuat wanita itu merasa tidak tenang hingga ia tak bisa menikmati waktu istirahat.Ditambah lagi wanita itu juga baru saja bertengkar dengan mant
#19Dada Alma terasa sesak. Wanita itu meringis. Sakit hati sekali Alma melihat ibunya mendapat perlakuan buruk dari Bu Kamila. Ini bukan pertama kalinya Bu Hasna direndahkan oleh Bu Kamila. Bu Kamila selalu saja meremehkan Bu Hasna hanya karena kesenjangan ekonomi diantara mereka."Kenapa Mama selalu bersikap seperti ini pada Ibu?"Alma tidak bisa diam saja. Memang wanita itu tak bisa membalas Bu Kamila. Tapi setidaknya Alma harus melakukan sesuatu untuk Bu Hasna. Saat ini ibunya kelaparan dan tidak mempunyai uang. Sebisa mungkin Alma harus membantu Bu Hasna untuk bertahan."Muka Ibu udah pucat. Perut Ibu juga udah bunyi terus dari tadi. Kalau ibu nggak makan juga, bisa-bisa Ibu sakit nanti," gumam Alma iba pada keadaan ibunya saat ini.Setelah berada di dapur cukup lama, akhirnya Alma pun memutuskan untuk menjumpai sang ibu dengan tangan kosong. Wanita itu benar-benar merasa bersalah pada Bu Hasna karena sudah memberikan harapan palsu."Aku harus ngomong apa ke Ibu?"Untungnya Alma
#20Hari berlalu seperti biasanya. Pagi itu, Alma sudah bangun sejak subuh untuk menyiapkan sarapan bagi dirinya dan Lily. Tidak hanya membuat sarapan, Alma juga memasak untuk bekal yang akan dibawa Lily dan dirinya sendiri, agar lebih irit mengingat Alma belum gajian."Lily, kayaknya Mama hari ini gak bisa jemput kamu pulang, tapi nanti Mama minta sama Pak Ujang buat jemput kamu ya," ucap Alma saat mereka tengah menikmati sarapan pagi."Iya, gak apa-apa, Ma." Lily menyahut ringan seolah tak keberatan.Sebenarnya, Alma sedikit merasa bersalah pada Lily, karena sejak pindah ke rumah Bu Hasna. Lily acap kali dijemput oleh Pak Ujang, tukang ojek langganan Alma yang selalu mengantar Alma dan Lily."Maaf ya, Nak. Karena kita sekarang tinggal di sini, jadi jarak ke sekolah jadi lebih jauh." Alma mengungkapkan rasa bersalahnya pada Lily.Jika saat tinggal di rumah Bu Kamila, Lily bisa saja pulang dengan berjalan kaki sendiri, tapi saat ini keadaan sudah berubah. Alma jelas tidak ingin jika p
#21Suara gaduh beberapa wanita yang tengah adu mulut di depan sebuah ruangan seketika terdengar oleh seorang pria yang tengah menekuri layar monitor di hadapannya.Pria itu menoleh, tepat ketika seseorang membuka pintu ruangannya. Salah satu dari mereka adalah sekretarisnya."Maaf, Pak. Saya udah mencegah supaya pegawai ini nggak bisa masuk," ucap sang sekretaris menundukkan wajahnya penuh rasa bersalah.Pria bernama lengkap Rafael Vendi Wijaya itu melihat sosok pegawai perempuan yang datang dengan sang sekretaris."Tolong jangan salahkan sekretaris Bapak. Ini salah saya sendiri karena telah membuat keributan di sini," ucap Alma menatap sang atasan tanpa rasa gentar. Bu Hasna selalu mengajarkan padanya untuk tidak gengsi jika mengakui kesalahan. Pun juga untuk tidak takut jika kita merasa memiliki alasan yang benar dalam melakukan sesuatu hal. "Baiklah. Nindi, kamu boleh keluar dan tinggalkan saya dan pegawai itu berdua saja," ucap Rafael mengambil tindakan.Nindi lantas keluar dar