"Ngh ...."
Laura Hartley mengerang pelan ketika merasakan sentuhan basah di lehernya. Deru napas seorang pria menggelitik indra pendengarannya.‘Siapa …?’ batin Laura seiring matanya terbuka untuk mencari tahu identitas sosok di sisinya. Namun, pandangannya buyar akibat efek alkohol yang mendera."Ah!"Lenguhan keras terlontar dari bibir Laura, merasakan sesuatu milik sang pria mulai mendorong dari bawah."Tidak ... jangan …," rintih Laura, tahu bahwa hal ini tidak boleh terjadi.Pria itu sempat menghentikan gerakan, seolah ragu. Namun, desakan gairah yang tak tertahankan menuntutnya untuk kembali beraksi."Hentikan ...." Laura mendorong dada pria itu. Akan tetapi, tenaganya terlalu lemah.Penolakan Laura membuat pria itu mengunci kedua tangannya di atas kepala."Maaf ... aku tidak bisa menahannya lagi." Suara berat dan dalam pria itu begitu menggoda, membuat bulu kuduk Laura meremang."Ahh ...." Mata Laura membesar saat inti tubuhnya menerima serangan yang begitu menyakitkan.Manik biru indah milik gadis itu berair. 'Tidak … tidak boleh seperti ini ….'Bulir bening mengalir menuruni wajah Laura. Dia tidak tahu siapa pria di hadapan, apakah pria itu tunangannya? Akan tetapi, pertanyaan itu tidak bisa terjawab karena otak Laura langsung kosong kala pria itu mulai memacu gerakannya."Ah!" erangan penuh kenikmatan tak bisa Laura tahan untuk kabur dari bibirnya. "Tidak … tidak!"Lenguhan saling beradu dalam ruangan tersebut, terus sampai akhirnya puncak kepuasan tercapai.Saat itu juga, sentuhan lembut diberikan sang pria pada wajah Laura, mengusap air matanya yang luruh."Aku …," bisikan pria itu mulai terdengar, "... akan bertanggung jawab …."***"Hah ... hah!"Laura terbangun dengan napas terengah. Dia mendudukkan diri dan mengusap dahinya yang berkeringat.'Mimpi?' batin Laura bertanya.Namun, saat Laura menyingkap selimut yang menutup tubuhnya, matanya seketika terbelalak. Dia tidak mengenakan apa pun!'Di mana baju–'Belum sempat ucapan batinnya selesai, mata Laura menangkap gaun merah muda selutut miliknya teronggok di lantai. Dalamannya pun tercecer di sana-sini!Ketika dia sibuk memerhatikan pakaiannya yang berantakan, sebuah lenguhan dalam terdengar. "Ngh …."Tubuh Laura langsung membeku. Itu jelas bukan suaranya.Perlahan, wanita itu menoleh ke sampingnya, hanya untuk berakhir terkesiap ketika mendapati seorang pria asing tidur memunggunginya. Sama sepertinya, pria itu tidak mengenakan busana!'Apa … apa yang terjadi?!''Apa aku tidur dengannya?!'Dengan wajah ngeri, Laura berusaha mengingat kembali apa yang semalam dia lakukan.Tadi malam, Laura diajak oleh Nora, adiknya, untuk merayakan pesta pelepasan status lajangnya di sebuah bar hotel karena dirinya akan menikah dalam dua minggu. Tidak pernah pergi ke tempat-tempat seperti itu, Laura awalnya menolak. Namun, Nora merengek dan membuatnya terpaksa menerima.Di bar hotel tersebut, Laura menenggak alkohol untuk pertama kali dan berakhir mabuk berat. Sempat dirinya meminta untuk pulang, tapi Nora menolak dan lanjut berpesta.Demi menyadarkan dirinya kembali, Laura berniat mencuci wajahnya di toilet. Namun, sesaat sebelum dia masuk ke dalam toilet, kesadarannya menghilang.Sekarang, dirinya malah berakhir di sebuah kamar hotel bersama seorang pria asing yang tidak dia kenal!'Ini … ini tidak boleh terjadi!' pekik Laura dalam hati, merasakan ketakutan mendalam kalau-kalau ada orang lain yang tahu perihal kejadian ini.Laura akan menikah dalam dua minggu dengan Noah Myers, cinta pertama Laura sekaligus pria yang dijodohkan sang nenek untuknya. Kalau ada yang tahu tentang apa yang terjadi di ruangan ini, Noah akan kecewa, ayahnya akan marah, dan pernikahannya akan dibatalkan!Tidak ... Laura tidak mau! Laura ingin menikah dengan Noah! Teman masa kecil sekaligus pria pujaannya!Dengan pemikiran itu, Laura pun mengambil satu keputusan.'Aku … aku harus pergi!'Dengan sigap, Laura langsung turun dari tempat tidur dan mengenakan pakaiannya yang berserakan di lantai. Dia sama sekali tidak peduli dengan rasa sakit yang menyerang area sensitifnya setiap kali dia bergerak.Selesai mengenakan seluruh pakaiannya, Laura bergegas lari meninggalkan hotel dan pulang menggunakan taksi. Sejumlah pertanyaan kembali melambung di benaknya.Kenapa bisa seperti ini? Kenapa dia tak ingat sama sekali perihal apa yang terjadi setelah dirinya tiba di depan toilet?!Yang terpenting adalah … di mana Nora saat hal itu terjadi? Adiknya itu sudah berjanji untuk memastikan semuanya akan baik-baik saja!Laura terisak-isak sepanjang perjalanan, mengabaikan kekhawatiran sopir yang terus bertanya perihal keadaannya. Pikiran Laura hanya terpusat pada ketakutan menghadapi keluarga dan calon suaminya.Mengingat wajah Noah membuat air mata Laura semakin deras mengalir. Rasa bersalah menghantam dada."Noah ... maafkan aku," gumam Laura lirih.Noah begitu baik padanya, tapi ... Laura malah mengkhianatinya.Ketika taksi berhenti tepat di depan pagar rumahnya yang menjulang tinggi, Laura diam-diam masuk melalui pintu belakang. Dia tak ingin ada yang mengetahui kenyataan dirinya tidak pulang semalaman.Hanya saja, tepat ketika Laura mendorong terbuka pintu itu, Simon Hartley, ayah Laura … telah berdiri di depannya."P-Papa?" Laura memanggil sang ayah dengan tergagap. "Papa, belum berangkat ke–"PLAK!Belum sempat Laura mengatakan apa pun, sebuah tamparan dihadiahkan Simon kepadanya.Kerutan di sekitar mata Simon menunjukkan ketegangan dan kekecewaan mendalam. "Beraninya kau kembali ke rumah ini setelah semua yang terjadi!""Beraninya kau kembali ke rumah ini setelah semua yang terjadi! Dasar anak tidak tahu malu!" maki Simon.Makian sang ayah membuat Laura membeku, kenapa sang ayah seperti ini?Melihat wajah Laura yang kosong, telapak tangan Simon hendak melayang sekali lagi ke wajah putrinya. Namun, Nora, adik tiri Laura, segera mencegah dengan memegang lengan sang ayah."Papa! Apa yang Papa lakukan? Kenapa Papa mau memukul Kak Laura, Pa?!" seru Nora dengan wajah khawatir.Simon menepiskan tangan sang putri. "Jangan ikut campur! Papa harus memberi pelajaran pada kakak sialanmu ini!"Gilda, istri kedua Simon dan ibu kandung Nora, yang mendengar keributan itu ikut keluar. Melihat adegan di depan mata, dia langsung membantu putrinya menahan sang suami. "Papa, sabar, Pa! Jangan begini!"Sementara pasangan ibu dan anak itu berusaha menahan sang ayah, badan Laura gemetaran bukan main. Firasat buruk datang menghampiri. Apakah Simon tahu perbuatannya semalam?"Diam! Kalian tidak tahu bagaimana aku harus menang
"Bisa-bisanya ayahmu berbuat seperti itu!" Suara teriakan terdengar dari dalam sebuah kamar salah satu kediaman besar di pinggir kota.Terlihat sosok Laura tengah duduk di sofa bersebelahan dengan sahabat baiknya, Emma Ruiz, putri dari Keluarga Ruiz.Laura telah menceritakan semua yang terjadi kepada Emma. Alhasil, temannya itu sangat marah. "Jelas-jelas Nora yang memaksamu pergi ke tempat itu, tapi kamu yang disalahkan sepenuhnya! Ayahmu kentara sekali pilih kasih!"Laura diam sembari memeluk lututnya, tak sedikit pun menanggapi komentar Emma. Sebab, dia sudah tahu sang ayah dari dulu lebih menyayangi Nora dibandingkan dirinya. Bertahun-tahun hidup bersama, ada beberapa hal yang selalu terjadi di kediaman Hartley.Jika Laura menginginkan sesuatu, Nora pasti akan memintanya. Di saat itu, Simon pasti memaksa Laura untuk mengalah dan memberikan miliknya kepada Nora. Jika Nora melakukan kesalahan, Laura-lah yang akan dihukum dengan alasan tidak memerhatikan dan menjaga adiknya.Semua
Selagi semua pertanyaan itu melambung di benak Laura, dia mendengar Emma memaki dengan emosi menggebu."Dasar rubah licik! Aku yakin dari dulu Nora sudah mengincar Noah! Ini berarti apa yang menimpa Laura pasti ada hubungan dengannya!" Wanita itu tak lupa menambahkan, "Noah juga! Apa dia tidak tahu apa dampak pengumuman ini kepada Laura? Apa dia tidak memikirkan perasaan Laura?! Kalau aku bertemu dua orang hina itu nanti, akan kuhabisi mereka!"Suara Emma yang semakin lama semakin tinggi membuat Alan mendelik. "Jangan berteriak-teriak, bodoh! Cepat kecilkan volume suara TV! Laura bisa mendengar–"Mendadak, ucapan pria itu berhenti saat matanya mendarat pada sosok Laura yang membeku di tangga."L-Laura!"Teriakan Alan membuat Emma mengikuti arah pandang sang kakak dan spontan mematikan televisi. Kakak-adik itu membeku di tempat hingga Laura berjalan mendekat.Emma dan Alan langsung berdiri dan menghampiri Laura."Laura, jangan pedulikan dua orang hina itu, oke? Mereka tidak pantas kau p
Sadar dirinya membuat bingung Theo, Laura memaksakan sebuah senyuman."Y-ya, saya baik-baik saja, maaf ... saya agak gugup." Laura duduk di kursi yang ditunjukkan Theo.Kedua tangan Laura saling terpaut dan meremas. Dia tak bisa menatap ke arah pria di hadapannya. Hingga sepasang manik matanya yang sedang melihat ke arah meja menemukan benda yang tampak familiar.Laura memicingkan mata untuk mengamati kalung yang berada di dekat tangan Asher. Setelah dapat melihatnya dengan jelas, kedua bola matanya membulat lebar.'Kalung itu .…' Laura menyipitkan matanya melihat benda yang familiar yang sedang dipegang oleh Asher.Laura kehilangan kalungnya. Dia mulai ingat ketika beberapa minggu yang lalu, ketika mandi, dirinya sudah mencari kemana-mana, namun belum juga menemukannya. Ketika melihat kalung itu ada di tangan Asher, Laura ingin bertanya untuk memastikan apakah itu benar kalung miliknya.Tanpa Laura ketahui, kalung yang telah dia cari-cari selama beberapa minggu terakhir, ternyata jatu
Laura tersentak dan sontak meneteskan air mata. Bukan hanya karena rasa sakit di pergelangan tangannya, tetapi kata-kata Asher sangat menyakitkan hati.Mencuri? Bagaimana mungkin Laura mencuri benda miliknya sendiri?"Apa kau mau bekerja di sini hanya untuk mencuri?!" Asher menatap Laura nyalang, "Nona Laura, aku akan melaporkanmu ke polisi!" tegasnya seraya menarik Laura menuju pintu.Laura hanya bisa menggeleng sambil menangis terisak. "Tidak! Lepaskan aku!" teriak Laura, "Aku sama sekali tidak mencuri!"Ucapan Laura membuat Asher menghentikan langkahnya. "Tidak mencuri?" ulangnya. Kening pria itu berkerut seiring dirinya lanjut bertanya, "Kalau tidak mencuri, apa kalung ini milikmu?"Pertanyaan Asher membuat Laura terdiam. Haruskah Laura mengatakan kebenarannya?"Aku …!"Baru saja Laura ingin mengatakan sesuatu, pening yang sangat mendadak menyerang kepalanya. "Ugh …."Asher tampak kaget. "Nona Laura?"Namun, Laura tak mampu untuk bahkan membalas ucapan Asher. Pandangannya yang bur
Hening. Tidak ada yang bersuara.Laura mengangkat pandangan, lalu melihat wajah Asher tampak kebingungan."Diperkosa?" Laura tidak bohong. Dirinya memang tak berdaya di kala Asher merudapaksa dirinya. Hanya saja, pria itu tak mengenalinya … atau bahkan tidak peduli.Dengan air mata yang mengalir turun menuruni wajahnya, Laura pun mulai bercerita, "Ya … saya diperkosa … dan itulah yang membuat saya ditendang keluar dari keluarga saya tanpa harta apa pun." Dia bersujud di hadapan Asher. "Saya tinggal di kediaman teman saya, tapi tidak bisa untuk waktu yang lama. Itulah alasan saya berusaha mencuri kalung itu, untuk mendapatkan uang dengan lebih cepat!"Laura tidak berbohong, tapi juga tidak sepenuhnya jujur. Dia memang diperkosa oleh Asher, juga ditendang keluar oleh Simon. Hanya saja, mengenai alasan dirinya mencuri, itu adalah sebuah kebohongan besar.Asher menatap bagaimana tubuh Laura bergetar selagi bersujud di hadapannya. Sepasang manik hitamnya mempelajari setiap gerak-gerik Laur
Selagi ketiga orang itu saling bertatapan dengan kaget, Asher mengerutkan keningnya dengan bingung. "Kalian saling mengenal?"Pertanyaan Asher mengalihkan fokus semua orang. Laura terlihat sedikit canggung. "Ah … ya, saya–"Belum sempat Laura selesai menjawab, Nora langsung buru-buru berkata, "Kami kenalan lama!" Dia menatap Laura dan memberikan pandangan penuh makna. "Laura adalah mantan karyawan perusahaan keluarga saya."Ucapan Nora sukses membuat Laura dan Noah mengerutkan kening. Kenalan lama? Mereka adalah kakak-adik!Di tempatnya, Noah menatap Nora dengan ekspresi keruh. "Nora, kamu–""Kak Noah …," panggil Nora dengan suara rendah. Pandangan gadis itu tampak menegaskan sesuatu seiring dirinya berucap dengan suara yang hanya bisa didengar Noah. "Jangan mempersulit keadaan."Kalimat Nora membuat Noah bungkam, paham bahwa gadis itu sedang memperingatkan bahwa situasi Laura sudah cukup rumit. Simon sudah menghapusnya dari daftar keluarga, jadi tak ada yang boleh mengungkit latar be
“Lalu kenapa tunanganmu bilang jika Laura adalah kenalannya?” Asher tertawa tanggung. “Tidak bisa dipercaya, selain tidak sopan, dia juga suka berbohong. Apa yang dipikirkan kakakku saat ingin menikahkan kau dengan anak dari Keluarga Hartley itu? Dua-duanya sama-sama penipu ulung.”Noah tak dapat menjawab pertanyaan pamannya itu. Meskipun kecewa terhadap Laura, Noah tak ingin mengumbar aib Laura hingga mantan calon istrinya itu ditendang dari Keluarga Hartley.“Ceritanya panjang, Paman,” jawab Noah.Asher pun tak mau mendesak Noah yang terlihat sedikit kacau. Lagi pula, permasalahan keluarga sekretarisnya bukan masalah bagi dirinya.Di tempat lain, Laura yang baru mengetahui fakta bahwa Asher adalah paman dari Noah sedang melamunkan banyak hal.Apakah semua ini hanya kebetulan saja hingga dirinya berakhir bermalam dengan paman dari mantan tunangannya? Ataukah Noah sengaja menjebak Laura agar dapat memutuskan pertunangan dengan dirinya?“Kak ... Kak Laura baik-baik saja?” Nora menggunca