Share

KEBINGUNGAN

Dering ponsel berbunyi dari dalam tas bermerek milik Larissa. Wanita itu dengan tenang mengangkat panggilan suaminya sambil seulas senyum palsu muncul di bibirnya.

Larissa sedang bersama putranya di dalam mobil dalam perjalanan pulang ke rumah mereka.

"Ada apa Adrian?"

"Apa kau sudah menjemput Robin?" tanya Adrian.

"Ya, sekarang aku menuju pulang ke rumah bersama Robin, kau di mana?"

Dari suara seberang pun kembali menyahut, "Aku masih banyak pekerjaan di kantor, dan sepertinya-"

"Tidak apa-apa jika kau masih sibuk. Aku akan urus Robin hari ini. Aku juga akan menyiapkan makan malam bersama di rumah ayah. Rasanya sudah lama kita tidak berkunjung ke rumahnya. Bagaimana menurutmu?"

Setelah menerima sebuah pesan suara dari tiga hari yang lalu. Kini, Larissa semakin yakin bahwa Adrian telah bermain di belakangnya. Rasanya Larissa sudah tidak tahan untuk segera buru-buru menyelidiki Adrian dan selingkuhannya.

"Malam ini?" ulang Adrian.

"Ya, malam ini. Apa kau bisa?" ulang Larissa.

Hembusan napas berat terdengar dari seberang sana. Larissa menarik satu sudut bibirnya sebab dia tahu apa yang akan Adrian katakan selanjutnya.

"Maaf, Sayang, sepertinya malam ini aku harus menghadiri pertemuan dengan Alexander. Mungkin besok malam jika kau bersedia membatalkannya," sahut Adrian di sana.

'Sempurna!' Senyuman Larissa terlihat jelas bahwa apa yang dia pikirkan telah benar. Penolakan dari Adrian adalah harapannya untuk melakukan langkah selanjutnya.

"Sepertinya aku tidak bisa membatalkannya, Adrian. Lagi pula ayah tidak mungkin keberatan jika kau tidak ada, dia pasti mengerti bahwa kau sangat sibuk. Aku sudah membuat janji dengannya dan ayah juga ingin bertemu aku serta Robin, kami akan pergi malam ini. Tidak apa-apa?"

"Tidak apa-apa, sampaikan saja salamku padanya."

"Tentu!"

Sambungan telepon pun berakhir. Mobil melaju cepat agar segera cepat sampai di rumah kediamannya. Tidak membutuhkan waktu yang lama, mereka sampai dan memasuki rumah.

Beberapa pelayan laki-laki telah merapikan kamar milik Robin. Sehingga anak laki-laki itu langsung menuju kamarnya bersama sang ibu. Dia diminta mengistirahatkan diri agar benar-benar pulih dan bisa ikut acara makan malam bersama sang kakek.

"Kamarku terasa berbeda," ucap Robin dan mengambil tempat di sisi kasur.

"Tentu, semuanya telah diganti agar dirimu tidak merasa bosan setelah datang dari rumah sakit," ungkap Larissa dan duduk di dekat putranya.

"Terima kasih, Mom!"

"Sama-sama, Sayang."

Saat merebahkan diri di kasur, tiba-tiba saja anak itu meminta sesuatu. "Mom, aku ingin membeli mainan yang sama seperti yang diberikan dari teman ayah," pintanya.

"Mainan? Siapa yang memberi mainan padamu dan mengapa Mommy tidak pernah melihatnya?"

Robin terdiam, dan sontak membuat Larissa penasaran.

"Siapa yang memberimu mainan katakan, Robin?" tanya Larissa lagi.

Robin menatap sang ibu beberapa detik dan lalu menjawab, "Teman ayah," ucap anak itu pelan, terdengar ketakutan.

"Seorang wanita dari pengasuh Alicia, Mom ...," sambungnya lagi.

Pikiran Larissa langsung tertuju pada Silvia. Dia tidak pernah tahu kalau putranya telah menerima barang dari orang lain.

"Mengapa kau terima barang dari orang lain? Bukankah Mommy sudah katakan kalau kau tidak perlu menerima barang dari orang lain. Jika ingin sesuatu, katakan pada Suster agar dia memberitahu kepada Mommy."

Perasaan kesal muncul ketika Robin tidak mematuhinya kali ini.

"Aku menolaknya, Mom. Hanya saja dia bilang bahwa dia temannya ayah, maka dari itu aku terima saja. Sayangnya mainannya direbut temanku di sekolah," jelas Robin yang menceritakan beberapa hari yang lalu.

"Baguslah, biarkan sampah itu direbut temanmu. Nanti akan Mommy belikan yang lebih bagus dari sebelumnya." Larissa memeluk putranya agar Robin tidak perlu khawatir tentang mainan itu.

"Oiya, aku ingin bertanya tentang kecelakaan itu. Apa di hari dirimu kecelakaan ada seseorang yang mencurigakan di sekitarmu?" tanyanya.

Robin menggeleng. "Tidak ada, aku mengalami kecelakaan bersama sopir dan kurasa dia mengantuk setelah meminum sesuatu saat menungguku di dekat taman," ujarnya.

Taman!

Larissa kembali bergelut dengan pikirannya sendiri. Jika foto yang dikirim seseorang kepadanya tempo hari memperlihatkan Silvia berada di taman, hal itu membuat Larissa memutar baik keadaan dengan apa yang baru saja putranya katakan.

Larissa terdiam dan membatin, "Mungkinkah dia yang memberikan minum itu kepada sopir pribadi Robin dan mencoba mencelakai putraku lewat sopir itu?"

•••

Malam sesuai perjanjian. Larissa dan Adrian berpisah di depan pintu utama untuk keduanya memasuki mobil masing-masing.

Namun sebelum masuk ke mobil, Adrian menatap seorang pria yang tampak asing berdiri di samping mobil Larissa. Pria yang memakai jas hitam serta memiliki tinggi tubuh tidak beda jauh dari Adrian itu, mencoba membukakan pintu mobil untuk sang nyonya.

Pemilik rahang tegas tersebut juga sekilas bertatapan dengan Adrian yang di sana saat akan memasuki mobilnya. Seolah ada sengatan, keduanya terlihat memberikan sorotan mata yang tak biasa.

"Siapa dia?" tanya Adrian kepada asistennya yang membukakan pintu mobil.

"Dia asisten pribadi nyonya yang didatangkan oleh tuan Müller sejak kemarin, Tuan."

Adrian hanya menatapnya dari kaca spion mobilnya. Memperhatikan tingkah laku sosok baru yang bersama istrinya tersebut.

"Mengapa ayahnya mengirim dia untuk Larissa?" tanya Adrian mulai penasaran.

"Saya tidak tahu pasti, Tuan. Saya rasa tuan Müller hanya ingin menjaga putrinya saja," kata sang asisten.

Adrian menarik sudut bibirnya terkekeh pelan, remeh. Lalu, dia pun menutup kaca mobil yang perlahan turun sehingga wajahnya telah hilang sempurna dari pandangan luar.

Dua buah mobil telah melaju keluar dari halaman yang begitu luasnya. Tuan dan nyonya rumah itu akan mengadakan pertemuan dengan tujuan masing-masing.

Robin  ikut bersama Larissa. Dia mengenakan setelan semi-fromal berwarna hitam ditambahi pita di lehernya berwarna yang senada. Sementara Larissa memakai Halter Dress hitam serta handbagnya dengan warna yang senanda.

Gerry, pria yang ditugaskan oleh tuan Müller untuk menjadi asisten pribadi Larissa. Membuat Larissa penasaran dengan sosok baru yang dia temui itu. Bahkan, pria yang sedang menyetir itu juga terlihat pendiam dengan gelagat yang cukup misterius untuk sekedar seorang asisten yang bertugas.

"Gerry, apakah ayah bersama yang lain?" tanya Larissa.

"Tidak, Ketua tidak memperbolehkan mereka masuk. Dia juga membatalkan pertemuan itu dengan SHL Group," jawab Gerry.

"Kenapa? Bukankah perusahaan Adrian sudah menerima kerja sama itu?"

"Saya belum dapat memastikan mengapa Ketua telah membatalkan kerja sama itu dengan SHL," sahut Gerry lagi yang sesekali melirik ke kaca tengah mobil.

Larissa tidak mengerti hubungan antara ayahnya dengan Adrian. Beberapa Minggu lalu dirinya diminta oleh sang ayah untuk menangani kontrak tersebut, akan tetapi kini justru sebaliknya.

Larissa sama sekali tidak mengetahui pembatalan yang ayahnya lakukan sendiri.

"Ada apa dengan ayah?" batin Larissa penasaran.

Tidak berselang lama, akhirnya mereka sampai di kediaman keluarga Müller. Beberapa pria berbadan kekar sedang berdiri di sepanjang ruang utama. Mereka membungkuk ketika kedatangan putri dan cucu dari tuan rumah ini.

Larissa dan Robin serta Gerry menuju ke tempat yang sudah disiapkan. Namun, alangkah terkejutnya bahwa di sana ada Alexander yang sudah duduk bersama sang ayah.

"Alexander?" gumam Larissa terheran-heran.

"Bukankah dia ada pertemuan dengan Adrian?" ucap Larissa yang membatin menatap pria itu.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status