Home / Romansa / Gelora Hasrat sang Presdir / 8. Bertemu Masa Lalu

Share

8. Bertemu Masa Lalu

Author: VERARI
last update Last Updated: 2023-08-31 23:10:01

Selagi ketiga orang itu saling bertatapan dengan kaget, Asher mengerutkan keningnya dengan bingung. "Kalian saling mengenal?"

Pertanyaan Asher mengalihkan fokus semua orang.

Laura terlihat sedikit canggung. "Ah … ya, saya–"

Belum sempat Laura selesai menjawab, Nora langsung buru-buru berkata, "Kami kenalan lama!" Dia menatap Laura dan memberikan pandangan penuh makna. "Laura adalah mantan karyawan perusahaan keluarga saya."

Ucapan Nora sukses membuat Laura dan Noah mengerutkan kening. Kenalan lama? Mereka adalah kakak-adik!

Di tempatnya, Noah menatap Nora dengan ekspresi keruh. "Nora, kamu–"

"Kak Noah …," panggil Nora dengan suara rendah. Pandangan gadis itu tampak menegaskan sesuatu seiring dirinya berucap dengan suara yang hanya bisa didengar Noah. "Jangan mempersulit keadaan."

Kalimat Nora membuat Noah bungkam, paham bahwa gadis itu sedang memperingatkan bahwa situasi Laura sudah cukup rumit. Simon sudah menghapusnya dari daftar keluarga, jadi tak ada yang boleh mengungkit latar belakang Laura sebagai Laura Hartley!

Di tempatnya, Laura hanya tersenyum pahit, terutama melihat kedekatan Nora dan Noah.

Asher sendiri tampak curiga, tapi memutuskan menepiskan hal tersebut karena tak ingin terlalu peduli dengan masa lalu karyawannya. "Begitukah?"

Nora tersenyum. "Kalau tidak keberatan, saya ingin bicara sebentar dengannya."

Entah kenapa, gerak-gerik Nora membuat Asher sedikit jengkel. Baru juga masuk dan belum memperkenalkan diri, tapi wanita itu sudah berani meminjam sekretarisnya. Namun, mengingat wanita itu adalah calon istri Noah Myers, dia pun menganggukkan kepala.

"Lima belas menit," titah Asher dingin sebelum lanjut berjalan dan duduk di sofa yang berada di seberang daerah Noah duduk tadi.

Nora lantas menarik tangan Laura setelah Asher mengizinkannya.

Setelah sampai di luar, Nora memastikan tak ada orang yang ada di sekitar mereka. Nora langsung memeluk Laura.

"Kakak, bagaimana kabarmu …?" Gadis itu melepaskan pelukannya kepada sang kakak. "Aku sangat mengkhawatirkanmu!"

Melihat raut wajah sedih dan penuh penyesalan adik tirinya, Laura merasa serba salah. Bagaimanapun, wanita itu masih menyimpan kebencian atas kejadian yang menimpa dirinya akibat kelalaian sang adik.

Selain itu, kalau Nora sungguh khawatir, kenapa tidak ada satu pun telepon yang Laura terima dari gadis itu sejak kejadian sampai sekarang!?

"Aku baik-baik saja …," jawab Laura singkat.

Ada banyak pertanyaan yang ingin Laura ajukan pada Nora, tapi sekarang rasanya sudah percuma. Dia tak ingin tahu lagi lantaran tak ada gunanya.

Karena Laura tak berbicara, mata Nora pun berkaca-kaca. Dia menutup wajah dengan kedua tangannya dan mulai menangis.

"Kakak pasti membenciku setelah semua yang terjadi …," ujar Nora membuat Laura terkejut, menjadi semakin serba salah. "Maafkan aku, Kak. Maafkan aku …."

Tangisan Nora membuat sejumlah orang yang baru saja lewat di tempat tersebut melirik dirinya dan Laura. Mereka bahkan tak segan melemparkan wajah tak suka kepada Laura karena mengira wanita itu membuat seseorang menangis.

Dengan senyuman yang dipaksakan, Laura berkata, "Nora, Nora … Kakak tidak membencimu."

Hati Laura sedikit sakit mengatakan hal itu, karena jauh di lubuk hatinya yang terdalam, sebenarnya ada rasa benci yang tersimpan untuk Nora atas bencana yang menimpanya. Namun, dirinya harus menerima kenyataan kejadian malam itu juga terjadi karena kelalaiannya sendiri.

"Sungguh?" Nora mengangkat kepala dan menatap Laura. Melihat kakaknya itu mengangguk, Nora pun tersenyum. "Bagus kalau begitu, aku pikir Kakak akan menyalahkanku karena berakhir menggantikanmu untuk menikahi Noah. Padahal, itu adalah keputusan Papa dan Keluarga Myers! Karena Kak Noah juga setuju, aku juga tidak bisa apa-apa!"

Penjelasan Nora membuat dada Laura gak sesak. 'Ah … jadi … Noah juga setuju.'

Kesedihan di wajah Laura membuat Nora tersenyum. 'Lihat wajahnya … sungguh memuaskan,' batinnya melihat kakak tirinya itu tersiksa.

Dengan senyuman yang semakin dipaksakan, Laura berkata, "Aku tidak masalah. Semoga semuanya lancar sampai acara pernikahan."

Mendengar hal itu, Nora pun tersenyum haru. Kemudian, gadis itu pun melontarkan pertanyaan yang menjadi tujuan utamanya menarik Laura keluar dari ruangan itu, "Kenapa Kakak bisa di sini?"

Laura menjawab dengan senyuman tipis, "Bekerja. Aku adalah sekretaris Tuan Asher."

Sedetik setelah menjawab pertanyaan Nora, Laura melihat wajah adiknya itu berubah agak keruh bercampur khawatir.

"Kakak, aku rasa tidak baik Kakak bekerja di sini. Bagaimana kalau Kakak bertemu dengan anggota Keluarga Myers yang lain dan mereka mencaci Kakak?"

Pertanyaan Nora membuat Laura bingung. "Apa maksudmu?"

Mata Nora membesar. "Kakak tidak tahu? Asher Smith adalah paman Kak Noah."

Laura terbelalak di tempat. "Apa?"

***

"Jadi, apa yang akan kau gunakan untuk bahan dasar dari desain perhiasan itu?" tanya Asher kepada Noah yang terduduk di depannya.

Satu detik, dua detik, lima detik. Tak ada jawaban.

Asher mengangkat pandangan dari desain di tangan dan menyadari pandangan Noah terpaku pada pintu yang tertutup. Hal itu membuat Asher memicingkan matanya.

Sedari awal Noah bertemu dengan Laura, keponakan Asher itu tampak tak bisa fokus sepenuhnya dengan pekerjaan di depan mata. Terlebih sejak Laura pergi keluar ruangan bersama Nora, Noah sudah sepuluh kali melemparkan pandangan ke arah pintu!

Menyadari ada yang salah, Asher pun menutup dokumen di tangan dan memanggil, "Noah." Masih tidak dijawab. "Noah!"

Bentakan Asher membuat Noah tersentak dan mengalihkan pandangan kepada sang paman. "Y-ya, Paman Asher?"

"Ada apa denganmu?"

Sadar dirinya melamun, Noah langsung membenarkan posisi duduknya. "M-maaf, aku sepertinya agak lelah."

Kalimat Noah membuat Asher mendengus. "Jangan berbohong padaku. Selain ibumu, aku adalah orang kedua yang paling mengenalmu," tegasnya. Sembari menyandarkan punggungnya dan menatap lurus mata keponakannya, Asher pun bertanya, "Kenapa kau terlihat begitu terganggu?"

Noah pun menghela napas kasar karena dicecar oleh sang paman. Dia menyisir rambutnya ke belakang dan berkata dengan frustrasi, "Bagaimana aku tidak terganggu, Paman?" Pemuda tampan itu menjelaskan dengan wajah pahit. "Bertemu dengan mantan tunangan yang mengkhianatiku dua minggu sebelum pernikahan, bagaimana mungkin aku bisa tenang?"

Sontak, wajah Asher berubah keruh. "Apa katamu?"

Pandangan Noah terarah pada Asher, bingung karena pamannya itu tampak tidak mengetahui hubungan dirinya dan Laura. "Paman … sekretaris Paman itu adalah mantan tunanganku, Laura Hartley!"

VERARI

Scroll untuk lanjut baca 👋

| 99+
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (235)
goodnovel comment avatar
Arlinda latarng
lanjut dong
goodnovel comment avatar
Nanik
bagus sih tapi ribet
goodnovel comment avatar
Riani Delfiana
koin lagi koin lagi
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Gelora Hasrat sang Presdir   Gelora Hasrat ...

    “Apa ini?” Laura Smith—ibu Claus dan Collin Smith—mendapat sebuah pesan dari nomor tak dikenal yang membuatnya hampir terkena serangan jantung. “Sayang!!! Lihat ini!!” Tangan Laura gemetaran ketika melihat foto terakhir di ponselnya. Asher Smith yang sedang duduk santai sambil membaca koran, langsung membuang surat kabar itu sembarangan. Dia sangat panik mendengar istrinya berteriak. “Apa yang terjadi, Sayang?” Melihat air mata istrinya, pria yang masih menguasai Smith Group itu langsung terbelalak marah. “Siapa yang membuatmu menangis?!” Laura menyerahkan ponselnya sambil terisak-isak. Asher lantas memeluk Laura sambil melihat penyebab istrinya menangis. Sontak, wajah Asher mengernyit. “Siapa ini? Claus? Atau Collin?” “Mana kutahu!! Sebelum ulang tahun Jolie kemarin, mereka sepakat untuk memangkas rambut dengan gaya yang sama!” Asher memeluk istrinya, menepuk punggungnya untuk memberikan ketenangan selagi berpikir. Dia sungguh tak menyangka jika salah satu putra kembar yang s

  • Gelora Hasrat sang Presdir   441. Kehangatan Keluarga Smith

    Laura Smith berjalan keluar dari gedung perusahaan Hartley. Pekerjaannya telah usai saat menjelang jam makan siang.Sudah satu tahun Laura kembali bekerja. Laura tak perlu mengawasi Lana selama seharian penuh lagi.Lana saat ini sudah berusia hampir lima tahun, sedangkan Claus dan Collin pun sudah sekolah. Si kembar cukup bisa diandalkan menjaga adiknya meski terkadang membuatnya menangis. “Di mana Asher?” gumam Laura menanti Asher keluar dari mobil.Di tepi jalan, mobil mewah telah menanti Laura. Biasanya, Asher selalu menunggu Laura di depan pintu masuk kantor. Namun, dia tak melihat tanda keberadaan sang suami di mana-mana.“Kenapa malah anak-anak yang datang ke sini?” Laura gegas menghampiri mereka.Dua anak lelaki tampan dan berwajah serupa membuka pintu di kedua sisi mobil bagian belakang. Claus membantu adik perempuannya yang memakai gaun putih turun dari mobil. Si kembar kemudian menggandeng Lana di kanan dan kiri secara protektif. Seakan-akan tak ingin ada satu pun orang men

  • Gelora Hasrat sang Presdir   440. Hanya Asher

    Laura sudah menduga sejak awal saat dirinya melahirkan bayi perempuan. Asher pasti akan menjadi papa yang banyak membatasi pergerakan putri mereka. Dengan Rachel pun, Asher seperti ayah kandung yang selalu menegur setiap kali ada kesempatan. Laura takut membayangkan masa depan putrinya tidak akan bisa bebas, atau sulit mencari kebahagiaan yang diinginkannya karena tekanan dari Asher.Namun, kata-kata Asher yang menyatakan bahwa putri mereka tak akan berteman dengan siapa pun, Laura kali ini menyetujuinya. Setidaknya, untuk situasi sekarang.“Putri kami bahkan masih belum bisa melihat dengan jelas. Sebaiknya, kita membicarakan masalah teman bermainnya kalau dia sudah agak dewasa,” kata Laura kepada para nyonya besar yang hadir di pesta.Bukan hanya Asher yang diserang oleh tamu-tamu mereka, Laura pun demikian. Berbeda dari si kembar, jika putra mereka menjadi bagian dari Smith Group, besar kemungkinan dia bisa menduduki posisi tinggi tanpa bersusah payah, dan hanya karena menjadi suami

  • Gelora Hasrat sang Presdir   439. Hanya Milik Asher

    Lana Smith, putri pertama Asher dan Laura ditidurkan di tengah-tengah ranjang di kamar yang kini telah diubah sepenuhnya menjadi bernuansa merah muda. Asher, Claus, dan Collin tidur tengkurap mengelilinginya dan tak jenuh memandang bayi itu layaknya harta karun yang tak ternilai harganya.“Bibirnya bergerak-gerak, Papa,” bisik Collin.“Aduh … aku baru saja berkedip! Aku tidak melihatnya,” sesal Claus bermuram durja.“Nanti pasti bergerak lagi. Jangan terlalu keras bicara, Claus,” tegur Asher lirih.Claus cemberut dan hampir menyentuh pipi adik bayinya. Namun, Asher lekas mencegah dengan decapan dan menunjukkan tatapan tajam padanya.“Aku ingin menggendong adikku, Papa,” pinta Claus memelas.“Tidak boleh. Lana masih berusia dua hari lebih empat jam. Kau bisa menjatuhkan Lana.”Sejak diperbolehkan melihat bayi itu, mereka bertiga senantiasa mengamatinya dengan posisi sama. Asher mencatat setiap gerakan kecil Lana, sedangkan Claus dan Collin akan memberi tahu ketika dirinya sedang melakuk

  • Gelora Hasrat sang Presdir   438. Harapan Laura dan Asher

    Waktu berlalu dengan cepat. Perut Laura kini telah membesar dan hampir melahirkan.Asher dan Laura sepakat untuk tidak mencari tahu jenis kelamin bayi mereka karena pertentangan pendapat. Namun, dokter tetap memberi tahu bahwa bayi di dalam rahim Laura kali ini hanya ada satu.Asher meyakini bahwa bayinya berjenis kelamin perempuan, sedangkan Laura yakin bahwa anaknya lelaki. Sementara itu, orang-orang di sekeliling mereka pun memperdebatkan hal yang serupa dan tak ada yang menebak sama. Karena itu, kamar untuk bayi mereka juga dipersiapkan setengah untuk perempuan, setengah lagi untuk laki-laki.“Sayaaaang!” seru Asher dari koridor.Laura yang saat ini berada di kamar Claus dan Collin bersusah payah bangun untuk menyambut Asher yang baru saja pulang dari kerja. Simon gegas membantu Laura berdiri dan menuntunnya ke depan pintu.Rupanya, Asher masih jauh dari kamar itu dan hanya suaranya yang terlalu keras memanggil dirinya. Melihat sang istri kesulitan menegakkan badan, Asher gegas

  • Gelora Hasrat sang Presdir   437. Tawa Lepas

    “Hanna, apakah aku-”Hanna berjalan melewati Simon dan tak ingin mendengar penjelasan apa pun sekarang. Dia masih kecewa karena ternyata hanya dirinya yang menganggap Simon sebagai keluarga.Simon mengusap wajah dengan kasar, lalu berbalik menyusul Hanna. “Aku harus segera menjelaskan kesalahpahaman ini.”Hanna sudah hampir masuk ke mobil sambil bercakap-cakap dengan Laura. Melihat cara bicara Laura yang sambil melihat dirinya, Simon takut jika Hanna mengadukannya.Simon tak berani mendekat. Kemudian masuk ke pintu mobil di arah yang berlawanan dari mereka.Dalam perjalanan ke tempat wisata lain, Hanna sekali pun tak melihat Simon. Saat mengurus Claus dan Collin yang duduk di antara mereka dan harus menghadap Simon, Hanna selalu menunduk atau melihat ke arah lain.Hanna benar-benar mengacuhkan Simon sampai hari berikutnya. Dia selalu berkumpul dengan orang lain dan enggan duduk hanya berdua dengan Simon ketika mengasuh Claus dan Collin.Simon tak tahan lagi! Hari ketiga liburan merek

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status