Share

(3) SP-2 [Revisi]

Author: SyasaRanni
last update Huling Na-update: 2024-05-20 15:55:21

"Apa lagi ini?" tanya seorang wanita mendongakkan kepala saat melihat amplop putih terlempar ke meja di hadapannya, "surat peringatan kedua?" tukas wanita itu setelah membaca tulisan di depan amplop.

"Entah, sensitif banget itu perusahaan. Padahal kerjaan gue juga tuntas dan aman, gue juga sudah berusaha lebih baik lagi sejak terima SP-1," jawab pria yang melempar amplop putih ke meja, "bicara dong ke bagian HRD atau langsung ke pimpinan, bantu suami lo ini," lanjutnya melihat wanita yang duduk santai di sofa sambil membuka amplop dan membaca isi surat yang ada.

Terdiam wanita cantik yang akrab disapa Rana, mengabaikan ujaran pria yang berstatus sebagai suaminya, status dari hasil kesepakatan dengan segala halangan yang menyebalkan. Bergerak pelan netranya dari kiri ke kanan, membaca dengan cermat setiap huruf terangkai di surat, "bodoh," ucap Rana meletakkan lagi surat itu ke meja sambil menatap kesal suaminya.

"Siapa yang bodoh? Gue? Aneh saja lo! Yang penting kan gue sudah selesaikan kerjaan gue, lagi pula gue jug ...."

"Tapi kagak main gim daring sampai teriak-teriak di tempat kerja!" seru Rana memotong bantahan suaminya, "di kertas itu tertera dengan sangat jelas, kamu ganggu divisi lain, kamu jadi banyak mengandalkan tim sendiri tanpa melakukan tugas sebagaimana kepala arsip, dan kamu cuma pindah tempat duduk buat lanjut main pas dapat teguran lisan dari tim HRD. Terus dimana letak kerjaanmu selesai? Yang menyelesaikan itu tim kamu, dan kamu cuma tanda tangan tanpa lihat risiko," ujar Rana panjang menasihati, meski sebagian besar perkataannya ia ketahui bukan dari surat, tapi dari percakapan grup di ponsel Nifa.

"nyam nyam nyam." Mulut Kal bergerak lincah mengejek Rana seraya berjalan ke kamarnya, meninggalkan Rana yang membuka mata lebar terkejut.

"Ini sebabnya, hidup lebih enak menjomlo," gerutu Rana sembari menuju kamarnya yang berada di sebelah kamar Kal.

Meninggalkan ruang utama demi ruang tidur yang amat dirindukannya setelah melewatkan lima hari yang melelahkan, jumat malam menjadi malam yang selalu Rana nantikan setiap pekannya. Menjadi awal dari akhir pekan yang akan dihiasinya dengan berbagai hal menyenangkan, seperti tidur seharian, maraton drama atau film, pergi keliling pusat kota tanpa tujuan, belanja sepuasnya saat awal bulan, atau menghabiskan stok camilan yang selalu tersedia di kulkas sejak awal bulan.

Terpejam rapat mata Rana setelah memastikan jendela dan pintu kamarnya terkunci, jumat malam ini akan menjadi malam yang tentram sebab telah menyinggung Kal. Tidak akan ada gangguan karena Kal insomnia, tidak akan ada televisi dengan volume tinggi karena Kal sulit tidur, dan tidak akan ada segala hal yang biasa Rana lewatkan hampir setiap harinya sejak bersama Kal.

"Eh tapi ...," gumam Rana membuka matanya dan menatap lurus ke langit-langit kamar, berhiaskan berbagai gantungan yang bercahaya dalam gelap, "entar kalau suamiku itu tersinggung terus dia bocorkan kesepakatan ke keluarga, gim ...."

Terhenti Rana berucap dengan wajah mengerut jijik dan mulut sedikit terbuka, "suami? Dih, sejak kapan aku punya suami? Iihh ... bicara apa sih, Ran!" sentaknya mengusap-usap mulut sendiri sambil menggeleng-gelengkan kepala, "sudahlah mending tidur," lanjutnya tetap berbicara sendiri yang menjadi bagian dari kebiasaannya.

Kembali wanita muda itu memejamkan mata dan menciptakan taman luas dengan pagar di tengah taman, menghitung domba tak jelas asalnya yang memasuki area pagar untuk menciptakan rasa kantuk. Sampai hitungan demi hitungan ia lewati dan tergumam secara acak, dan menghilangnya taman domba itu perlahan sampai muncul suatu tempat yang terlihat menyenangkan.

Bunga tidur indah dengan segala ketentraman yang menggugah kenyamanan, andai bunga tidur dan dunia khayal dapat diwujudkan, pastilah tidak akan pernah ada kejadian buruk selain dari khayalan para pendendam, "pelan-pelan saja, ini rumah Rana, kan? Enggak usah klakson."

"ya terus gimana kabarin si Kal? Ponselnya mati itu bocah dungu, padahal dia undang kita kemari."

"Tapi ini sudah hampir tengah malam, yakin lo? Balik saja ayo, rumahnya gelap banget."

"Ini jebakan setan kali, kita di tengah kuburan sebenarnya."

"Bisa jadi, lo duluan yang kita kubur."

Segala obrolan pria secara acak terdengar bersahutan menembus alam bawah sadar, merusak kedamaian hingga menyadarkan kembali sang empu pada dunia yang sangat sial baginya. Terbangun duduk sejenak ia sebelum bergegas ke jendela kamar, membuka gorden dengan kasar dan berdiri tanpa ekspresi untuk menemukan sosok yang berani mengganggu jumat malamnya.

"Eh, siapa itu?" tunjuk seorang pria ke arah Rana yang hanya diam melihatnya dari jendela, pria kurus dengan kaca mata yang menepuk teman-temannya bergantian untuk menghentikan obrolan mereka, mengembalikan hening tengah malam tepat sebelum kedatangan tiga pria konyol depan gerbang rumah Rana.

"Ran ... Kal sudah tidur, ya?" kata seorang pria lain yang suaranya terdengar familiar di telinga Rana.

Rasa familiar yang membuat Rana menyipitkan matanya guna memperjelas penglihatan di malam hari, rasa familiar juga yang membuat Rana sedikit-banyak merasa bingung, "perasaan aku enggak punya banyak kenalan cowok, kenapa ada orang yang kayak aku kenal tapi dia kenal Kal?" gumam Rana seorang diri dengan bibir sedikit mengerucut.

Belum sempat Rana menemukan jawaban atas kebingungannya, belum juga ia menjawab pertanyaan itu. Kunci di ruang utama terdengar dibuka, disusul dengan Kal yang terlihat berlari ke arah gerbang untuk membuka gembok dan kunci.

Perilaku pria yang membuat Rana sontak bergegas keluar kamar, "apa-apaan? Ini rumahku, kenapa dia seenaknya undang tamu tanpa izin?" ucap Rana lalu berdiri di ambang pintu utama dan memperhatikan empat pria muda yang kini terdiam melihatnya.

"Rana," panggil seorang pria bersetelan kasual menghampirinya, mengangkat tangan kanan sebagai bentuk sapaan dengan senyum lebar seolah lama tak jumpa, "ingat gue? Sori waktu nikahan lo, gue enggak bisa datang karena ada urusan keluarga," ujarnya yang sama sekali tidak mendapat tanggapan dari Rana, bahkan ekspresi wanita itupun sama sekali tidak berubah.

"Jangan berisik, gue mau tidur," ucap Rana setelah membisu selama beberapa waktu, tidak memberi sambutan atau sahutan, tidak juga berekspresi terbuka atau menyenangkan.

Berbalik arah Rana lalu bergegas kembali ke dalam kamarnya, mengunci pintu kamar dan mengganjal pintu dengan kursi dari meja riasnya. Mengamankan diri atas segala kemungkinan buruk dari empat pria konyol di luar kamar, berbaring seperti semula dan mulai memejamkan mata guna melanjutkan mimpi indah.

Di sisi lain, empat pria itu bergegas masuk ke dalam rumah dan duduk santai di sofa ruang utama, "bini lo kaku banget, gue kira waktu di pelaminan itu dia jaim doang," komentar seorang pria hampir botak yang sudah bersandar ke sofa.

"Itu yang menarik gue sampai ke titik ini," jawab Kal lalu menatap lurus ke dinding yang terdapat foto pernikahannya dengan Rana, foto yang dipajang hanya untuk mengelabui orang-orang atas kesepakatan yang dibuat.

"Rana memang gitu orangnya," sambung pria bersetelan kasual yang tadi menyapa Rana dengan akrab, sapaan yang berakhir tragis dengan ekspresi datar penuh ketidakpedulian, "tapi lo masih berhubungan sama Fau?" lanjutnya bertanya pada Kal yang spontan menoleh dan berdeham singkat.

"Masihlah, cewek secantik dan sebaik Fafa. Kalau gue enggak bisa memilikinya, setidaknya gue bisa tetap jaga komunikasi sama dia, enggak baik juga putuskan komunik ...."

"Goblok."

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Gara-gara Teman, Rumah Tanggaku Berantakan   (186) Tanggapan Bunda

    Bergegas Kalil menuju kamar mandi setelah memasang gembok pengaman di gerbang dan mengunci pintu utama, membuang air kecil, mencuci bersih tangan dan wajah sebelum tidur. Kebiasaan kecil Rana yang kini jadi bagian dari kebiasaan Kalil juga, berjalan ia ke kamar tidur dan menjumpai Rana yang sedang memegang botol susu Karsa yang sudah terlelap, "aku naik, ya?""Hm," deham Rana melihat suaminya yang bergegas menaiki ranjang perlahan, dan membaringkan diri di dalam selimut yang disingkap, "Bunda sudah pulang?""Sudah, naik mobil dari ojek daring."Mengangguk pelan Rana menanggapi suaminya, "tadi sore dia ke sini naik apa?""Diantar supir, tapi dia enggak mau telepon supir lagi buat jemput karena ini sudah malam." Mengernyit bingung Rana mendengarnya, aneh sekali mendengar sang Ibunda memahami arti kemanusiaan, "biar supirnya istirahat," tambah Kalil menduga Rana bingung dengan jawabannya."Hm," deham Rana lagi dan mengangguk acuh tak acuh, seraya berpikir kebenaran yang meragukan. Benark

  • Gara-gara Teman, Rumah Tanggaku Berantakan   (185) Rana merajuk

    Terdiam Angelica setelah berucap profesional sedemikian rupa di hadapan anak dan menantunya, begitu pula dengan Rana dan Kalil yang memilih tetap diam, semakin mempermudah hening yang memekakan telinga untuk menyelimuti dalam canggung dan bingung satu sama lain. Kalil dengan pekerjaan, Rana dengan persiapan diri untuk berhenti kerja dan hanya fokus pada keluarga, dan Angelica yang memikirkan pengganti Jessica, "Lagi pula, separah apa kondisi Kak Jess?""Kondisinya sangat berantakan," jawab Angelica usai terdiam sesaat untuk mempertimbangkan jawaban, haruskah menyembunyikan fakta dengan kebohongan demi menjaga kebaikan nama Jessica Danti? Ataukah lebih baik jujur demi ketenangan hati? Namun, apa yang harus dijaga dari sesuatu yang cepat atau lambat akan diketahui?"Berantakan gimana?" tanya Rana lagi menuntut penegasan dari jawaban Angelica.Bagi Rana, hubungan keluarga harus selalu terbuka dan jelas dalam hal apa pun, terutama kondisi kini kala Karsa dirawat Rana yang sedang hamil dan

  • Gara-gara Teman, Rumah Tanggaku Berantakan   (184) "Keputusannya ...."

    Mengangguk Rana menyambut ujaran ibunya yang tidak menyenangkan hati, "meski begitu, kami juga mempertimbangkan pemahaman Rana tentang perusahaan yang pasti tidak dikenal sepenuhnya, tapi kami juga mempertimbangkan kecerdasan Rana beradaptasi dan pengalamannya di perusahaan lain. Karena itu, kami memutuskan agar kalian menjadi pimpinan dari dewan pengawas internal perusahaan," ujar Angelica membuat Rana terbelalak, sedangkan Kalil sontak menunduk dan berdeham.Tanpa banyak kata, Angelica tahu bahwa sejoli ini terkejut dan cemas. Namun, hasil pertimbangannya dengan para investor hanya dua, antara Rana jadi bagian dewan pengawas atau mengisi jabatan yang pernah ditempati Jessica dan Tomi. Pertimbangan sangat tidak mudah tapi tidak bisa disebut sangat sulit, mengingat besarnya bisnis yang dikelola."Apa enggak ada posisi atau hal lain yang memungkinkan?" tanya Rana mengusap kepala Karsa yang berambut amat tipis, mencari penenang dari hati yang semakin gelisah."Ada," jawab Angelica singk

  • Gara-gara Teman, Rumah Tanggaku Berantakan   (183) "Kami memutuskan ...."

    "Bungsuku sebentar lagi jadi ibu," goda wanita hampir paruh baya setelah berkunjung ke rumah putri bungsunya, godaan yang terlontar begitu saja sambil melihat si bungsu yang sedang membuka blazer, "kamu masih kerja atau Kalil masih betah jadi pengangguran?" tanya wanita hampir paruh baya bernama Angelica Audreylia."Beberapa hari lalu sudah mengajukan surat pengunduran diri, besok konfirmasi terakhir sekalian berpamitan sama tim," jawab si bungsu bernama Kirana Zendaya, si bungsu yang sikap dan cara berpikirnya hampir serupa dengan banyaknya para kakak perempuan pertama. Bukan karena keberanian atau pembentukan karakter yang didapat dari orang tua atau sekolah, tapi karena kenyataan pahit yang memaksa dan melatihnya untuk tetap bisa bertahan hidup, "Kalil mulai kerja nanti awal bulan," lanjutnya melirik Angelica dengan kesal, lirikan yang menjadi hasil dari kekesalan terpendam."Berarti sudah disetujui perusahaan kalau mau berhenti?" tanya wanita hampir paruh baya yang berstatus sebag

  • Gara-gara Teman, Rumah Tanggaku Berantakan   (182) Rumah Orangtua

    "Hai, cucu eyang!" seru Guntur menyambut kedatangan Kalil dan Rana yang menggendong anak dari Jessica, pagi hari yang terbilang cerah sejalan dengan suasana hati semua orang, walau jelas terlihat hampir tidak sejalan dengan Rana yang hanya senyum canggung penuh rasa terpaksa yang jelas terlihat."Ayo masuk," ajak Angelica, ibunda Rana yang hampir setengah hidupnya untuk bermusuhan dengan Rana, hanya karena Rana terlihat lebih mirip dengannya baik dari fisik hingga sikap."Iya, Bu," kata Kalil mewakili Rana yang memang hanya diam setelah memaksanya memakaikan baju pada bayi Jessica, "Ayo, Sayang.""Hm," deham Rana acuh tak acuh, berjalan lebih dulu bahkan melewati sang ayah dan bunda, "Kak Jess!" teriaknya tiba-tiba setelah berada di ruang tengah, menidurkan bayinya di sofa untuk satu orang dan kembali berteriak memanggil."Shh," desis Kalil merangkul istrinya erat, "kenapa, Sayang? Akhir-akhir ini kamu gampang emosi, ya.""Ck, lepas!" tukas Rana menepis tangan Kalil dari bahunya dan m

  • Gara-gara Teman, Rumah Tanggaku Berantakan   (181) Interaksi kecil

    Rasa malas begitu kuat, fisik yang rasanya seperti patah pada setiap sendi hingga lunglai, dan pikiran tetap terasa berat meski beban terbesar yang berasal dari Tomi telah selesai. Terduduk Rana di atas toilet dan mengulurkan tangan sedikit ke bawah untuk menampung air seni, mengikuti instruksi tertulis dari kotak alat uji kehamilan lalu menyelesaikan hajat.Penuntasan hajat yang seringkali tidak membutuhkan waktu lama, tapi tak jarang juga menghabiskan banyak waktu yang tak terduga. Terhela napasnya seraya mencuci tangan di wastafel kecil, beralih pandangannya pada sebuah stik yang memiliki indikator, stik yang kini bersandar santai di gelas kecil berisikan air seni pertama di pagi hari, dan stik yang kini Rana ambil untuk melihat hasilnya.Terdiam ia melihat layar digital yang menunjukkan hasil, mematung hanya melihat stik di tangannya yang perlahan gemetar takut dan gelisah, "Kalil Nayaka!" teriaknya memanggil."Kenapa, Ran?" sahut Kalil bergegas mendekati pintu kamar mandi dan men

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status