Ketika di jalan pulang, Reni tiba-tiba memekik meminta Arjuna menghentikan mobilnya.
"Duh, apa-apaan sih kamu? Mendadak banget kalo minta berhenti?" seru Arjuna gusar. Untung saja jalanan sedang sepi sehingga ia tidak perlu mendapat makian dari orang-orang.
Reni langsung turun tanpa berniat menjawab pertanyaan Arjuna. Ia menghampiri seorang pedagang arum manis dan membelinya dengan wajah riang. Reni berlari kecil sembari melompat-lompat saat akan memasuki mobil Arjuna.
Arjuna yang melihat tingkah Reni benar-benar tidak habis pikir. Reni adalah satu dari sekian banyak perempuan yang pernah dekat dengan Arjuna. Mereka kebanyakan selalu berusaha terlihat dewasa, elegan, dan anggun. Sementara Reni malah kebalikannya. Arjuna benar-benar heran pada dirinya sendiri yang bisa menyukai gadis ini.
"Beli apa?" tanya Arjuna saat Reni masuk ke dalam mobil.
"Beli arum maniiiss!!"
Arjuna merapikan beberapa bajunya. Ia mulai mengemasnya ke dalam koper yang akan ia bawa ke Makassar besok pagi. Ia juga menyiapkan berkas-berkas penting yang harus ia bawa. Andini masuk ke dalam kamar Arjuna sembari membawakan coklat panas untuk putranya.“Cuma bawa segitu doang, Jun, pakaiannya?” tanyanya sembari melirik isi koper putranya. Ia tahu Arjuna adalah orang yang tidak mau diribetkan dengan masalah pakaian.Arjuna mengangguk. “Iya, Ma. Lagian kan cuma seminggu. Arjuna di sana juga buat kerja, bukan liburan. Jadi lebih banyak baju buat kerja yang Arjuna pakai. Kalau bawa banyak-banyak juga ribet nanti, Ma.”Andini menggeleng seraya tersenyum. Putranya tak pernah berubah. “Nggak terasa ya, kurang seminggu lagi kamu akan bertunangan dengan Reni. Mama nggak menyangka kalau kamu akhirnya menjalaninya dengan senang.” Andini menghela napas. “Padahal Mama sempat berpikiran kamu akan menolaknya sejak awa
Reni masih menyelimuti dirinya saat pintu kamarnya diketuk. Tanpa dijawab, Mamanya masuk ke dalam kamarnya.“Lho, kok masih tidur? Katanya mau nganterin Arjuna ke bandara,” Santi membuka gorden kamar Reni dan membuatnya mau tak mau membuka mata.“Mama, ini kan Minggu! Reni capek ah seharian abis keliling-keliling sama Kak Sandra buat keperluan pertunangan. Sekarang Reni mau istirahat, Ma!” erangnya kemudian semakin menutup tubuhnya dengan selimut.“Yakin nggak mau nganterin aku? Nanti kamu kangen lho, seminggu nggak ketemu sama aku!” seru Arjuna seraya duduk di pinggiran tempat tidur Reni.Mendengar suara Arjuna sontak membuat Reni terbelalak dan bangkit. Dengan wajah yang menahan kantuk dan rambut yang acak-acakan ia menatap Arjuna dengan ekspresi terkejut luar biasa. Ia masih teringat kejadian semalam membuatnya malu. Arjuna menahan tawa ditatap Reni seperti itu.“Kamu ngapain di kamarku? Si
Arjuna duduk di bangku pesawat dengan gelisah. Entah kenapa, tatapan Reni tadi terasa begitu berat untuk melepaskan kepergian Arjuna. Apakah Reni tidak mau terpisah lama dengan Arjuna? Arjuna menyalakan ponselnya. Diam-diam, ia memiliki foto Reni yang ia ambil tanpa sepengetahuan gadis itu. Pada wallpaper Arjuna sekarang terpampang gambar gadis itu yang sedang asyik memotret. Arjuna mengambilnya dari samping kiri. Entah kenapa, aura gadis fotografer itu begitu terpancar ketika sudah memegang benda kesayangannya itu. "Aku bakalan kangen banget sama kamu, Ren!" gumam Arjuna seraya tersenyum ke arah ponselnya. Mungkin waktu seminggu hanyalah sebentar bagi sebagian orang. Tetapi bagi Arjuna, waktu seminggu sangatlah lama. "Tunggu aku ya!" *** Hari pertama di pekan UAS. Reni mengerjakan semua soal ujian dengan teliti. Ia tidak mau kecolongan lagi sampai ada yang belum te
Arjuna menutup laptopnya. Sudah hampir lima jam ia mengerjakan rancang bangun untuk dibawa meeting besok. Ia merasa perlu meregangkan tubuh dan mencari angin segar. Udara dingin malam langsung menyapu kulit Arjuna ketika ia membuka pintu menuju balkon kamarnya. Hawa dingin itu membuat Arjuna sedikit bergidik. Ia meminum kopinya yang masih hangat karena baru saja ia seduh. Arjuna menatap ke sekeliling. Lampu-lampu jalanan dan juga beberapa kendaraan masih berlalu lalang di bawah sana. "Jam segini Reni lagi ngapain, ya? Dia udah tidur belum ya?" Arjuna mengambil ponselnya di saku celana. Ia hendak membuka WhatsApp ketika sebuah notifikasi dari instagram muncul. Ren.ren baru saja menambahkan cerita. Lelaki yang rambutnya mulai sedikit panjang itu tersenyum. Ia memang menyalakan notifikasi untuk semua kegiatan Reni di sosial media. Ia tak mau ketinggalan satupun momen y
Hari kedua ujian dilalui Reni dengan lebih tenang. Ia mengerjakan soal tanpa perasaan penuh kegugupan seperti kemarin. Tangannya begitu lihai menuliskan jawaban-jawaban yang semalam sudah dipelajarinya. Rendi yang melihat Reni tenang begitu jadi ikutan tenang. Tanpa sadar, Rendi tersenyum melihat Reni demikian. Setelah waktu berjalan hampir 80 menit, Reni berdiri dan maju ke depan. Ia memejamkan mata sebelum meletakkan kertasnya. Ia berdoa agar mendapatkan hasil terbaik di ujian semesternya kali ini. Reni duduk di depan ruang kelasnya menunggu Nadya. Apalagi waktu kurang sepuluh menit saja. Pasti sebentar lagi Nadya keluar. "Loh, masih di sini?" Rendi yang keluar kelas lebih dulu menghampiri Reni yang duduk sendirian. "Eh!" Reni tak bisa menyembunyikan ekspresi terkejutnya karena beberapa menit ia melamun. "Iya, nungguin Nadya. Ntar dia ngamuk-ngamuk lagi kalau aku tinggal!"&nbs
Nadya tidak berusaha mengejar Reni karena ia tahu, temannya itu pasti butuh waktu untuk menenangkan diri. Sementara perempuan tidak dikenal tadi sudah pergi dengan teman-temannya. Tak lupa dengan adegan menghentak-hentakkan kaki karena rambut yang sudah ia tata berjam-jam harus rusak. "Lah, Reni kemana?" Rendi baru saja datang seraya membawakan pesanan ketiganya. "Pulang kayaknya. Tadi tiba-tiba ada macan ngamuk di sini!" Mendengar itu, Rendi hanya mengernyitkan kening. Ia bukan tipe orang yang mudah sekali penasaran dengan urusan orang lain. "Lo suka ya sama Reni?" pertanyaan spontan Nadya hampir membuat Rendi tersedak kuah soto pedasnya. "Lo kalo tanya bisa liat sikon dulu nggak sih?" nada bicara Rendi sedikit tinggi sementara Nadya malah tertawa. "Ye sorry! Habisnya gue kepo sih!" Nadya melipat kedua tangannya di atas meja. "So?" "Gue nggak t
Arjuna yang tadinya hendak beristirahat, tiba-tiba kehilangan rasa lelahnya setelah mendengar curhatan Reni. Ia tahu, kesalahannya juga tidak memberi tahu Reni sejak awal tentang Nadhine. Sempat ada rasa khawatir di benak Arjuna, kalau-kalau Nadhine akan berbuat yang lebih dari sekadar mengata-ngatai Reni. "Kalau Nadhine nyamperin kamu lagi, kamu langsung bilang aku, ya!" seru Arjuna. Kali ini keduanya mengubah mode panggilan menjadi panggilan video. Reni sedang makan sementara Arjuna di sana hanya berniat menemani Reni menghabiskan makanannya. "Gampang! Cewek kayak gitu tuh kalo aku makin takut, dia bakalan ngerasa punya power. Akhirnya bakalan terus cari gara-gara. Makanya, aku nggak mau diem aja pas dia nuduh aku tadi. Biar tau dia lagi berhadapan sama siapa!" "Sama preman!" celetuk Arjuna seraya cekikikan. Rasa ingin istirahatnya tergantikan dengan kesenangan menemani Reni malam ini. Reni h
Arjuna baru saja menyelesaikan meetingnya pagi ini. Hari ini, jadwalnya tidak terlalu padat sehingga ia bisa sedikit bersantai. "Ngopi dulu bisalah, bos!" seru Rayhan, rekan kerjanya yang ada di Makassar. Arjuna tertawa. "Boleh deh! Dua hari ini sibuk terus gue. Butuh penyegaran juga nih!" Akhirnya kedua lelaki itu meninggalkan ruangan meeting dan melaju ke salah satu coffee shop teedekat, rekomendasi dari Rayhan yang memang dari dulu adalah pecinta kopi. Tiada hari tanpa meminum kopi. "Caramel macchiatonya satu!" ujar Rayhan tanpa melihat daftar menu. "Lo mau pesen apa, Jun?" "Gue affogato aja deh!" seru Arjuna setelah memilih minuman kemudian mereka mencari tempat duduk sembari menunggu pesanannya jadi. "Tumben lo nggak espresso atau americano?" Arjuna membuka obrolan diantara keduanya. "Masih siang nih, bos! Butuh yang se