Share

Jatuh ke Pelukan Kokoh

"Tanganmu dingin sekali, Belinda!" seru Luca begitu Belinda menyambut uluran tangannya.

"Ah, ini hanya karena AC," sahut Belinda yang buru-buru menarik tangannya lagi.

Luca yang merasakan dinginnya tangan Belinda dan ekspresi Belinda yang tegang pun hanya memicingkan matanya.

Tidak dapat dipungkiri, Belinda adalah sosok wanita yang cantik dan berkharisma, hanya saja Luca selalu merasakan kesan misterius pada wanita yang sering terlihat dingin dan tanpa ekspresi itu. Namun, tadi malam Luca menemukan sisi baru dari sosok Belinda, sisi liarnya.

Belinda sendiri yang tidak nyaman dengan tatapan Luca pun langsung mengalihkan tatapannya.

"Ah, permisi semua, aku mau naik ke kamarku dulu untuk bersiap."

"Cepatlah, Sayang! Sebentar lagi kita akan kedatangan cukup banyak tamu!" pesan Daniel.

"Tentu saja, Daniel!"

Dengan cepat, Belinda pun melangkah pergi meninggalkan semuanya, tapi jantungnya tidak berhenti memacu kencang. Bagaimana caranya ia bisa bersikap biasa saja setelah kejadian semalam.

Tanpa Belinda sadari, Luca juga sudah berpamitan ke kamarnya sendiri dan Luca menghentikan Belinda di koridor di depan kamar.

"Tunggu, Belinda!" Luca segera menarik lengan Belinda sampai Belinda tersentak kaget dan menarik tangannya lagi.

"Luca, apa-apaan ini?"

"Kita berjalan ke arah yang sama, aku juga mau ke kamarku yang berada tepat di samping kamarmu."

"Tapi kau tidak harus menyentuhku seperti ini kan? Tolong jaga sikapmu, Luca!"

Luca refleks mengangkat kedua tangannya dari Belinda.

"Baiklah, aku tidak akan menyentuhmu, tapi ada satu hal yang mendadak kusadari, Belinda!"

Belinda mengernyit mendengarnya. "Apa itu?"

"Bekas kebiruan seperti lebam di tulang pipimu, aku melihatnya saat kau bangun tadi, tapi kau berhasil menutupinya dengan sempurna saat ini."

Dengan kurang ajar, Luca kembali mengangkat tangannya untuk menyentuh pipi Belinda. Namun, sebelum Luca sempat melakukannya, Belinda sudah menepis tangan Luca.

"Berhenti mencoba menyentuhku, Luca! Aku tidak tahu bekas apa yang kau maksud, tapi aku bukan wanita sempurna yang tidak punya bekas jerawat atau flek hitam sama sekali di wajahku dan aku memang menutupinya dengan make upku, jadi apanya yang aneh?"

Luca terdiam sejenak sebelum ia pun mengangguk mendengar jawaban Belinda. Lugas, ketus, dan tidak mau dibantah.

"Baiklah, kau benar, Belinda! Maafkan aku!"

Belinda sendiri tidak menyahuti lagi dan buru-buru masuk ke kamarnya dengan jantung yang masih berdebar kencang.

Perlahan Belinda menyentuh daerah di tulang pipinya yang memang terasa linu sambil melangkah ke arah cermin dan menatap pantulan dirinya di sana.

Luca benar, ada bekas lebam kebiruan yang cukup besar di sana. Entah bagaimana percintaan Luca dan Belinda semalam, yang jelas make up Belinda pasti luntur, tapi Belinda berhasil menutupinya lagi sebelum keluar dari hotel tadi karena Daniel membenci penampilan yang tidak sempurna.

Untuk sesaat, tatapan Belinda goyah mengingat bagaimana ia mendapatkan lebam di pipinya, tapi Belinda segera sadar bahwa ada wawancara penting sebentar lagi, dan Belinda pun harus tampil sempurna sebagai istri Daniel.

*

"Kau terlalu lambat, Belinda! Kau tahu aku suka semua yang cepat kan? Apa yang kau lakukan sejak tadi di atas sampai semua orang harus menunggumu, hah?" omel Daniel begitu Belinda bergabung dengan semua orang di ruang keluarga.

"Maafkan aku!"

"Maaf, maaf terus yang kau katakan setiap kali kau melakukan kesalahan, tapi kau tidak pernah memperbaikinya, Belinda."

Belinda baru saja membuka mulutnya untuk mengatakan maaf lagi, tapi Belinda segera menutup mulutnya lagi karena ia sudah bosan mengatakan maaf pada suaminya itu.

Tanpa Belinda sadari, Luca sejak tadi sudah menatap Belinda dan ia melihat jelas bagaimana ekspresi Belinda saat Daniel mengomeli wanita itu. Ekspresi kesal yang tertahan, ekspresi yang sialnya malah membuat Luca penasaran.

Sungguh dulu Luca tidak pernah menghabiskan banyak waktu untuk menatap Belinda, tapi sekarang mendadak Belinda seperti punya magnet yang membuat tatapan Luca selalu mencari sosoknya.

"Kau ingat apa saja yang harus dijawab saat ditanya kan, Belinda? Kalau kau tidak tahu jawabannya, lebih baik diam daripada membuatku malu. Lorena lebih mengerti banyak hal tentang politik daripada kau!" seru Daniel sambil berbisik.

Belinda yang mendengar nama itu pun makin kesal.

Lorena lagi! Lorena lagi!

Belinda sudah muak terus dibandingkan dengan Lorena sejak wanita itu pulang dari luar negeri beberapa hari yang lalu. Bahkan saat para wartawan akhirnya tiba di rumah dan memulai wawancaranya, Daniel bukannya menggandeng Belinda, malah menggandeng Lorena.

Begitu juga dengan kedua orang tua Daniel yang lebih memilih membanggakan Lorena daripada Belinda.

"Lorena, anak angkat kami, mungkin akan menjadi penerus kami karena Lorena ini begitu pintar dalam hukum dan politik," puji ayah Daniel tanpa menganggap Belinda sama sekali, seolah Belinda hanyalah figuran tidak penting.

Belinda pun hanya bisa mengembuskan napas kesalnya. Ya, perlakuan seperti ini sudah biasa Belinda terima, baik dari suaminya maupun mertuanya.

Mungkin orang menganggap Belinda begitu beruntung masuk ke dalam keluarga Alfredo, keluarga kaya dan sempurna yang mempunyai peranan penting dalam bisnis dan pemerintahan.

Namun, nyatanya semua yang terlihat di luar sana hanya pencitraan. Sungguh menjadi istri Daniel Alfredo dan menjadi bagian dari keluarga itu sama sekali tidak seindah yang terlihat.

Sambil menahan kekesalannya, Belinda pun tetap diam di posisinya sampai wawancara panjang itu akhirnya selesai. Semua orang pun berdiri sambil tersenyum dan mengantarkan para wartawan itu ke pintu rumah.

"Terima kasih atas kedatangannya!"

"Terima kasih atas waktunya, Pak, Bu!"

"Tentu saja! Silakan!"

Kedua orang tua Daniel melangkah di depan mendampingi para wartawan. Daniel dan Lorena juga melangkah bersama di belakang mereka, sedangkan Belinda yang diabaikan pun melangkah sendirian dengan kesal keluar dari pintu rumah.

Bahkan saking kesalnya, Belinda sampai tidak memperhatikan jalan. Di depan pintu rumah mereka terdapat teras kecil dengan beberapa anak tangga dan tepat saat Belinda akan menuruni anak tangga itu, Belinda pun tersandung dan hampir jatuh.

"Daniel!" panggil Belinda refleks.

Sungguh Belinda pikir ia akan terjatuh di depan para wartawan dan membuat keluarga Alfredo malu. Namun, untungnya Belinda sama sekali tidak jatuh ke lantai, melainkan jatuh ke pelukan kokoh seorang pria yang membuat debar jantungnya memacu makin tidak terkendali.

**

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status