Gara-gara Uang Arisan Mertua

Gara-gara Uang Arisan Mertua

Oleh:  Dwi Nella Mustika  Tamat
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel18goodnovel
10
1 Peringkat
22Bab
2.4KDibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Tinggalkan ulasan Anda di APP

Apa jadinya jika seorang pemimpin rumah tangga pelit memberi nafkah pada anak dan istrinya. Namun, begitu royal pada ibunya sendiri, dengan cuma-cuma begitu mudah membayar uang arisan ibunya ketimbang mencukupi kebutuhan makan anak istrinya. Apakah Hanindia memilih mempertahankan rumah tangganya atau sebaliknya, menyerah demi kewarasan fisik ataupun psikis.

Lihat lebih banyak
Gara-gara Uang Arisan Mertua Novel Online Unduh PDF Gratis Untuk Pembaca

Bab terbaru

Buku bagus disaat bersamaan

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen
user avatar
Dwi Nella Mustika
Mampir yuk, Kak! Jika berkenan beri rating dan komentarnya ya untuk kisah Hanindia ini 🫶
2023-10-04 09:40:17
2
22 Bab
Bab 1. Minta Lagi
"Mas, aku minta uang belanja dong. Stok lauk sudah abis di kulkas, hari ini aku mau beli ayam, kasihan anak-anak kalau sama telur terus makannya," ujarku pada Mas Dennis yang tengah mematut diri di depan cermin."Aku nggak ada uang, Han. Bukannya kamu sudah kukasih kemarin lima puluh ribu, dikemanain tu duit. Jadi istri jangan boros lah, sadar dikit kerja suamimu apa," protes Mas Dennis dengan raut wajah masam, aku bisa melihat gurat wajahnya yang masam dari pantulan cermin."Mas, kemarin aku nggak ada minta duit sama kamu. Kamu ngasihnya lima hari yang lalu, Mas. Itupun sudah kubelikan telur, kelengkapan bumbu, tahu, tempe, sayur, dan token listrik," protesku, tapi memang begitu kenyataannya."Halah ... udah pandai berbohong ya kamu sekarang. Yaudah goreng aja telurnya." Mas Dennis mengibas angin saat melewatiku. "Udah ah ... aku mau berangkat kerja. Lagian sok makan ayam segala, makannya pakai telur aja, lebih hemat. Aku yang kerja, malah kamu yang makan enak, 'kan lucu. Huuuh."Dia
Baca selengkapnya
Bab 2. Capek Katanya
Baru saja mendengar deru motor Mas Dennis masuk ke pekarangan rumah hingga akhirnya memarkir di teras, Haseena dan Almeer tidak berhenti bersorak kegirangan kalau Papa mereka sudah pulang bekerja. Kulirik jam dinding ketika hendak membukakan pintu, sudah menunjukkan pukul 21.00 malam.Kret!"Papa ... Papa, aku mau gendong," pinta Haseena dengan mengangkat kedua tangannya minta digendong Mas Dennis."Pa ... Pa ..." Almeer juga tak mau kalah."Udah ya, Nak. Papa capek mau tidur. Makan saja ini." Dia memberikan kantong kresek isi makanan pada Haseena lalu membuka hoodienya tanpa memedulikan Haseena dan Almeer dia pun bertolak ke kamar.Sungguh panas netraku melihat sikapnya, itu anak-anaknya kenapa bersikap seperti bukan darah dagingnya? Capek katanya? Apa dia nggak mikir aku nggak capek ngurus anak sendirian 24 jam.Geram melihat tingkahnya, aku pun menyusulnya ke kamar, "Mas, kamu pulang udah malam gini main dulu lah sebentar sama anak-anak. Nggak liat antusias mereka nyambut kamu pula
Baca selengkapnya
Bab 3. Dibentak
"Hanin ... Buka pintunya!" Aku terperanjat kaget mendengar teriakan di luaran sana. Aku tahu siapa yang datang, mertuaku."Sebentar, Bu," sahutku berjalan setengah berlari.Kret!"Dasar menantu tidak tahu diri, kenapa kamu usir anak saya? Hah? Jawab? Makin hari saya lihat, kau makin k*r*ng ajar ya." serang ibu.Tanpa ucapan salam, tanpa masuk ke dalam rumah, dan tanpa bertanya lebih dahulu, dia mencercaku dengan entengnya."Ngusir siapa maksud ibu? Kenapa ibu berkata demikian? Masuk dulu, Bu. Nggak enak diliat orang," usulku."Di sini saja, biar orang-orang tahu kamu itu istri macam apa.""Kamu masih nanya siapa? Siapa lagi kalau bukan Dennis, kamu usir Dennis dini hari 'kan? Kamu sakit hati perihal uang arisan saya? Iya? Hah? Jawab?" Matanya melotot tajam bak ingin menerkamku."Aku tidak ada mengusir Mas Dennis, Bu. Semalam malah dia yang berpamitan keluar rumah. Aku cuma protes karena dia nggak ada waktu buat main sama anak.""Wajar dong dia bilang capek. Dia kan kerja. Kalau kamu n
Baca selengkapnya
Bab 4. Allah Baik, Lagi
Ide cemerlangku menari di pelupuk mata. "Allah sudah ciptakan aku untuk menjadi manusia yang kuat dan pantang menyerah, sekalipun hatiku begitu rapuh." Tanpa pikir panjang aku pun langsung mengomentari status story WA Bang Gunaldi.[Abang jualan sekarang?] tanyaku, karena story WA yang dipasang Bang Gunaldi adalah beberapa koleksi baju wanita, mulai dari daster, longdress, dan model baju lainnya.[Iya, Han. Istri Abang yang jual, Abang cuma bantu-bantu promoin saja] balasnya. Aku tak perlu menunggu lama karena Bang Gunaldi hitungan detik langsung membalas pesanku.[Wah, iyakah? Boleh aku jadi resellernya, Bang?] balasku antusias.[Boleh, banget. Abang telepon ya? Lagi nggak sibukkan?][Boleh, Bang. Nggak, anak-anak lagi sibuk main] balasku sigap. Pilu dan risau hatiku seketika terbang mengudara.Detik kemudian ada panggilan masuk dari Bang Gunaldi, tanpa mengulur, aku pun langsung mengangkatnya."Halo, Bang," sapaku. "Jadi gimana sistem kerjanya, Bang?" tanyaku pada topik pembicaraan.
Baca selengkapnya
Bab 5. Semua Bertambah Runyam
"Lepasin, Mas!"Aku berusaha keras menyentak tangan yang digenggam kuat Mas Dennis. Namun, energi ini seolah tak berdaya karena sudah terkuras dengan segala pekerjaan rumah tangga."Aku nggak akan lepasin sebelum kamu jujur. Ada hubungan apa kamu dengan Julio?!" teriaknya.Kulihat matanya makin memerah, lebih merah dari yang kulihat tadi pagi, entah efek kurang tidur atau ..."Aku tidak ada hubungan apa-apa, Mas sama Julio," protesku, dengan derai airmata. "Apa yang perlu dijujurin lagi, nyatanya memang aku tidak ada hubungan apa-apa dengan Julio.""Kalau kalian tidak ada hubungan apa-apa, kenapa bisa Julio datang ke sini? Hah, jawab!""Aku juga nggak tahu kenapa dia bisa datang ke sini." jawabku lirih. "Halah ... !" tepisnya.Aku terpental ke kasur ketika Mas Dennis mendorong. dengan keras."Lantas, aku akan percaya begitu saja dengan ucapanmu itu, Han? Tidak semudah itu, mana mungkin maling mau mengakui perbuatannya. Apa yang kulihat tadi tidak sesuai dengan apa yang kamu utarakan,
Baca selengkapnya
Bab 6. Terlalu Egois
"Bu ... tadi pinjamannya nggak banyak. Cuma dapat tiga juta," ujar Mas Dennis.Apa? Mas Dennis meminjam uang tanpa sepengetahuanku? Dengan siapa dia meminjam uang sebanyak itu? Di dalam kamar, pikiranku sibuk menerka-nerka. Demi makan enak untuk aku dan anak-anaknya saja dia tidak mau, akan tetapi demi ibunya ... "Kok cuma tiga juta? Tapi yaudahlah, mana uangnya? Ibu lagi butuh sekarang, besok sore ada arisan di rumah jadi subuh besok ibu udah mulai siapin semuanya.""Dennis cuma bisa ngasih segini, Bu," "Apa? Cuma 500rb? Kok sedikit, 'kan kamu minjamnya tiga juta," pekik ibu tak terima. "Kamu kasih ke Hanindia ya?" tuduh mertua. "Sebagian dari pinjaman kubelikan Erlyn tas, Bu. Sisanya untuk pegangan sebelum aku gajian. Stok kebutuhan masak juga nggak ada, Bu," jelas Mas Dennis."Bener 'kan dugaanku, tas yang ada di story WA Erlyn tadi harganya sejutaan. Sebegitu spesialkah Erlyn di matamu, Mas?"Ada perih di dada ini. Sakit dan sangat sakit bagiku. Aku menyeka air mata, lagi dan la
Baca selengkapnya
Bab 7. Tak Kunjung Ada Penyelesaian
"Tampar ... tampar aja ... sekalian saja ambil pisau, bunuh saja sekalian. Biar kamu tahu rasanya gimana ngurusin anak dari A sampai Z," serangku. Dia mendengkus kasar dan berlalu. Tak lama kemudian terdengar deru mesin motornya.Kalau tidak karena anak-anak masih kecil, aku sudah minta cerai dari dulu. Aku tidak mau anak-anak bernasib sama denganku, dibesarkan tanpa seorang ayah. Emak ditinggal Bapak karena perempuan lain saat aku duduk dibangku kelas satu SMP. Kuseka air mata, lalu lanjut mencuci piring.Aku juga tak tahu mengapa bisa bertahan sejauh ini, entah harapku terlalu yakin dia akan berubah, entah takdir yang masih mengantarku tetap bersama. ***"Ada apa Julio nelepon siang-siang begini?" tanyaku dalam hati. "Iya, Jul, Halo." Terpaksa aku mengangkatnya."Han ... maaf soal yang kemarin aku tidak ada maksud apa-apa," "Kalau tidak ada maksud apa-apa, kenapa kamu memberiku uang, Jul?""Aku kasihan sama
Baca selengkapnya
Bab 8. Rezeki itu Bak Air Hujan
Tok ... Tok ... Tok ...Tiap kali ada yang mengetuk pintu, aku merasa trauma, bahkan mulai ada rasa takut untuk membukanya. Apalagi tidak ada ucapan salam atau memanggil namaku sekedar bunyi ketukan pintu.Tok ... Tok ... Tok ..."Han ... buka pintunya!" sorak Mas Dennis."Kok dia udah pulang kerja jam segini?" tanyaku dalam hati. Padahal baru saja ingin membaca sms pinjaman online yang masuk.Tok ... Tok ... Tok ..."Hanindia ... lama banget sih!" suaranya semakin keras.Dengan sigap aku langsung menaruh handphone di bawah bantal, lalu mengatur napas jangan sampai Mas Dennis curiga akan gerak-gerikku.Kret!"Dasar lelet, buka pintu saja lama!" umpatnya bersamaan dengan mendorong pintu yang tak sepenuhnya terbuka."Hooaaammm ..." aku pun pura-pura menguap tentu dengan menutup mulut sesuai adap."Enak ya kamu di rumah tidur di siang bolong kayak gini, aku panas-panasan di luar sana. Mak
Baca selengkapnya
Bab 9. Jantung Sering Kali Berpacu Cepat
"Ini, Kartika lihat sekarang kakak jualan online yah," tanyanya yang sekarang nada suaranya terdengar serius."Iya, Kar. Nambah-nambah penghasilan, mumpung juga keponakanmu udah beranjak gede, memangnya kenapa, Kar? Kok tahu kakak jualan online?""Iya, Predisa yang bilang. Dia lihat story di WA kakak. Nah kebetulan aku sekarang lagi merintis bisnis jilbab, kak. Mau nawarin kakak mau nggak jadi resellernya aku?" "Apa, Kar? Kamu punya usaha jilbab sekarang, wah keren. Mau ... mau ... Gimana sistem kerjanya nih?" tanyaku antusias."Ya sama kayak online shop yang lain kak. Aku ngasih ke kakak harga reseller nanti terserah kakak mau jual berapanya," "Ashiaaaapp ... Kart. Kirimin langsung foto-foto jilbabnya yah!" suruhku.Sambungan telfon pun berakhir, senyumku semakin mengembang. Bagai ketiban durian runtuh, sekalipun sakit terkena duri tapi ketika memakan isinya begitu manis. "Alhamdulillah, Ya Allah atas jalan yang Engkau be
Baca selengkapnya
Bab 10. Hujatan yang Didapat
"Satu lagi, jangan di rumah saja. Kerja kek, apa kek, jangan jadi istri manja cumanya bisa nampung aja. Ibu dulu bisa kok , mengasuh anak sembari berjualan. Nggak kayak kamu, lempengnya minta ampun," hujatnya."Sudah! Ibu mau tidur, ganggu orang istirahat saja kamu!" "Apa ibu tidak tahu, jikalau Mas Dennis sudah dipecat? Berarti kamu tidak di rumah ibu, Mas? Kamu kemana?" Benar 'kan apa yang kutakutkan terjadi, bukannya dapat jawaban malah beruntun hujatan yang dia lontarkan. Entahlah! Padahal sedikit pun aku tak cemburu jikalau Mas Dennis bisa berlaku adil atau setidaknya lebih menjadi lelaki yang pekerja keras. Lagi dan lagi, kuseka air mata yang jatuh membasahi pipiku yang tak terawat lagi.Kuputuskan untuk menidurkan anak-anak terlebih dahulu, apalagi dentingnya jam sudah menunjukkan pukul 21.00 malam. Kurang lebih menidurkan Haseena dan Almeer selama setengah jam, aku kembali mengambil gawai pipih yang tertinggal di ruang tengah. Tadi kelupaan membawanya, karena aku sibuk membua
Baca selengkapnya
DMCA.com Protection Status