Share

Bab 8

    Arjuna duduk di samping Mamanya dengan gelisah. Ia berkali-kali menatap jam yang melingkar di tangan kanannya dengan gusar.

    “Kamu kenapa, Sayang?” tanya Mamanya yang menyadari putranya tidak bisa diam.

    “Nggak apa-apa, Ma!” Arjuna memaksakan senyumnya. Ia mengusap keringat yang turun di keningnya.

    “Perasaan AC mobilnya nggak mati. Kok kamu sampai keringetan gitu, Jun?” tanya Papanya yang menatap Arjuna dari spion mobil.

    “Nggak tau, Pa. Mungkin gara-gara jasnya, aku jadi agak gerah!” kilahnya.

    “Emm, atau jangan-jangan kamu gugup ya mau ketemu calon tunangan kamu? Iya kan?” goda Mamanya.

    “Ih, Mama nih apaan sih?” Arjuna membuang muka membuat Mamanya tersenyum.

    Sesampainya di tempat tujuan, Arjuna menarik napas panjang sebelum turun dari mobil. Ia benar-benar belum siap ketika hari ini datang. Ia merapikan pakaiannya dan rambutnya. Ia segera turun dan berjalan di belakang kedua orang tuanya.

    Papanya segera memencet bel yang ada di depannya. Rumah dengan nuansa warna pastel yang begitu menenangkan itu berdiri dengan megah. Tak lama kemudian, pintu terbuka.

    “Oh, hai Wirawan!” sapa seorang lelaki yang memakai pakaian formal. Ia segera menjabat tangan Wirawan. “Ayo masuk dulu!” ajaknya.

    Menyadari putranya yang sedang gugup, Andini menggandengnya. “Udah, tenang aja! Masa’ Arjuna yang udah menaklukkan puluhan perempuan sekarang gugup gitu sih? Ayo dong, Sayang. Mana Juna yang biasanya cuek?” bisik Mamanya.

    Bisikan Mamanya membuat Arjuna kembali menghela napas panjang. Aku harus tenang. Batinnya menenangkan dirinya sendiri.

    “Silakan duduk dulu.” seru seseorang yang menurut Arjuna bernama Lesmana itu.

    Tak lama kemudian, seorang perempuan dengan gaun berwarna hijau pupus datang.

    “Hai, Andini. Apa kabar?” mereka berdua segera melakukan ritual ala perempuan, cipika cipiki.

    “Baik. Santi sendiri gimana kabarnya? Udah lama banget ya kita nggak ketemu.” Seru Mama Arjuna dengan riang.

    “Baik juga. Iya nih, kita udah lama nggak ketemu. Tapi setelah ini dijamin kita pasti jadi sering ketemu. Ya, kan?” bisik Santi membuat Andini tertawa.

    “Oh iya, mana putri kesayanganmu, Le?” tanya Wirawan membuat Arjuna menelan ludah. ‘Le’ adalah panggilan akrab Wirawan pada Lesmana.

    “Tunggu dulu lah. Sebentar lagi juga turun.”

    Arjuna segera menyiapkan dirinya untuk menyambut perempuan yang akan dikenalkan padanya. Ia berkali-kali mengatur napasnya yang mulai memburu.

***

    Suara riuh di ruang tamu sampai terdengar dari kamar Reni. Reni yang gugup bukan main hanya mondar-mandir. Ryo yang melihatnya gemas hingga akhirnya menarik Reni untuk duduk tenang bersamanya.

    “Tenang aja, kenapa sih? Kan cuma dipertemukan doang, belum diapa-apain.” seru Ryo sebal.

    “Iya sih. Tapi nggak tau kenapa gue gugup banget, Kak! Mana gaun ini nyusahin pula!” Reni menatap tubuhnya yang dibalut gaun berwarna merah maroon tanpa lengan yang ia kenakan.

    Ryo tertawa. “Bukannya nyusahin, tapi emang elo nggak terbiasa aja pake gaun. Padahal elo cantik lho kalo pake gaun.” Puji Ryo sembari menatap adiknya kagum.

    “Ih, Kak Ryo nih bikin gue makin gugup aja!” Reni menyembunyikan wajahnya yang sudah dipoles make up.

    “Hehehe. Ya udah yuk turun! Kasian tamunya udah nungguin!” Ryo bangkit.

    Reni masih terdiam.

    “Ah elah, ayok!” Ryo menarik Reni.

    Ryo menggandeng lengan Reni. Ia tidak yakin melepaskan adiknya ini berjalan sendiri. Bisa-bisa ketika sampai di bawah adiknya pingsan!

    Reni mengatur napasnya dan juga detak jantungnya yang mulai tak karuan. Haduh, kok jadi segugup ini sih? Rutuknya dalam hati.

    Keduanya melangkah dengan pasti. Saat sampai di anak tangga paling bawah, Papanya berseru. “Nah, itu dia. Putri kesayanganku!”

***

    “Nah, itu dia. Putri kesayanganku!” seruan Lesmana membuat jantung Arjuna sempat berhenti berdetak. Dengan keberanian ekstra, ia mengangkat wajahnya untuk melihat seperti apa perempuan yang akan disandingkan dengannya.

    Ia melihat temannya, Ryo, yang sedang menggandeng perempuan yang masih menunduk. Nampaknya ia juga sama gugupnya dengan Arjuna.

    “Juna, kamu duduk di situ dong!” bisik Mamanya seraya menunjuk kursi yang masih kosong. Arjuna hanya mengikutinya.

    “Dek, duduk di sini!” bisik Ryo mengarahkan adiknya untuk duduk di samping Arjuna.

    Keduanya masih menunduk dalam. Keduanya sibuk dengan pikiran masing-masing. Arjuna melirik sekilas ke arah perempuan di sebelahnya. Perempuan itu meremas-remas kedua tangannya.

    “Lho, kok malah nunduk gitu kayak lagi disidang aja?” seru Wirawan memecah keheningan.

    “Ayo dong kenalan!” tambah Santi.

    Dengan satu helaan napas, keduanya mendongak kemudian menoleh ke samping.

    “KAMU!?”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status