Share

KETEGANGAN HATI

BAB 4 KETEGANGAN HATI

Cuaca siang ini cukup terik. Dzaki sedikit gerah dan sesekali mengipasi tubuhnya dengan koran yang dia beli di pinggir jalan. Sudah hampir satu jam dia memesan taksi online belum juga dapat. Pikirannya sedang rancau saat ini. Dua hari ini dia harus menghadapi gadis bar-bar yang membuat dirinya pusing.

Abah tidak henti-hentinya menelefon. Orang tua mana yang bingung dua hari belum sampai ke rumah. Dzaki mengabaikan panggilan dari Abah dan melihat sekeliling mungkin ada ojek motor yang melintas. Namun tetap saja tidak ada.

“Ini semua gara-gara Aluna. Niat menolong tapi aku sendiri yang kena imbasnya. Mana tidak ada taksi yang melintas. Aku harap tidak akan pernah berhubungan lagi dengannya.” Ucap Dzaki bicara sendiri sambil mengelap wajah mulusnya karena keringat. Pantas saja saat melihat layar ponsel cuaca terik. Suhu hampir tiga puluh delapan celcius.

Suara bising motor menggema dan asap knalpot yang menghiasi suasana siang hari yang terik. Alamat Dzaki akan pulang telat lagi, dia mencoba menghela nafas panjang dan merilekskan tubuhnya, kali ini Dzaki benar-benar lelah. Sebuah mobil sedan silver datang menghampirinya. Perasaan dia belum pesan taksi online. Kaca jendela di buka.

“Hai, Gus Dzaki.” Sapa seorang gadis. Dzaki melihat secara seksama gadis berkerudung cream dengan senyumannya yang manis.

Iya dia adalah Ning Salwa. Anak dari Kyai Furqon teman abahnya. Meskipun dia anak Kyai tapi dia tidak seperti gadis lainnya. Salwa gadis yang tomboi. Pernah Dzaki memergoki saat masih sekolah aliyah, gadis itu sedang merokok di kantin sekolah saat jam pulang.

Dzaki membalas dengan senyuman.

“Gus Dzaki, kau tahu jika kemarin kami menunggu kepulanganmu dan tidak tahunya kamu sedang duduk di sini seperti lelaki tidak berguna saja.” Sindirnya dengan halus. Salwa kesal karena dia sangat menunggu kedatangan Gus Dzaki setelah lima tahun tidak pernah bertemu.

Gus Dzaki sibuk dengan kuliahnya di Al Azhar Kairo. Dan sekarang akhirnya dia bisa wisuda dengan lulusan terbaik. Salwa tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan untuk bertemu dengannya sekaligus Dzaki adalah sosok lelaki yang dia idamkan. Perempuan mana yang tidak terlena dengan sosok lelaki yang sempurna tapi yang Salwa tidak sukai Dzaki memiliki sikap yang cuek dan dingin.

“Aku sibuk.” Jawabnya dengan singkat dan datar.

“Baiklah. Aku antar kamu pulang iya? Kasihan Abah sama Umi menunggumu.” Salwa menawarkan diri dan masih stay di tempat kemudinya.

“Tidak usah aku menunggu taksi saja. Terima kasih atas tumpangannya.” Dzaki menolak dengan halus dan mencoba melihat ponselnya. Nihil. Dzaki susah mendapatkan taksi online.

Salwa melihat dari kejauhan hanya bisa mendengus kesal dan terkadang dia gemas dengan sikap Dzaki.

“Ayolah, Gus Dzaki! Tidak baik menolak tawaran dari saya.” Salwa sedikit mengotot.

“Tidak baik jika kamu yang menjadi sopirnya.” Lagi-lagi Dzaki berkata apa adanya tanpa basa-basi.

“Gus Dzaki yang terhormat. Aku bisa pindah posisi dari sopir menjadi penumpang. Begitu saja repot. Cepat masuk! Atau kedua tanganku ini akan bergerak cepat.” Salwa tidak ingin kalah. Ini dia lakukan agar Dzaki mau ikut dengannya.

Melihat Ning Salwa berharap. Dzaki jadi tidak enak hati. Perlahan dia mendekati mobil dan membuka bagasi dan menaruh kopernya. Di lain sisi. Salwa sangat senang Dzaki mau pulang bersamanya. Kapan lagi bisa berduaan dengan lelaki yang di cintainya. Iya bisa lihat dia hanya lewat sosial media karena Abah sangat protektif jika Salwa harus bersama dengan lelaki lain yang bukan muhrim. Namun, kali ini keadaan yang berbeda.

Hening...

Dzaki masih fokus mengendarai mobil Salwa sedangkan dirinya yang berada di samping Dzaki hanya bisa tersenyum dalam hati. Hatinya rasanya berbunga-bunga dekat dengan Gus Dzaki.

“Bagaimana kabarmu saat ini, Gus Dzaki?” Tanya Salwa memulai pembicaraan.

“Baik.” Jawabnya datar sambil fokus ke depan.

“Jawabnya singkat padat dan jelas banget, heran sama kamu, dari kita mulai Aliyah kamu itu dingin sekali seperti kulkas dua pintu saja.” Salwa meluapkan kekesalannya.

Dzaki tidak menggubris malahan dia tiba-tiba menghentikan mobilnya secara mendadak. Salwa hampir terpental, dia melihat ke arah depan. Kosong tidak ada yang berhenti di depannya.

“Kamu kenapa sih, Gus Dzaki? Aku minta maaf jika perkataanku menyinggungmu tapi jangan rem mendadak. Bahaya tahu!” Salwa mengelus kepalanya dan sedikit merintih kesakitan akibat terkena dasbor mobil. Lagi-lagi Dzaki hanya bergeming dan keluar dari mobil. Tingkahnya begitu aneh.

Dua bola mata Salwa terus memandangi ke arah Dzaki melangkah. Sampai tiba saatnya dia menemui dua lelaki berbadan kekar, berbaju hitam dan beberapa tato hinggap di tubuhnya. Salwa bingung sejak kapan Dzaki berhubungan dengan lelaki layaknya penjahat. Salwa penasaran dan perlahan membuka pintu mobil. Namun, dia mengurungkan niatnya. Dzaki pasti marah karena rasa keingintahuan darinya.

“Permisi.” Sapa Dzaki menghampiri dua lelaki yang dia lihat terakhir di video receptionis hotel, dimana Aluna digeret secara paksa. Mereka berada di depan supermarket. Dzaki yakin mereka yang ada video tersebut.

“Iya. Ada apa?” Katanya dengan nada yang menantang sambil melihat penampilan Dzaki dari atas sampai bawah. Dzaki berusaha tenang agar dia tahu informasi tentang Aluna. Entah kenapa kali ini dia tertarik mengorek tentang jati diri Aluna.

Dzaki merogoh saku jaketnya.

“Anda tahu Aluna? Dolby.” Dzaki menyerahkan kartu nama yang di tinggalkan Aluna saat di hotel.

“Kamu siapanya?” Tanya Lelaki gondrong dengan nada yang ketus. Seolah tidak menyukai pertanyaan yang di lontarkan oleh Dzaki.

“Saya ada urusan dengannya. Kebetulan kemarin dia memberikan kartu nama untuk saya.” Dzaki menjawab dengan hati-hati takut lelaki tersebut tersinggung dan Dzaki tidak bisa mengorek tentang Aluna.

Mereka hanya adu pandang. Seakan meremehkan Dzaki.

“Dia ada di markas dan siap-siap nanti malam dia di eksekusi.”

“Eksekusi? Maksud kalian apa?” Tanya Dzaki semakin penasaran.

Dua lelaki itu hanya tersenyum dan pergi meninggalkan Dzaki yang bingung. Dzaki mengejar mereka yang akan masuk ke dalam mobil.

“Hei! Aku belum selesai bicara!” Teriak Dzaki. Teriakan Dzaki tak mereka gubris. Mobil jeep hitam langsung tancap gas. Perkataan mereka jika Aluna akan di eksekusi membuatnya di landa ketegangan hati. Dzaki tahu tak akan lagi berhubungan dengan Aluna namun, tidak dipungkiri dia masih punya hati sebagai sesama manusia.

Salwa datang menghampiri Dzaki yang kedua matanya masih tertuju kepada mobil Jeep hitam yang sudah mulai menjauh dan hilang dari pandangan.

“Gus Dzaki apa kamu sedang baik-baik saja?” Salwa mulai mencemaskan lelaki yang dia cintai.

“Aku tidak apa-apa Ning Salwa.” Jawabnya datar dan berjalan kearah bagasi. Dzaki mengambil kopernya. “Aku sampai di sini saja kamu antar. Terima kasih banyak atas tumpangannya. Aku pergi dulu. Assalamualaikum.” Ucap Dzaki dengan tergesa-gesa.

Taksi berwarna biru melintas. Segera Dzaki masuk dan meninggalkan Salwa yang masih berdiri mematung di depan supermarket. Salwa duduk dan mencoba menenangkan pikirannya. Dzaki meninggalkan dia kali ini membuatnya sakit hati. Salwa hanya ingin di hargai oleh Dzaki.

“Kali ini aku tidak ingin kehilangan kamu lagi, Gus Dzaki. Aku akan menyuruh orang tuaku segera menjodohkan kita. Meskipun pihak perempuan yang duluan. Aku tidak peduli karena aku sangat mencintaimu.” Salwa berbicara sendiri dengan suara yang serak. Rasanya bagai dihujam jantung jika Dzaki menjauhinya lagi. Toh, dia belum mempunyai gadis yang sedang membuatnya di landa jatuh cinta yang hebat.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status