Share

KEPERGIAN DAN PETAKA MISS GAUN MERAH

Seorang petugas dengan berpakaian seragam berwarna coklat masih sibuk membersihkan kamar. Dzaki keluar dari kamar untuk check out. Dahinya mengerut karena pegawai tersebut sudah membersihkan kamar Aluna. Kedua mata melirik ke arah kamar yang ada di sebelah samping dan terlihat tidak ada penghuni sama sekali.

“Maaf Mas. Penghuni yang ada di kamar ini sudah pergi?” Tanyanya dengan rasa penasaran sambil menunjuk ke arah kamar. Pegawai pria yang sedang sibuk membuang sampah menghentikan aktivitasnya. Melihat Dzaki berdiri di depan pintu kamarnya sambil memegang koper hitamnya.

“Sudah pergi mas dari subuh tadi.” Jawabnya dengan senyum lalu kembali dengan aktivitasnya lagi.

“Terima kasih, mas.” Dzaki mengangguk dan mulai beranjak pergi. Rasa lega dan senang menyelimuti hatinya. Aluna sudah pergi berarti dia tidak ada lagi hutang untuk membantunya. Namun, terbesit tanda tanya tumben sekali pagi-pagi sudah pergi dan tanpa pamit kepadanya. Ah, masa bodoh itu bukan urusan dia. Sekarang yang terpenting Dzaki harus pulang dulu ke rumah menemui kedua orang tuanya.

Dzaki memang tidak pagi-pagi pulang karena dia harus menunggu laundry bekas muntahan alkohol dari Aluna. Baru kali ini dia bertemu dengan gadis bar-bar. Iya, Dzaki sering kali bertemu dengan gadis yang alim, berjilbab dan santun. Sesekali mengelus dadanya jangan sampai dia bertemu lagi dengan Aluna.

“Mas, tunggu!” Panggil pegawai tersebut.

Dzaki menghentikan langkahnya dan membalikkan badan. Pegawai tersebut menghampirinya.

“Ada kartu nama darinya yang ketinggalan.” Pegawai tersebut memberikan secarik kartu nama berwarna merah. Dzaki menerimanya.

Miss gaun merah Aluna. Dolby.

Dzaki lagi-lagi heran dengan kartu nama yang singkat tapi membuat dia penasaran. Dzaki berfikiran jika Aluna kerja di sebuah butik. Mungkin dia minum alkohol akibat keseharian dia.

“Argh! Gadis itu membuat hari pertama aku di Indonesia menjadi buruk. Aku harap tidak pernah bertemu dengannya lagi.” Dzaki menghela nafas panjang dan memasukkan kartu nama di saku tas depan. Langkahnya dengan gontai akibat dia mulai lelah dan kurang istirahat berjalan ke arah resepsionis.

Aluna. Terkadang nama itu masih terngiang-ngiang di kepalanya. Padahal Dzaki sudah enggan untuk memikirkan gadis bar-bar tersebut. Dzaki sedikit menggerutu dalam hati. Jaket pemberian seseorang masih di bawa olehnya dan entah ke mana?

“Selamat pagi, saya atas nama Dzaki ingin chekout.”

“Baik. Mohon di tunggu sebentar.” Jawabnya dengan nada yang lembut.

Dzaki masih menunggu prosesnya. Sambil menunggu dia melihat ponsel. Ada panggilan sepuluh kali dari Abah. Dzaki memang tidak menyalahkan nada dering agar dia masih fokus mengurus Aluna ternyata dia sudah pergi duluan. Melihat kenyataan seperti ini Dzaki bisa pulang lebih pagi tadi. Menyesal dia menunggu Aluna. Gadis itu kadang masih terngiang di kepalanya. Dalam sejarah hidupnya baru kali ini dia bertemu gadis bar-bar

Lima belas menit akhirnya Dzaki bisa pergi dari hotel yang penuh dengan kenangan pahit. Kedua kakinya melangkah pergi namun panggilan dari receptionis menghentikan langkahnya.

“Ada apa, Kak? Mungkin ada yang belum selesai dari saya?” Tanya Dzaki bingung.

Lelaki itu tampaknya dengan wajah serius ingin mengatakan sesuatu kepadanya.

“Mas, saya prihatin sama gadis yang mas bawa tadi malam.” Ucapnya dengan mimik prihatin. Melihatnya Dzaki langsung mengangkat kedua halisnya.

“Maksudnya?”

Lelaki itu langsung mengambil ponselnya. Cukup lama juga dia ingin memperlihatkan sesuatu kepada Dzaki. Dzaki melihat jam tangannya, dia harus bergegas pulang.

“Maaf saya harus pulang.”

“Tunggu!” Cegahnya. “Coba lihat video ini!”

Dzaki segera memutar tubuhnya kembali berhadapan dengan lelaki yang membuatnya bingung sekaligus penasaran. Sebuah video yang memperlihatkan Aluna sedang di geret dua lelaki bertubuh besar. Aluna berteriak tapi lelaki itu tidak mempedulikannya.

“Bukan urusan saya, Mas. Saya tidak ada hubungannya dengan gadis ini. Gadis ini hanyalah korban dari lelaki jahat tadi malam. Maaf saya tidak punya waktu yang tidak penting soal ini. Saya permisi.” Katanya dengan nada tegas. Mulai sekarang apa pun yang berhubungan dengan Aluna dia tidak ingin berurusan lagi.

“Yakin Mas tidak khawatir dengannya?” Tanyanya meyakinkan lagi kepada Dzaki.

“Bukan urusan saya. Urusan saya dengan gadis itu sudah selesai.” Dzaki menghela nafas panjang dan pergi.

Lelaki yang berprofesi sebagai resepsionis hanya bisa menggelengkan kepalanya. Tidak mungkin dia tidak mempedulikan gadis tersebut. Secara tadi malam Dzaki sangat menghawatirkan gadis tersebut.

***

Brak!!!

Aluna didorong lelaki berotot besar ke sebuah kamar kecil dan sedikit pengap. Kamar tersebut tidak lama di huni. Baunya membuat nafas pengap karena banyak perabotan yang berdebu.

Tubuh Aluna terasa remuk akibat ulah bodyguard dari Mama Chan. Wanita dengan dress warna merah menyala masuk diantara dua bodyguard. Tatapannya sekarang penuh dengan kebencian dan kemarahan.

“Dasar bodoh!” Seketika Mama Chan menjambak rambut Aluna. Kali ini Aluna tidak bisa berkutik sama sekali. “Kau adalah primadona di sini tapi otakmu sangat bodoh!” Semakin lama Mama Chan menjambak rambut Aluna dengan kasar membuat Aluna kesakitan.

“Lepaskan aku Mama Chan.” Rintih Aluna. Semakin Aluna merintih semakin Mama Chan menjambak dengan kuat. Di lihat dari apa yang di lakukan Mama Chan, Aluna berada di ambang kematian. Bisa saja Mama Chan akan membunuhnya secara tiba-tiba.

Pernah satu muridnya melanggar perintah Mama Chan dan akhirnya perlahan dia mati mengenaskan karena teror dari Mama Chan. Gadis itu frustasi dan langsung bunuh diri di kontrakannya.

“Aluna, kenapa kamu kabur dari Tuan Bara?”

“Aku....”

“KENAPA?” Tanyanya dengan lantang dan penuh kemarahan. “Jangan banyak alasan. Alasanmu sudah tidak masuk akal. Kau ke hotel dengan pria lain bukan?” Kali ini Aluna di tampar oleh Mama Chan. Rasanya perih di tubuh dan batin. Aluna makin lama tidak kuat dengan pekerjaannya saat ini.

“Saya ke hotel ingin menenangkan fikiran.” Aluna berbohong.

Suara tertawa Mama Chan menggema di seluruh sudut kamar. Seolah tawa tersebut adalah sindiran baginya.

“Lalu ini jaket lelaki milik siapa bodoh?” Mama Chan marah dan mencekik kerah jaket milik Dzaki. Membuat dia tidak bisa bernafas. Mama Chan benar-benar akan membunuh Aluna secara perlahan. “Oke Aluna. Aku tidak ingin membuat wajah dan tubuhmu cacat karena malam ini kamu mau tidak mau harus melayani Tuan Bara. Jika kamu menolak kamu tidak akan aku buat hidup. Satu jalan kalau ada orang yang bisa membelimu seratus juta aku akan meloloskanmu. Percuma aku mempertahankanmu. Dan ingat jika kamu lolos dari Tuan Bara maka aku akan membuat hidupmu hancur.” Ancam Mama Chan dengan kedua matanya yang melotot dan perlahan dia meninggalkan kamar.

Pintu di banting dengan sangat keras. Suara pintu terkunci terdengar jelas. Aluna meluapkan tangisannya dengan memeluk kedua lututnya. Hidupnya hancur. Mahkota yang dia lindungi akan dia serahkan kepada Tuan Bara. Sekarang mencoba kabur tidak akan bisa. Mama Chan dan bodyguard akan memperketat setiap langkahnya. Prinsip Aluna satu mahkota yang dia punya hanya sepenuhnya ia serahkan ke suaminya. Namun, takdir berkata lain.

“Ibu, aku ingin pulang. Aku lelah.” Aluna terus menangis. Aluna mengambil ponsel dari saku jaket milik Dzaki. Sial baterai habis. Aluna kesal dan melemparkan ponsel sembarangan. Melihat dirinya Aluna merasa jijik.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status