Share

(4) "Dia mau apa?" [Revisi]

Author: SyasaRanni
last update Last Updated: 2024-05-21 15:31:47

"Argh!" erang seorang wanita sambil memegang keningnya, sementara tangan lain memegang ponsel yang sedang menunggu sambungan telepon, "angkat dong, aku mau berangkat kerja," keluhnya seorang diri.

Waktu sudah menunjukkan angka 06.33, kegelisahan dan kepanikan benar-benar membuat kakinya tidak berhenti melangkah. Bolak-balik ke teras dan ruang utama rumah, berharap tipis pada seseorang yang ditunggunya untuk segera pulang.

Sampai sambungan telepon pun terjawab, "halo." Suara parau terdengar jelas di telinga wanita bersetelan formal, napas teratur dengan dengkuran tipis amat sangat mengganggu indra pendengarannya.

Tidak banyak kata lagi, wanita yang akrab disapa Rana itu mematikan sambungan telepon dan beralih ke kontak yang dapat ia hubungi. Jessica Danti, sang kakak yang tidak bekerja namun memiliki satu kendaraan yang jarang digunakan.

"Halo, Kak. Bisa jemput aku sekarang, enggak? Aku sudah terlambat banget, mobil dibawa Kal enggak tahu kemana," ujar Rana cepat tanpa menunggu jawaban dari kakaknya.

"Sekarang banget? Macet kalau dari rumahku ke rumahmu, kamu masuk jam berapa?" Terdengar suara wanita yang biasa disebut Jess itu, "kemana lagi pengangguran satu itu, sudah tahu hidup jadi beban ya jangan tambah beban orang gitu loh," lanjutnya berkomentar.

"Jam setengah delapan mau ada rapat antar divisi, bicarakan rencanaku tentang konflik perusahaan," jawab wanita karir itu pada sang kakak yang sontak berdesis.

"Kalau gitu aku enggak bisa, Cantik. Waktunya bakal terkuras di macet doang, ini jam berangkat kerja loh," sahut Jess membuat Rana menghela napas kasar, "coba pesan ojek daring, yang motor ya biar bisa satset."

"Hm," deham Rana singkat namun enggan untuk mematikan teleponnya, "habis rapat aku mau ke salah satu aula masyarakat, sosialisasikan produk yang lagi dapat isu buruk. Masa aku harus bolak-balik naik ojek, kak."

"Untuk opsi itu aku bisa usahakan antar-jemput kamu. Yang penting sekarang kamu pesan ojek dulu, terus berangkat," tukas Jess menenangkan dan memberi solusi pada adiknya, sang adik yang selalu tertutup dan enggan bersosialisasi, sang adik yang dengan konyolnya mengambil kuliah dan memilih profesi yang berhubungan dengan sosial, dan sang adik yang selalu mudah dilanda kepanikan jika sudah menyangkut waktu.

"Iya," jawab Rana singkat lalu mematikan sambungan ponsel, mengikuti saran sang kakak dan bersiap untuk dijemput oleh ojek pesanannya.

***

Waktu berputar sebagaimana harusnya, namun bagi sebagian orang terasa berputar begitu cepat dan sebagian lainnya terasa begitu lambat. Permainan pikiran yang dipengaruhi perasaan, membuat semua seolah berbeda meski yang terjadi cenderung sama atau mungkin membosankan.

"Ah ...," desah panjang seorang wanita setelah menutup pintu mobil berwarna biru, bersandar seutuhnya pada jok mobil yang langsung diubah posisinya, "capek banget hari ini, Kak."

"Ya namanya juga kerja yang enggak sesuai karaktermu," ucap wanita berambut cokelat itu menyambut keluhan sang adik, "lagi pula aku masih enggak paham sama cara berpikirmu, kamu paling malas berurusan sama banyak orang, tapi malah ambil pendidikan dan pilih pekerjaan yang melibatkan banyak orang."

"Aku pikir yang melibatkan banyak orang akan menghasilkan banyak uang. Benar sih, tapi juga menghasilkan banyak beban pikiran," ujar sang kepala humas di suatu perusahaan, "apalagi sejak menikah, tepatnya sejak Kal dipecat. Ah, enggak karuan," lanjutnya merengutkan bibir.

"Paksa dia buat cari kerja lagi, mau sampai kapan kamu menopang hidupnya? Aku belum bisa punya anak dalam waktu dekat loh, Mas Tomi lagi keluar kota buat dinas," tutur Jess membuat sang adik sontak duduk tegak dan menoleh ke arahnya, "aku serius, katanya mungkin sekitar tiga sampai enam bulan."

Melenguh pasrah Rana lalu kembali menyandarkan dirinya ke jok mobil yang sudah diposisikan itu, bibir merengut dengan mata terpejam dan raut wajah yang masam cukup menggambarkan suasana hatinya, "bisa-bisanya juga kamu nikah cuma buat puaskan hasrat ayah-bunda sampai aku punya anak, nikah itu sekali seumur hidup loh, Ran."

"Tahu kok, dan aku lakukan ini juga cuma sekali. Setelah kakak punya anak, aku cerai, terus balik fokus ke karirku," ujar Rana dengan santai menyahut.

"Kamu enggak ada cinta atau kesandung rasa penasaran gitu ke Kal?" tanya Jess menghasilkan decih dari saudari kandungnya itu, decihan yang cukup menggambarkan jawaban Rana meski tanpa kata dan tanpa banyak bahasa tubuh, "jangan terlalu berjiwa independen, Ran. Tuhan menciptakan dua gender dengan masing-masing kelemahannya, untuk saling melengkapi."

"Jangan terlalu berpikir lurus, Kak. Tuhan juga melengkapi manusia dengan akal sampai ada sistem jual-beli barang dan jasa, untuk saling memanfaatkan."

"Susah memang kasih kamu nasihat," ketus Jess membuat Rana sedikit tersenyum miring.

"Susah memang kasih kakak fakta," sahut Rana santai, namun cukup membuat Jess berdecak sebal, "kak, kalau ada toko kue kering berhenti ya, aku lagi pengen kue sus," ucap Rana mendapat dehaman singkat dari sang kakak.

Berbaring tenang di dalam mobil yang melaju dengan kecepatan sedang cenderung lambat, membuat Rana merasa dirinya cukup damai untuk mengisi kembali baterai sosialnya yang terkuras karena kegiatan sosial. Kemampuan bersosialisasi yang cenderung payah, kerap kali membuat Rana harus cepat memutar otak dan menguras tenaga untuk menyembunyikan kepayahannya. Hingga istilah baterai sosial kini menjadi akrab dalam dirinya.

"Tadi pagi kamu telepon Kal?" Berdeham singkat Rana menjawabnya, "terus sudah kamu tanya alasannya bawa mobilmu sampai pagi?" Menggeleng pelan wanita karir itu menjawab kakaknya.

Sontak mengernyit Jess yang sesekali menoleh ke adiknya yang asyik bersandar dengan mata terpejam, "teleponnya dijawab tapi suaranya kayak orang baru bangun tidur, malas aku urusinnya, bodo amat," ujar Rana acuh tak acuh, "yang penting entar pulang, bensin penuh dan mobil enggak boleh ada lecet, bau atau kotor," lanjutnya membungkam Jess yang sudah tahu persis karakter adiknya, selagi ketenangan dan rencana hidup pribadi tidak terganggu, maka Rana tidak peduli pada apapun kecuali melibatkan nominal.

"Di depan ada toko kue, siapkan uangnya," tukas Jess membuat Rana sontak membuka mata dan menoleh ke kakaknya sambil berdecak, merasa bahwa Jess tidak memberinya kesempatan untuk diam sejenak.

Beranjak duduk wanita muda itu seraya mengubah posisi jok mobil yang ia tempati, mengambil sebuah kartu yang digunakan untuk membayar kuenya nanti. Berhenti perlahan kendaraan roda empat itu dan masuk ke dalam barisan parkir paralel pinggir jalan, "dari dulu aku payah kalau soal parkir, keren kakak!" puji Rana mengacungkan dua ibu jari dengan senyum konyol dan barisan gigi yang terlihat.

"Iya dong," sahut Jess tersenyum bangga dan memainkan alisnya, sebelum dua wanita itu terbahak bersama, "sudah sana, aku mau bolu isi," kata wanita berusia dua tahun lebih tua dari Rana.

"Oke bos," tukas wanita cantik berambut hitam itu, lalu bergegas keluar dari mobil.

Satu dua langkah membawa Rana perlahan menjauhi mobil yang terparkir, masih dalam jangkauan penglihatan Jess dari balik kemudi. Langkah Rana terhenti dan berdiri mematung wanita muda itu, membuat sang kakak mengernyit dan terus memperhatikan adiknya dengan lekat, "kenapa itu?" pungkasnya hendak keluar dari mobil, namun dengan cepat pula Rana memutar arah dan berlari ke dalam mobil.

"Eh, kenapa?" tanya Jess bingung dengan adiknya yang langsung menutup pintu mobil.

"Dua mobil di depan kita itu mobil aku, kakak bisa keluar baris parkiran ini dulu, enggak? Kita ikuti mobilnya nanti," ucap Rana menjawab sekaligus meminta suatu hal pada Jess yang justru terdiam, "kakak kenapa?"

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Gara-gara Teman, Rumah Tanggaku Berantakan   (149) Dua pekan lalu

    (Dua pekan lalu)"Ini serius kita mau ketemu mereka? Enggak bakal jadi masalah, Ran? Mereka pernah ke kantor yang tempat formal saja bisa gaduh, yakin?" cecar wanita bersetelan santai dengan kemeja biru muda dan celana hitam panjang, duduk di salah satu jok mobil belakang dan sedikit mencondongkan badan, bertanya pada wanita yang duduk di sebelah pengemudi.Pertemuan terakhir yang mendadak dan terpaksa, tidak menemukan banyak solusi karena rasa lelah satu sama lain. Anggapan untuk berpasrah pada tindakan pihak berwajib dan tenaga profesional lebih terdengar rasional, dari pada tentang menjaga nama baik keluarga, mempertahankan pernikahan, atau sekadar mengakhiri keadaan secara kekeluargaan.Anggapan tentang menjaga nama baik keluarga, apa yang harus dijaga bila media publik tetap memberi info yang benar? Apa yang harus dijaga bila saham perusahaannya saja tidak terganggu? Apa pula yang harus dijaga jika dari media publik, banyak orang yang jadi empati atas kejadian ini? Rasanya sepert

  • Gara-gara Teman, Rumah Tanggaku Berantakan   (148) Di rumah sakit

    Bisik dan obrolan pelan terdengar bersahutan, tidak bisa dikatakan bising tapi cukup ramai. Dari pria muda yang berbincang di depan perut membesar wanita muda, wanita yang terlihat merajuk dengan bersedekap dada dan rayuan kecil dari pria yang terkekeh ringan, celotehan kecil pria yang berandai bersama wanita dengan perut yang belum begitu besar, dan hal lain yang sebenarnya terlihat menarik dan romantis. Namun sayang sejuta sayang, suasana hati tidak cukup menyenangkan untuk berkata itu semua menarik, beratnya pikiran tidak mampu memikirkan perandaian yang begitu romantis, bila sadar pada fakta bahwa pernikahan ini hanyalah kesepakatan hampa.Membisu seorang diri di kursi tunggu yang berbaris secara horizontal, melihat lurus ke salah satu ruang periksa dokter di rumah sakit. Hanya terpaku diam seolah ruang periksa dokter kandungan sangat lah menarik, hingga tidak adanya niat bermain gim dalam ponsel, menjelajah media sosial, membaca grup perpesanan, mengirim pesan, atau sekadar berte

  • Gara-gara Teman, Rumah Tanggaku Berantakan   (147) Kumpul lagi?

    Tok ... Tok.Cklek!Dua kali ketukan pintu terdengar jelas, belum juga Rana menyambut, pintu sudah terbuka dan cepat kembali tertutup setelah Kalil masuk. Beranjak Rana dari kursinya usai melihat sang suami lebih pilih untuk duduk di sofa, "kenapa? Kalau memang ada yang mau dibahas, kan bisa di rumah.""Fafa siap tes paternitas kandungannya." Terdiam membisu Rana mendengarnya, tidak terkejut dan tidak juga khawatir. Rana lebih dari pada terkejut dan khawatir, andai ada kata yang cocok untuk mengungkapkan perasaan kini, tapi itu hanya akan jadi hal tidak berguna. Sejak kapan ada hal yang benar-benar berguna di dunia ini? Semua hanya bersifat subjektif dan terbatas pada waktu."Gimana cara dia kasih tahu kamu?" tanya Rana berulang kali mengubah posisi duduknya, tidak ada kekhawatiran khusus tapi rasanya begitu gelisah untuk sekadar tenang. Ingin membuat rencana baru lagi, ingin memperkirakan hal terjadi tanpa rencana agar bisa bersiap diri, tapi harus apa? Mulai dari mana? Dan bagaimana

  • Gara-gara Teman, Rumah Tanggaku Berantakan   (146) Kesiapan Fafa

    Ddrrtt ... Ddrrtt.Menoleh cepat Rana ke meja kerjanya, getaran ponsel yang berhasil membuat Rana kembali bangkit dari posisi baringnya meski tak berhasil membuat Rana semangat, terutama setelah ia melihat nama Diah KDRFN tertera jelas di layar ponsel, "apa lagi sih," gerutunya lalu menekan tanda hijau di layar, menjawab panggilan yang tak diharapkan.Bagaimana tidak? Dua bulan berlalu sejak rencana dibuat, pembagian tugas disetujui, dan kesepakatan didapat. Diah yang memang berasal dari geng KDRFN, Diah yang memang sengaja berkhianat pada Fafa karena ketidaksesuaian prinsip hidup, setiap pekan hanya memberi laporan bahwa Fafa tidak berkomunikasi, tidak menunjukkan gelagat mencurigakan, bahkan cenderung jarang bertemu atau kumpul karena mual pagi hari yang masih dialami.Walau pernah Diah memberi tahu perkembangan dari peran yang dimainkan dalam rencana pembalasan, tapi itu hanya suatu hal biasa yang tidak berdampak signifikan. Justru sebaliknya, perkembangan dari Diah yang mencengang

  • Gara-gara Teman, Rumah Tanggaku Berantakan   (145) Laporan Nifa

    Bergerak cepat tangan Rana membuka lembar demi lembar berkas yang sudah dalam satu tumpukan khusus, berkas yang digolongkan berdasarkan kasus dan keperluan pribadi maupun perusahaan. Sampai tangan berjari lentik itu berhenti membuka lembaran kala netra cokelatnya menemukan lembar yang dicari, lembar berisikan baris awal yang tertulis 'bukti laporan', lembar ini juga yang memiliki beberapa sub-bagian berdasarkan bukti tercantum."Jadi maksud dari beberapa laporan ini apa?" tanya Rana mengembalikan suasana pada kondisi semula, kondisi sebelum Fafa datang secara konyol untuk memaksa dengan cara khasnya yang rendahan dan memalukan."Di bagian awal, ada bukti tertulis dari salah satu jawaban survei yang bertuliskan ancaman penghabisan nyawa bagi kepala tim humas pusat, yang saya artikan secara khusus mengarah ke Anda. Untuk yang kedua, ancaman penyebaran foto tak senonoh ke salah satu anggota tim humas kita yang lagi berhalangan hadir hari ini, jika tidak memberikan hal yang diminta terkai

  • Gara-gara Teman, Rumah Tanggaku Berantakan   (144) Perdebatan tak guna

    "Kamu juga akan dilaporkan atas kasus perilaku tidak menyenangkan, penyalahgunaan data hingga menimbulkan kerugian, kamu sudah mengacaukan survei dari beberapa produk menggunakan data kenalanmu, dan sekarang datang dengan rusuh sampai mengganggu ketentraman dan jam kerja," tutur Nifa tak henti melihat ke arah Fafa yang begitu fokus ke lembar demi lembar dari berkas laporan itu. "Dan aku selaku pimpinan tim yang paling dirugikan, akan mempertimbangkan laporan kalau kamu mau kerja sama tanpa terkecuali," sambung Rana tegas, ujaran yang begitu tiba-tiba dan cukup membuat Nifa mengalihkan pandangannya cepat. "Maksudnya?" tanya Fafa sambil mengangkat kepala dan menatap Rana. "Kamu juga akan dilaporkan dengan segudang bukti, tapi aku bisa menolongmu jika kamu menolongku lebih dulu," jawab Rana tersenyum tipis dan mengaitkan tangan melalui setiap sela jemari, "aku enggak akan percaya kamu lagi, tapi kamu bisa percaya aku." "Kenapa aku harus percaya kamu?" sentak Fafa menyulut emosi, i

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status