Share

Bab 7

Gelang Emas Untuk Emak part 7

"Selamat pagi sayang ... yuk bangun, mandi dulu trus sholat subuh bareng," ucap seorang wanita di sebelah Farhan. Mengelus pipi Farhan lembut penuh kasih sayang.

Perlahan matanya terbuka, bibirnya tersenyum melihat seseorang di sebelahnya. Dipandanginya dengan tatapan penuh cinta wajah wanita itu. Setelah puas membingkai wajah itu, ia bergegas bangun, duduk sejajar dengannya. Kemudian ia usap lembut jemari lentik itu sebelum ia berlalu menuju kamar  mandi. Sang wanita tetap duduk di sisi ranjang, menunggu Farhan selesai melakukan aktifitasnya.

Pintu kamar mandi hampir terbuka kala sang wanita selesai mengenakan mukenanya. Tersenyum menyambut Farhan dengan kopyah dan sarung ditangannya. Diulurkannya sarung tersebut tanpa menyentuh tangan Farhan, sudah memiliki wudhu. Sambil berdiri dipandanginya wajah Farhan, ia tersenyum bahagia.

Farhan berdiri di depan, diikuti dengan sang wanita disisi kanannya, sedikit agak kebelakang, tidak sejajar. Memimpin shalat dengan khusyu', dengan suara merdu ia lafadzkan kalam Allah. Sang wanita terhanyut dalam irama surah yang dibacakan Farhan. Menikmati setiap gerakan shalat.

Setelah salam diraihnya tangan Farhan, diciumnya takdzim tangan kekar itu. Dilanjutkan dengan tadarus bersama. Saling membenarkan bila ada bacaan yang salah.

Sang mentari hampir menampakkan sinarnya kala mereka berdua menyelesaikan bacaannya. Meninggalkan Farhan dalam kamar, si wanita tersebut berlalu menuju dapur, menyiapkan sarapan. Tak mau jauh, Farhan pun bergegas mengikutinya. Membantu apa yang bisa ia kerjakan. Berdua. Ah indahnya.

***

Suara tepukan lembut tak kunjung menyadarkan Farhan dari mimpi indahnya. Dipeluknya guling kapuk erat sambil senyum dengan mata terpejam. Mimpi.

Dielusnya pipi Farhan, namun tak jua membuat puteranya membuka mata. Emak geleng - geleng kepala. Mimpi apa anak ini. Dibiarkannya Farhan menikmati mimpi indahnya sejenak, toh juga baru adzan subuh, masih ada waktu pikirnya.

Bergegas ia mengambil wudhu, lalu pergi ke mushalla. Rutinitas yang tak pernah ia tinggalkan. Jamaah subuh. Membuat hatinya tenang. Ada rindu kala ia melewatkannya. Sekuat tenaga ia jaga tidurnya agar terjaga disepertiga malam. Menikmati indahnya bermunajat kala para makhluk terlelap. Berdialog dalam sujud diatas bumi, namun didengar oleh penduduk langit. Beberapa rakaat tahajud ia selesaikan, ditutup dengan witir. Sambil menunggu adzan subuh ia sempatkan membuka kitab suci. Meskipun hidup dalam kemiskinan, hatinya tenang kala dekat dengan Tuhannya.

Berjalan terburu - buru dari mushalla menuju kamar puteranya. Ia lupa jika puteranya masih terlelap. Segera ia bangunkan dengan lembut sampai mata itu terbuka. Ditunggunya sampai kesadaran penuh menghampiri Farhan. Sambil tersenyum ia duduk di sisi ranjang puteranya.

"Susah amat dibangunkannya Le? Mimpi apa sih?" 

Dipandanginya Farhan yang terlihat bingung. Terdiam sejenak mengumpulkan puzle ingatannya. 

Senyum merekah kala ingatannya sempurna. Mimpi shalat berjamaah dengan wanita bergelar istri. Ya, Farhan mimpi. Namun ia malu untuk menceritakannya kepada sang Emak.

"Mimpi dapat rejeki Mak," jawab Farhan sambil berlalu keluar kamar. Menuju kamar mandi, membersihkan diri lalu menunaikan kewajibannya. Tak lupa ia berdoa, memohon jodoh terbaik diwaktu yang tepat. Seperti dalam mimpinya.

***

Pagi yang indah dengan semangat menggebu - gebu. Mimpinya membuatnya semangat menjalani rutinitasnya. Sepiring nasi goreng dengan lauk telur mata sapi, juga segelas teh hangat telah siap di meja. Menunggu sang empunya datang menghampiri. Kepulan asap wangi nasi goreng menguar diindera penciumannya. Membuatnya bergegas menghampiri sepiring nasi goreng tersebut. Memakannya dengan lahap. Lapar.

Emak masuk ke dalam rumah kala Farhan mencuci piring bekas makannya. Diraihnya kursi sebelah Farhan duduk tadi. Kebiasaannya yang lain adalah duduk berdua sebelum Farhan berangkat ke pasar. Menemani Farhan menghabiskan sarapannya dan segelas tehnya sambil berbincang.

"Le kemarin ada mbak - mbak cantik datang kesini," ucap Emak.

"Siapa Mak? Calon mantu?" kelakar Farhan. Teringat wanita dalam mimpinya tadi. Sayang tak jelas bagaimana rupawannya gadis dalam mimpi itu.

"Eh kok bahas calon mantu segala, emang sudah kepengen nikah?" goda Emak. Disambut tawa oleh Farhan. Belum waktunya.

"Siapa yang mau Mak, wong Farhan cuma kuli. Kerjaannya angkat - angkat barang, di pasar pula," jawab Farhan merendah.

"Ya ga boleh pesimis gitu. Kalo jodoh ya bisa apa? Yang penting itu perbaiki diri, karena jodoh itu cerminan dirimu,"

"Wes to Mak kok jadi bahas jodoh, emang siapa yang kesini?" sela Farhan.

" Ada anaknya temen Bapakmu. Dulu pernah pinjam uang, belum dikembalikan. Baru kemarin itu dikembalikan sama anaknya" 

Emak berdiri dari kursinya, menuju lemari tempat ia menyimpan uang dalam amplop itu. Diletakkannya uang itu di meja dihadapan Farhan.

"Lah kok dikasih ke Farhan Mak?"

"Uang itu hak kamu. Dulu Emak sisihkan uang belanja untuk masa depan kamu. Tapi sama Bapakmu dipinjamkan ke temennya. Sekarang ini kamu simpan. Mau diapakan terserah kamu,"

"Kalau memang ini hak Farhan, baiklah Farhan terima. Tapi Farhan titipkan ke Emak. Kalau Emak butuh sewaktu - waktu boleh dipakai. Farhan belum butuh uang itu Mak," tolak Farhan.

"Baiklah Emak simpan ya? Kalau kamu sudah siap mau buka usaha, uang ini boleh dipakai," terang Emak. 

Farhan berangkat kerja dengan hati berbunga - bunga. Mimpi  mempunyai istri, ditambah lagi pagi - pagi Emak sudah memberinya rejeki. Seandainya mimpi itu menjadi kenyataan, betapa bahagianya hidup Farhan. Sabar Farhan. Belum waktunya. Batin Farhan berbisik.

***

Emak melanjutkan pekerjaan rumahnya setelah Farhan berangkat. Berjalan keluar setelah mendengar ada kang sayur lewat sambil menggenggam selembar uang berwarna merah. Ongkos dari Bu RT setelah membantunya hajatan kemarin. 

Emak memilih beberapa sayur segar dan lauk. Hanya membeli secukupnya karena tidak ada lemari pendingin dalam rumahnya. Tidak mau tergabung dalam obrolan ibu - ibu kampung yang biasanya menjurus pada ghibah, Emak kembali kedalam rumah setelah menerima kembalian.

Sayur yang ia beli segera dimasak, tumis kangkung dengan lauk dadar jagung manis. Ditambah dengan sambel terasi sebagai pelengkap. Dengan lihai tangan Emak memipil jagung, dan memotong sayur. Sedari kecil ia sudah terbiasa membantu orang tuanya mengerjakan pekerjaan rumah, membuatnya terbiasa.

Ada suara ketukan tatkala Emak sedang menggoreng dadar jagungnya, bergegas membukakan pintu melihat siapa gerangan yang datang bertamu. Rupanya tetangga dekat rumah, berjarak lima rumah dari rumahnya.

"Eh ada Bu Leha, silahkan masuk Bu," perintah Emak seraya membukakan pintu, memberinya jalan untuk masuk ke ruang tamu kecil miliknya.

Memintanya menunggu sebentar untuk mematikan kompor. Meniriskan dadar yang sudah matang.

"Tumben, ada yang bisa dibantu?" tanya Emak. Tidak biasanya Bu Leha main ke rumahnya tanpa ada keperluan mendesak.

"Anu...saya..maaf, saya mau merepoti Emak sedikit," jawabnya gugup. Seperti menahan malu.

"Merepoti apa? Kalau bisa insya Allah saya bantu Bu,"

"Tadi kan waktu belanja di Kang Norman -kang sayur- Emak bawa uang seratus ribu, masih ada sisa lima puluh ribunya, boleh tak pinjem dulu Mak? Aku butuh buat bayar cicilan di Mas Joko,"

"Besok suamiku gajian Mak, tak kembalikan besok," selanya lagi.

"Walah, ini aku juga masih ada kebutuhan lain, kalau ini kamu bawa semua besok aku ga bisa belanja," tolak Emak.

"Sudah gini aja, ini tak kasih aja, jangan hutang," ucap Emak sambil merogoh kantongnya, mengambil selembar dua puluh ribuan. Lantas diberikannya kepada Bu Leha.

"Waahhh... Terima kasih lo Mak, tak bawa ya uangnya," jawab Bu Leha semangat. Sepertinya rasa malunya sudah hilang. Emak hanya bisa membatin.

Ketika gaya hidup lebih diutamakan dari pada kebutuhan, apapun bisa ia lakukan. Termasuk masuk dalam jurang riba dengan segala bunganya. Pantang bagi Emak mendekati riba. Apalagi hanya untuk memuaskan nafsu duniawi. Gaya hidup.

Bersambung🌷🌷🌷

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status