"Mengapa pintunya dikunci, buka pintunya!"
Setelah melangkah sempoyongan melewati koridor kamar hotel akibat pengaruh alkohol, wanita itu berdecak kala menemukan pintu kamarnya terkunci.Kepalanya masih berdenyut hebat dan pandangannya kabur, sampai untuk sesaat, ia tidak bisa melihat jelas nomor kamar di hadapannya. Wanita itu pun hanya bisa menekan bel pintu kamar itu beberapa kali, berharap suaminya akan membukakan pintu.Sambil menyandarkan tubuhnya ke pintu agar tidak jatuh, wanita itu mulai merogoh tasnya untuk mencari kunci, sebelum tiba-tiba pintunya terbuka dan Belinda Zamora yang tidak siap pun terhuyung masuk ke dalam."Akhh!" pekik Belinda saat ia terjatuh di pelukan kokoh seseorang.Sungguh, Belinda tidak bisa melihat apa pun saat ini karena kamarnya begitu gelap, hanya ada sedikit cahaya dari luar kamar yang juga menghilang setelah pintu itu ditutup."Mengapa gelap sekali? Mengapa kau mematikan semua lampu, aku tidak bisa melihat apa pun!" seru Belinda sambil bergelayut di tubuh pria yang memeluknya."Apa ini? Kau mabuk?" Terdengar suara berat pria itu di telinga Belinda."Hmm, aku minum terlalu banyak." Belinda mengalungkan lengannya ke leher pria itu begitu erat. Kemudian ia berkata dengan lembut di telinga pria itu, "Apa kau tidak mendengarku? Aku tidak bisa melihat apa pun, tolong nyalakan lampunya."Belinda sempat mendengar pria itu menggeram marah, tapi detik berikutnya, Belinda merasakan bibir pria itu sudah mencumbui lehernya sampai tubuh Belinda meremang."Kau beruntung aku suka aromamu meski kau mabuk, tapi sungguh kita tidak membutuhkan lampu malam ini," bisik pria itu dengan suara paraunya.Setelahnya, tanpa menunggu lebih lama lagi, pria itu langsung membungkam bibir Belinda dengan penuh gairah dan Belinda pun membalasnya dengan intensitas yang sama. Aroma alkohol yang menguar dari napas keduanya pun membuat hasrat mereka membuncah tidak terkendali.Tanpa melepaskan tautan bibir mereka, pria itu mendorong lembut tubuh Belinda sampai wanita itu terbaring di ranjang. Bibir dengan jambang tipis pria itu pun menyapa dan menggelitik kulit Belinda sampai Belinda pun melengkungkan tubuhnya, memberikan akses lebih pada pria itu untuk menjelajah tubuhnya.Belinda tidak ingat lagi bagaimana caranya ia bisa berada di sini. Yang Belinda ingat hanyalah Belinda sedang menghadiri pesta untuk merayakan dilantiknya Daniel, suaminya, sebagai anggota dewan tadi.Namun, Belinda yang diabaikan oleh Daniel pun memilih duduk sendirian dan tenggelam dalam alkoholnya. Hanya saja, segala pengabaian yang diterimanya tadi mendadak telah ia lupakan saat tangan dan bibir pria di hadapannya itu sudah begitu memanjakan tubuhnya.Dalam sekejap, gaun Belinda sudah menghilang entah ke mana. Desahan Belinda pun terus lolos dari bibirnya karena pria itu terlalu lihai memberikan kepuasan padanya. Tubuh pria itu terus mendesaknya sampai napas Belinda tersengal dan rasa nikmat dalam tubuh Belinda pun rasanya akan segera meledak."Oh, kau tidak pernah selembut ini. Jangan berhenti! Jangan berhenti," desah Belinda dengan suara seksinya."Tentu, aku tidak akan berhenti sebelum kau memohon padaku," bisik pria itu yang benar-benar tidak berhenti membuat Belinda menjerit nikmat sepanjang malam itu.*Dering ponsel mendadak mengagetkan dan membangunkan Belinda pagi itu. Kepalanya masih berdenyut hebat karena sisa alkohol tadi malam, tetapi dering ponsel membuatnya harus mencari sumber suara yang ternyata berasal dari tas tangannya yang tergeletak di lantai tidak jauh darinya."Siapa yang menelepon?" gumamnya sambil langsung menggapai tasnya.Buru-buru Belinda mengeluarkan ponselnya dan mengangkat teleponnya tanpa melihat nama peneleponnya."Halo!""Aku sudah meneleponmu beberapa kali, Sayang!" Terdengar suara Daniel yang sedang kesal sampai membuat matanya membuka nyalang.Belinda masih belum bisa mengingat jelas kejadian semalam, tapi dari tubuh polosnya, ia tahu percintaan kemarin bukan mimpi."D-Daniel? Kapan kau pulang?" lirih Belinda bingung.Ia berpikir, Daniel baru saja menyentuhnya semalam, tetapi mengapa pria itu sudah berada di rumah dan tanpa membangunkannya?"Apa maksudmu kapan aku pulang? Aku sudah pulang sejak kemarin dan kau tidur di hotel sendirian, Sayang! Tapi cepatlah pulang karena semua orang sudah berkumpul di rumah!"Debar jantung Belinda pun langsung memacu tidak karuan mendengarnya. Ada yang aneh dengan semua ini sampai Belinda pun buru-buru menoleh ke ranjang di sampingnya, dan rasanya seolah dunia sedang runtuh menimpanya saat melihat pria yang tidur di sampingnya adalah Luca Alfredo, kakak iparnya. ‘B-bagaimana mungkin?!’ batinnya memekik.Tubuh Belinda mendadak gemetar melihat Luca di sana sampai untuk sesaat, Belinda hanya mematung sambil memegang teleponnya."Halo, Sayang? Kau masih di sana kan? Belinda?"Belinda tersentak mendengar suara Daniel di telepon."Aku ... aku masih di sini, Daniel. Tapi aku akan segera pulang," seru Belinda yang langsung menutup teleponnya.Belinda begitu tegang sampai ia pun hanya bisa terus menggenggam erat selimut di dadanya. Baru saja Belinda hendak bergerak untuk turun dari ranjang, suara berat Luca tiba-tiba mengagetkannya."Mau ke mana kau? Aku bahkan belum membayarmu. Aku berpikir untuk menikmatimu satu malam lagi karena aku sangat puas semalam," seru Luca dengan suara paraunya sambil membelai punggung indah wanita bayarannya. Tentu saja Luca belum menyadari siapa wanita itu karena Luca hanya melihat rambut dan punggung mulusnya saat ini.Belinda yang kembali tersentak merasakan sentuhan itu pun refleks mengempaskan tangan Luca dengan kasar dan berbalik menatap tajam pada pria itu."Berani sekali kau menyentuhku, Luca!"Luca yang mendapatkan penolakan pun terperanjat. Terlebih, ketika ia melihat sosok wanita di hadapannya merupakan adik iparnya. "Sial! Kau Belinda? Apa yang kau lakukan di ranjangku?""Seharusnya aku yang bertanya, bagaimana kau bisa ada di kamarku dan Daniel?""Kamarmu dan Daniel? Ini kamarku, Belinda!"Belinda membelalak mendengarnya dan langsung mengedarkan pandangan ke sekeliling. Dan benar saja, ini bukan kamarnya."Ya ampun, bagaimana bisa aku ada di kamar ini?"Luca memicingkan mata mendengarnya. "Jangan bilang kau salah masuk kamar, Belinda?!""Aku tidak ingat, Luca. Tapi sekalipun aku salah masuk kamar, tidak seharusnya kau melakukan itu padaku.""Jangan salahkan aku. Kau yang datang ke kamarku, kupikir kau adalah wanita pesananku.""Apa? Bagaimana bisa kau memesan wanita seperti itu?""Jangan sok polos, Belinda!"Belinda yang mendengarnya pun tidak ingin menanggapinya lagi. Otaknya seketika berpikir keras tentang semua ini, sebelum ia mengambil satu keputusan penting.Luca adalah kakak dari suaminya. Terlebih, sang suami baru saja dilantik sebagai anggota dewan. Jika skandal malam ini terendus atau bahkan diketahui orang lain, efek yang ditimbulkan jelaslah besar."Luca, jujur aku masih tidak percaya akan ada hal seperti ini di antara kita. Tapi keputusan paling bijak yang bisa kita lakukan saat ini adalah melupakan segalanya dan berpura-pura tidak pernah terjadi apa pun di antara kita!”Di hadapannya, Luca masih terdiam. Untuk itu, Belinda kembali melanjutkan berbicara, "Kau juga tidak mau ada skandal di dalam keluarga Alfredo yang terhormat kan? Karena itu, kuharap ke depannya kita bisa menjalani kehidupan kita seperti biasa sebagai saudara ipar, Luca. Dan sekarang, aku harus pulang karena Daniel menungguku, jadi aku permisi!" Dengan cepat, Belinda pun menarik selimut besar itu bersamanya. Belinda bergegas memungut bajunya yang berserakkan dan secepat kilat menghilang dari sana tanpa menunggu komentar Luca.Pria itu sendiri hanya bisa duduk mematung di tempatnya. Ekspresi wajah Belinda yang nampak begitu yakin dan begitu angkuh saat meminta pria itu melupakan segalanya tadi membuat egonya tersentil."Sial! Anggap ini tidak pernah terjadi?" Luca mengulang kalimat yang tadi diucap Belinda. "Mudah sekali dia berkata seperti itu! Apa Belinda sudah biasa melakukannya di belakang Daniel? Wanita macam apa sebenarnya Belinda itu?"**Langkah Belinda terasa begitu berat saat akhirnya Belinda berhasil kembali ke kamarnya sendiri yang sialnya hanya berjarak dua kamar dari kamar Luca. "Sial, bagaimana aku bisa salah kamar dan mengapa harus Luca?" geram Belinda lagi. Belinda tidak terlalu mengenal Luca yang merupakan kakak iparnya itu. Belinda pun hanya pernah bertemu Luca beberapa kali karena Luca memang tinggal di luar negeri. Dan kepulangan Luca untuk mengambil alih bisnis keluarga kali ini benar-benar menjadi mimpi buruk bagi Belinda. Luca sendiri sama frustasinya dengan Belinda dan tidak berhenti mengumpati asistennya karena kejadian semalam. "Apa yang terjadi pada wanita yang kupesan itu, hah? Bahkan sampai pagi ini, dia tidak muncul juga sampai membuatku berakhir dengan ... sial! Ini sulit dipercaya aku tidur dengan Belinda! Sial!" "Maafkan aku, Bos! Aku sudah mengirim pesan padamu. Wanita itu tidak jadi datang karena ada urusan yang mendesak. Dia bahkan mengembalikan uangnya." "Siapa yang membaca pesan di
"Tanganmu dingin sekali, Belinda!" seru Luca begitu Belinda menyambut uluran tangannya. "Ah, ini hanya karena AC," sahut Belinda yang buru-buru menarik tangannya lagi. Luca yang merasakan dinginnya tangan Belinda dan ekspresi Belinda yang tegang pun hanya memicingkan matanya. Tidak dapat dipungkiri, Belinda adalah sosok wanita yang cantik dan berkharisma, hanya saja Luca selalu merasakan kesan misterius pada wanita yang sering terlihat dingin dan tanpa ekspresi itu. Namun, tadi malam Luca menemukan sisi baru dari sosok Belinda, sisi liarnya. Belinda sendiri yang tidak nyaman dengan tatapan Luca pun langsung mengalihkan tatapannya. "Ah, permisi semua, aku mau naik ke kamarku dulu untuk bersiap." "Cepatlah, Sayang! Sebentar lagi kita akan kedatangan cukup banyak tamu!" pesan Daniel. "Tentu saja, Daniel!" Dengan cepat, Belinda pun melangkah pergi meninggalkan semuanya, tapi jantungnya tidak berhenti memacu kencang. Bagaimana caranya ia bisa bersikap biasa saja setelah kejadian se
"Luca?" Belinda masih membelalak kaget saat merasakan pelukan kokoh yang ternyata adalah pelukan Luca. Refleks, Belinda mendorong tubuh Luca dan berusaha menegakkan posisi berdirinya. "Hati-hati, Belinda! Kau terlihat tidak fokus!" Luca memang sedari tadi memperhatikan Belinda. Karena itu, Luca bisa bergerak begitu cepat menangkap Belinda sebelum wanita itu meluncur bebas. "Terima kasih, tapi jangan sok tahu, aku malah sangat fokus sejak tadi. Permisi!" Lagi-lagi Belinda melarikan diri dari Luca dan langsung melangkah cepat mengejar keluarganya. Mereka memasang senyuman ramah sampai saat para wartawan itu pulang dan pintu gerbang kembali ditutup, dan senyuman semua orang dalam keluarga itu pun langsung lenyap tidak bersisa, seolah mereka memang sudah biasa berpura-pura. "Wartawan sudah pulang. Kita istirahat sebentar sebelum nanti malam menyambut tamu lagi," seru Hector Alfredo, ayah Luca dan Daniel. Belinda hanya berdecak lelah mendengarnya. Pesta tiada akhir dan pencitraan tan
Daniel dan Lorena begitu kaget mendengar suara pintu dibuka dan mereka pun sontak menoleh ke arah Belinda yang sudah berdiri di sana. "K-Kak Belinda?" sapa Lorena yang langsung bangkit berdiri dari pangkuan Daniel. Lorena pun terlihat langsung merapikan gaun dan rambutnya, sedangkan ekspresi Daniel malah terlihat biasa saja, malahan Daniel terlihat tidak suka dengan kedatangan Belinda. "Apa yang kau lakukan di sini, Belinda? Ini ruang kerjaku dan kau tidak mengetuk pintunya sebelum masuk?" seru Daniel geram. "Aku yang bertanya duluan, Daniel! Apa yang kalian lakukan dengan duduk berpangkuan seperti itu? Kau juga, Lorena! Kau itu wanita dewasa, Lorena. Sudah tidak pantas lagi kau duduk di pangkuan kakakmu seperti itu!" tegas Belinda sambil menatap Lorena tajam. "Oh, maafkan aku, aku hanya terlalu merindukan kakakku dan sebenarnya tadi aku hanya membantu merapikan kerah kemeja Kak Daniel, jadi jangan salah paham, Kak Belinda!" Lorena mengangkat bahunya santai. "Apa pun yang kau l
"Apa yang kau lakukan, Daniel? Apa begini caramu memperlakukan istrimu?" geram Luca yang langsung mengempaskan tangan Daniel. Daniel nampak begitu kaget, tapi juga begitu kesal, hanya saja ia masih berusaha tersenyum di depan Luca, seolah tidak terjadi apa-apa. "Ah, aku terkejut sekali melihatmu, Luca. Tapi ini adalah masalah rumah tangga kami yang tidak ada hubungannya denganmu," sahut Daniel yang seolah langsung menjadi pribadi yang berbeda dengan Daniel yang baru saja marah-marah beberapa menit yang lalu. "Aku tahu masalah rumah tanggamu tidak ada hubungannya denganku, tapi tetap saja tidak ada alasan untuk menampar seorang wanita, apalagi istrimu sendiri, Daniel." Luca tidak mengerti mengapa dadanya bergemuruh melihat Belinda ditampar. Memang sudah seharusnya Luca membela wanita yang dikasari oleh seorang pria, tapi bukan karena alasan itu Luca menggeram marah, melainkan ada sebuah perasaan lain di hatinya yang tidak terima Belinda disakiti. Luca pun masih menatap tajam pada D
"Akhh!" Belinda memekik kaget mendengar suara lecutan sabuk Daniel. "Mengapa kau berteriak, Sayang? Aku bahkan belum melakukan apa-apa," seru Daniel yang kembali melecutkan sabuknya ke udara sambil melangkah mendekati Belinda. Belinda mulai bergerak mundur dan mundur, tapi Daniel yang tidak mau melepaskan istrinya pun langsung melangkah lebih cepat lalu menarik rambut Belinda sampai wajah Belinda mendongak menatap pria itu. "Akhh, Daniel!" "Tidak seharusnya kau menjauh dari suamimu, Belinda." "Lepaskan aku, Daniel! Aku tidak mengatakan apa pun pada Luca, aku tidak pernah mengatakan apa pun pada siapa pun, Daniel!" "Lalu apa yang kau lakukan berduaan dengan Luca, hmm? Menggodanya? Mencari perhatiannya?" seru Daniel lagi di depan wajah Belinda. Sungguh, sapuan napas Daniel, alih-alih membuat Belinda meremang, malah membuat Belinda memucat ketakutan. "Aku tidak pernah menggoda Luca, Daniel. Seharusnya ucapan itu lebih cocok untukmu dan Lorena yang entah melakukan apa tadi," balas
"Apa ini, Luca? Baru hari pertama bekerja, tapi kau sudah mau mengambil alih semuanya?"Belinda dan Luca tidak saling bertemu lagi sepanjang hari itu karena mereka sudah sibuk dengan pekerjaan masing-masing. Namun, malam itu, Belinda mencari Luca ke ruang kerjanya setelah mendengar keputusan Luca yang semena-mena. Luca sendiri masih berkutat dengan pekerjaannya saat mendadak Belinda masuk ke ruang kerjanya tanpa permisi. Ekspresi wanita itu nampak begitu emosi sampai Luca ikut menanggapinya dengan emosi karena ia sendiri juga sudah lelah seharian. "Tidak bisakah kau mengetuk pintu dulu, Belinda? Dan juga, ini sudah malam, mengapa kau masih di sini dan tidak pulang saja untuk mengurus suamimu, hah?" "Bisakah kau menjawab pertanyaanku saja tanpa balik bertanya, Luca? Sejak Daniel mulai fokus pada politik, semua kebijakan tentang proyek harus melalui persetujuanku. Tapi seenaknya saja kau mengambil kewenanganku dan meminta semuanya harus melalui persetujuanmu? Kau anggap apa aku ini?"
Belinda langsung membelalak mendengar ucapan Luca. "Jangan gila kau, Luca! Kau tidak sopan sekali. Malam itu adalah kesalahan dan tidak seharusnya kau mengungkitnya lagi atau mengatakan hal seperti ini. Lepaskan aku!" geram Belinda yang kembali bergerak melepaskan diri dari pelukan Luca dan bermaksud bangkit dari atas pria itu. Namun, sialnya, gerakan Belinda kembali menimbulkan gesekan pada bagian tubuh Luca yang sudah sangat tegang dan rasanya seperti terkena sengatan listrik sampai Luca pun menggeram tertahan. "Belinda, berhenti bergerak kubilang!" "Berhenti bergerak bagaimana maksudmu? Aku mau bangun!" "Berhenti menggesekkan tubuhmu padaku, Belinda!" "Aku tidak melakukannya, Luca!" bantah Belinda dengan jantung yang sudah memacu tidak terkendali. Tatapan Luca sendiri nampak marah sekaligus berhasrat sampai tubuh Belinda mendadak meremang dan memanas. Sungguh, bahkan bersama Daniel saja rasanya tidak pernah seperti ini. Selama dua tahun menikah, Belinda tidak pernah merasak