Beranda / Rumah Tangga / Gara-gara Uang Arisan Mertua / Bab 5. Semua Bertambah Runyam

Share

Bab 5. Semua Bertambah Runyam

last update Terakhir Diperbarui: 2023-10-06 02:29:39

"Lepasin, Mas!"

Aku berusaha keras menyentak tangan yang digenggam kuat Mas Dennis. Namun, energi ini seolah tak berdaya karena sudah terkuras dengan segala pekerjaan rumah tangga.

"Aku nggak akan lepasin sebelum kamu jujur. Ada hubungan apa kamu dengan Julio?!" teriaknya.

Kulihat matanya makin memerah, lebih merah dari yang kulihat tadi pagi, entah efek kurang tidur atau ...

"Aku tidak ada hubungan apa-apa, Mas sama Julio," protesku, dengan derai airmata. "Apa yang perlu dijujurin lagi, nyatanya memang aku tidak ada hubungan apa-apa dengan Julio."

"Kalau kalian tidak ada hubungan apa-apa, kenapa bisa Julio datang ke sini? Hah, jawab!"

"Aku juga nggak tahu kenapa dia bisa datang ke sini." jawabku lirih.

"Halah ... !" tepisnya.

Aku terpental ke kasur ketika Mas Dennis mendorong. dengan keras.

"Lantas, aku akan percaya begitu saja dengan ucapanmu itu, Han? Tidak semudah itu, mana mungkin maling mau mengakui perbuatannya. Apa yang kulihat tadi tidak sesuai dengan apa yang kamu utarakan," ujarnya, ia berkacak pinggang di depanku.

"Serius, Mas. Aku sama sekali tidak membohongi kamu."

"Mana mungkin seorangl laki-laki mau berbaik hati membantu hingga memberikan uang dengan jumlah banyak pada seorang wanita yang sudah bersuami. Kamu pikir aku tidak tahu isi amplop tadi. Atau jangan-jangan ..."

"Kamu jual diri? Iya? Makanya Julio ngasih kamu uang?! Dasar wanita mur*h*n ..."

Plak!!!

Kali ini emosiku tersulut tanpa bisa ditahan lagi, sudah terlalu jauh dia menghina diriku.

"Aaauu ..." pekiknya, kini tangannya memegang pipi sebelah kanan yang kutampar tadi.

"Jaga omongan kamu, Mas. Aku tidak serendah itu, harusnya kamu bersyukur punya istri sepertiku yang tidak pernah banyak menuntut ini itu. Harusnya kamu bersyukur anak-anakmu masih terurus dengan baik sedangkan di luar sana banyak para ibu memutuskan b*n*h diri akibat banyak suami tidak bisa bertanggung jawab."

"Apa kamu pernah berpikir seperti itu? Hah? Sekarang kamu malah menuduhku atas apa yang tidak aku lakukan!" serangku lepas kontrol.

Entah energi dari mana dengan kecepatan turbo aku sontak berdiri lalu menampar Mas Dennis. Kutinggalkan dia yang tertunduk dengan membawa semua pakaian yang kuambil dari jemuran tadi, untuk mengurus pekerjaan rumah tangga dan anak saja aku sudah kehabisan tenaga, mana ada waktu buat berselingkuh seperti yang dia tuduhkan. Ingin sekali aku mencecarnya soal tas yang ada di story Erlyn tadi, tapi rasanya percuma juga dia pasti tidak akan mengakuinya.

Hujan baru saja mengguyur bumi dengan sangat deras. Andai hujan mengguyur daritadi, mungkin Julio tidak akan datang ke sini. Mungkin juga tidak akan menambah prahara di rumah tanggaku. Entah apa yang membuat Julio sampai nekad di sini.

"Ma ...," panggil Haseena yang sudah berdiri di ambang pintu kamar tempat dia tidur bersama Almeer.

"Kakak, udah bangun?" sapaku, lalu menaruh pakaian yang kubawa tadi di atas kasur di dekat Almeer tidur.

"Papa, mana Ma?" tanyanya lirih sambil mengusap-usap kedua matanya. Aku hanya diam, mulutku terkunci untuk menjawab pertanyaan Haseena. Lalu anak sulungku pun masuk ke kamar depan.

"Pa ... Kakak sayang, Papa." Begitu yang terdengar olehku dari kamar sebelah.

"Papa juga sayang Kakak, Nak," jawabnya lirih.

"Jikalau kamu sayang, tak seharusnya kamu menyakitiku dan anak-anak dengan cara seperti ini, Mas," protesku dalam hati.

***

Malam harinya, selepas Isya dikala aku dan anak-anak tengah bermain di ruang tengah, tiba-tiba Mas Dennis menghampiriku. Dia memang tak kuacuhkan sedaritadi.

"Han ... Mas minta maaf, atas perlakuan tadi," ucapnya mengiba. Aku seolah tak mendengar apa yang dia ucapkan dengan terus bermain dengan anak-anak.

"Han ... kamu, marah?" dia memegang pundakku, jelas kusentak kasar. Bathinku masih belum mau berdamai dengannya selepas apa yang sudah diucapkan tadi.

Tok... Tok... Tok...

"Dennis .... buka pintunya!"

"Den ... Dennis ..."

Deg!

"Aku kenal betul dengan suara itu, untuk apa ibu mertua datang lagi ke sini, apalagi sudah malam seperti ini?" pikirku dalam hati.

Kulihat jam bundar berwarna putih yang menempel di dinding sudah menunjukkan pukul 20.30 malam, hujan memang belum lama berentinya. Tapi, ada urusan apalagi ibu ke sini? Jantungku berdetak tak karuan mengisyaratkan ada sesuatu.

"Apa ini hanya kebetulan," pikirku keras.

"Den ... Dennis. Buka pintunya, ini ibu." Wanita yang melahirkan Mas Dennis terus mengetuk pintu tanpa jeda.

"Iya ... Bu, sebentar," sahut Mas Dennis.

Seakan tidak ada apa-apa, aku mengasyikkan diri bermain dengan anak-anak. Haseena yang tengah asyik main masak-masakan, begitupun Almeer yang tengah asyik menyusun legonya.

"Lama banget buka pintunya," protes ibu ketika pintu terbuka.

"Ibu ... Erlyn ... ada apa datang ke sini?" tanya Mas Dennis.

"Apa? Erlyn? Dia ke sini dengan ibu? Ada apa?" rentetan pertanyaan mulai bersarang dibenakku.

Mengesampingkan ego, aku menoleh ke mereka berdua yang berdiri di ambang pintu.

"Masuk dulu, Bu!" Namun, sama sekali tidak digubris, mereka diam saja.

"Nak, salim dulu eyang dan tante Erlynnya!" suruhku pada anak-anak, tapi hanya Haseena yang berjalan dan menyalami ibu, akan tetapi ... "tangan eyang masih basah, nggak usah salim," sahut ibu, tolakan halus dari ibu tak ingin menyambut salaman dari Haseena.

Aku membalikkan badan, "Nak ... sini ikut Mama dan adek ke kamar. Kita main di kamar saja ya?"

Haseena mengangguk mengerti, mungkin dia juga merasakan jika eyang tak peduli padanya. Tatapan ibu begitu sinis padaku, ketika aku mengajak Haseena ke kamar, belum puaskah dia sudah memfitnahku tadi, aku yakin pasti dia memutarbalikkan fakta pada Mas Dennis kalau tidak mana mungkin Mas Dennis pulang-pulang memarahiku seperti itu, sedangkan Erlyn menyunggingkan ujung bibirnya ketika netra kami beradu, entah apa salahku padanya.

Lebih baik aku mengajak anak-anak untuk bermain di kamar, tak lupa kubawa beberapa perintilan mainan. Daripada mereka harus menyaksikan sesuatu hal yang tidak patut dilihat, tak lupa kukunci pintu kamar.

Haseena dan Almeer tengah asyik bermain, aku pun mengambil gawai pipih dari saku celana yang dipakai, untung saja sewaktu Mas Dennis mendorong hingga aku terpental, gawaiku tetap bertahan dalam persembunyiannya. Kalau tidak, bisa-bisa dia memeriksanya dan tahu jikalau aku sedang berjualan online. Sebenarnya tadi, ketika ingin melipat baju dan terdengar ketukan pintu depan. Aku memasukan ponsel ke dalam saku celana yang dipakai.

"Den ... mana? Jadi minjamnya?" tanya ibu, ucapannya begitu jelas di telingaku mungkin sengaja dikeraskan biar aku bisa mendengar di dalam kamar. Kuhentikan sejenak memainkan gadget, lalu menyimak pembicaraan mereka.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Gara-gara Uang Arisan Mertua   Bab 22. Lalu Apa yang Terjadi, Ma?

    (khusus bab ini alurnya maju-mundur ya, reader)"Lalu, apa yang terjadi setelah itu, Ma?" tanya Haseena, kulihat matanya sudah berkaca-kaca sedari tadi."Iya, Ma. Kenapa Papa dan Mama bisa bersatu lagi?" tanya Almeer antusias."Terus bagaimana dengan Tante Erlyn? Mereka jadi test DNA, Ma?" tambah Haseena lagi."Aku juga penasaran, Kak dengan Tante Lulu. Dia 'kan julidnya kebangetan, Ma. Gimana dia sama suaminya?" tanya Almeer lagi."Nah iya, Dek. Kakak juga penasaran tuh sama Tante Lulu? Kok ada ya orang punya mulut sejulid dia, heran ..." protes Haseena."Ya ada lah, Kak. Dari zaman behulak juga udah, ada." timpal Almeer. Mereka tawa mereka pecah. Terbahak-bahak yang begitu keras hingga mengundang Mas Dennis keluar dari kamar."Kalian lagi cerita apa, sih? Kok kayaknya seru banget?" timbrung Mas Dennis, dia memutar roda yang ada pada kursi rodanya."Nggak ada, Mas. Cerita lelucuan zaman dulu, zaman kamu tidak waras, Mas," ejekku sembari terkekeh."Astagfirullah, Hanindia ...." Mas De

  • Gara-gara Uang Arisan Mertua   Bab 21. Kata Talak Terucap

    "Nggak, Mas. Tadi yang ngantar Juliana dan Bu Minah bukan Julio. Kamu ingat 'kan Bu Minah, tetangga ibumu dulu, dia sudah pindah dua tahun lalu," aku masih berusaha menjelaskan pada Mas Dennis yang sudah berkawan setan, karena raut wajahnya suka memerah seperti bara api."Dia bohong, Den. Kamu jangan percaya, tadi ibu lihat sendiri selingkuhannya itu yang ngantar pulang," timbrung ibu dengan lantang diikuti dengan menyunggingkan ujung bibirnya."Aku berani sumpah, Mas. Aku tidak bohong sama sekali. Juliana barusan pergi, aku bisa minta dia untuk balik ke sini lagi kalau kamu tidak percaya," ucapku seraya terus meyakinkan Mas Dennis."Bu ... tolong jangan memperkeruh keadaan. Jangan memutarbalikkan realita sebenarnya. Jelas-jelas ibu lihat sendiri aku diantar Juliana dan Bu Minah tadi. Bahkan Ibu ikut mengobrol dengan Bu Minah dan juga Juliana. Ibu sebenarnya kenapa sih? Sampai segitunya memfitnahku!""Ngaku aja deh, Han. Nggak usah berselimut dusta gitu," timbrung Erlyn."Kamu lihat '

  • Gara-gara Uang Arisan Mertua   Bab 20. Kegalapan Malah Balik Menuduh

    "Itu supir taksi online, Bu. Bukan ..."Belum selesai aku berbicara, lagi dan lagi ibu sudah memotongnya, "Haa ... apa? Supir taksi online? Hahahaha ..." tawa beraroma sindiran itupun pecah, "Mana ada maling yang mau ngaku. Kalau banyak maling ngaku, udah penuh tuh penjara.""Bu ... kasih aku kesempatan untuk jelasinnya, jangan seperti ini," pintaku lirih."Kesempatan apa? Kesempatan supaya kamu bisa nyakitin anak saya lagi? Iya? Oh ... tidak bisa Hanindia ..." Telunjuknya ikut bermain arah kiri ke kanan persis di depan wajahnya."Udah, Bu. Seret aja, Bu. Daripada ngelunjak nantinya, Bu," hasung Mbak Lulu. Aku pikir dia sudah beranjak dari sana."Assalamu'alaikum, Bu Iyum." Terdengar ucapan salam di belakang sana, aku sedikit terkejut melihat Bu Minah menyapa mertua yang baru saja keluar dari mobil. Wajahnya yang memerah dan amarah yang bagaikan bom yang siap meledak berubah dratis bahkan tiga puluh enam derajat celsius."Ibu Minah?!" pekik ibu kaget bukan main, terkesiap, dan terper

  • Gara-gara Uang Arisan Mertua   Bab 19. Motornya Tidak Ada

    Rasaku berkecamuk, hatiku sakit, tapi melihat Haseena menangis seperti ini juga membuat ku semakin bersalah. Baru saja aku menghirup udara segar rasanya, berpikiran sedikit tenang.Ting ... Tung ... Ting ... Tung ..."Assalamu'alaikum,""Itu pasti Non Juliana, Ibu bukain pintu dulu ya, Han," aku mengangguk pelan."Ma ... Kakak mau pulang," Haseena terus saja merengek meminta pulang, kuseka air matanya yanh begitu deras membasahi pipi mulusnya. "Ma ..." panggil Almeer yang baru bangun dari tidurnya."Sini, Nak," kupeluk kedua anakku, air mata yang sedari tadi kutahan kini tumpah ruah juga akhirnya."Lho, Hanindia ... kamu kenapa?" aku menatap wajah Juliana dia tampak heran melihat kami bertiga berpelukan."Apa yang terjadi, Bik?" tanya Juliana pada Bu Minah yang sedang berdiri di ambang pintu."Haseena, pengen ketemu sama Papanya, Jul," jawabku pelan."Oooh ya sudah, nggak apa-apa, Han.""Kakak, mau pulang ya, Nak?" Juliana mengelus kepala Haseena, gadis cantik itu mengangguk dalam si

  • Gara-gara Uang Arisan Mertua   Bab 18. Pulanglah!

    Ku sisir pandangan sampai bagian belakang mobil yang dikemudi Juliana hilang dari pandanganku, mengunci pintu lalu berjalan menuju kamar sekedar mengintip, dan rupanya mereka masih tertidur dengan lelap.Aku beranjak menuju ruang samping dapur yang digunakan khusus mencuci dan menjemur pakaian di sana. Aku ingin menemui Bu Minah karena masih penasaran dengan ucapan Bu Minah tadi soal Erlyn. Mumpung Juliana sedang berpergian aku pun tak melewatkan kesempatan bertanya lebih leluasa dengan Bu Minah. Design rumah Juliana terbilang unik menurutku, walaupun setiap ruangan tidak terbilang besar tetapi karena di design penuh cekatan makanya terlihat rapi dan tertata. Di lantai dasar ada dua buah kamar yang letaknya berdampingan, antara ruang tamu dan ruang tengah di"Bu ..." panggilku."Astagfirullah Al'adzim, Hanindia ... kamu bikin ibu kaget saja," Bu Minah terperanjat karena kaget sembari menepuk-nepuk dadanya dan tak henti beristighfar."Maaf, Bu. Nggak bermaksud ngagetin. Hmm ... itu Bu

  • Gara-gara Uang Arisan Mertua   Part 17. Perempuan yang Mengetuk Pintu Rumah Juliana

    Esok harinya ..."Eh, Han kamu nggak usah repot-repot," sergah Juliana dari belakang. Seketika ku hentikan aktivitas mencuci piring dan menoleh ke belakang."Kamu udah bangun, Jul?" sapaku, "Nggak apa-apa, Jul. Udah kebiasaan aku juga kayak gini. Itu teh hangat udah kubikin untuk kamu sama roti selai coklat juga.""Ya ampun Hanindia ... Wah makasih, Han. Aku jadi nggak enak malah kamu siapin sarapan. Nggak usah repot-repot nyuci piring dan lainnya, Han. Lagian nanti juga ada yang beresin rumah, palingan Bik Minah bentar lagi juga datang," ujar Juliana."Bik Minah? Siapa tuh, Jul?" aku tetap melanjutkan mencuci piring dan sekawannya karena nanggung hanya tinggal beberapa biji saja."Orang yang bersihin rumahku setiap pagi, Han. Dia datang jam 6 pagi, nanti sebelum aku pergi kerja dia sudah pulang lagi, bentar lagi juga datang," ujar Juliana, gadis berkulit putih dan berambut sepanjang punggung itu."Memangnya kenapa, Han? Kok wajahmu kayak bingung gitu?" tanya Juliana heran sambil meng

  • Gara-gara Uang Arisan Mertua   Part 16. Penolong dari Allah

    "Iya, nggak apa-apa, Han. Kamu kalau ada apa-apa jangan sungkan sama aku. Kalian di sini aku senang banget. Rumah ramai, biasanya aku sendiri saja. Juliana belum menikah sekalipun secara karir dia begitu sukses, sangat menjadi kebanggaan orang tuanya. Malah ekonomi orang tua Juliana ikut menanjak naik dikarenakan dimodali usaha beras oleh Juliana di kampung halaman."Aku? Entah kapan bisa membahagiakan, Mama yang sekarang tinggal seorang diri di kampung,""Makasih banyak ya, Jul.""Iya, aku bikinin minum dulu," ujar Juliana hendak beranjak."Oo iya, Jul. Maaf, kamar mandinya dimana? Aku mau mandiin Haseena dan Almeer dulu."Ada di dalam kamar depan, Han. Kamu masukin aja barang-barang ke sana. Itu memang kamar khusus tamu," jelasnya dan berlalu ke belakang.Haseena dan Almeer tengah asyik bermain kejar-kejaran. Tak ada raut cemas sama sekali di wajah mereka ketika berada di rumah Juliana. Padahal ini baru kali pertamanya mereka ke sini sama sepertiku.Sembari menunggu Juliana membuatk

  • Gara-gara Uang Arisan Mertua   Bab 15. Menenangkan Diri

    "Eh ... Ada yang mau kabur sepertinya," sindir Mbak Lulu ketika aku masuk ke dalam taksi online. Entah mengapa harus bersamaan waktunya taksiku datang dengan adanya wanita julid ini di sini."Mau pergi ke rumah selingkuhannya ya, Han?" tuduhnya, tidak ada angin ataupun hujan malah cuaca sangat cerah."Wah ... perkembangan yang begitu pesat ya. Baru kemarin disusul ke sini. Eh sekarang malah nyusul balik. Ternyata lebih ngeri ya wanita yang katanya rumahan, tersiksa, pendiam, nggak suka ngumpul, rupanya punya selingkuhan," tambahnya lagi. Ucapan Mbak Lulu begitu jelas di pendengaranku, mungkin sengaja volume bicaranya dikeraskan."Mending kayak aku dan Mbak lainnya yang suka julid, tapi kamis setia," belanya.Tanpa memperdulikan Mbak Lulu yang sibuk mengoceh yang lebih tepatnya menghujat, aku menuntun anak-anak masuk ke dalam mobil, sedangkan tas bawaanku yang berisikan perlengkapanku dan anak-anak sudah masukin pak sopir di bagian belakang mobil.Ocehannya sudah tak terdengar ketika a

  • Gara-gara Uang Arisan Mertua   Bab 14. PoV Dennis 3

    "Istrimu memang tidak bisa dibilangin ya, Den. Dibilangin malah bentak ibu," aku sekesiap mendengarnya."Apaa ... Bu? Hanin bentak ibu? Dasar istri tidak ada akhlak, nggak ada sopan santun sedikitpun. Tenang, Bu. Akan ku beri dia pelajaran supaya nggak ngelunjak lagi."Tanpa pikir panjang aku pun langsung pulang ke rumah, anak mana yang akan terima jika wanita yang melahirkan dan merawatnya dibentak oleh istri sendiri.Sesampainya di rumah tanpa ada rasa iba, tanganku mendarat ke wajahnya, amarahku membuncah hingga tak peduli akan tangis kedua anakku yang semakin menjadi. Kalau saja kewarasanku sudah hilang semuanya mungkin bisa kubunuh Hanindia saat itu juga. Tidak ada yang boleh menyakiti ibu, siapapun itu akan kubuat lebih menderita!"Kenapa lu, Den? Kusut bener?" tanya Adi ketika aku sedang merehatkan pikiran di warung kopi tempat kami nongkrong semalam."Pusing gue masalah di rumah banyak banget, mana nggak ada duit lagi,""Hahaha, makanya jangan sok-sok an nikah lu, contoh kaya

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status