Collin menggenggam tangan Nadine sepanjang jalan pulang. Dia sebenarnya tak keberatan menghabiskan waktu lebih lama di rumah Nadine jika Travis tak butuh bantuan membuka cabang baru restoran.Di tempat ini begitu sepi dan nyaman. Pikirannya lebih tenang, apalagi ada Nadine di sisinya. Kecuali, ketika mereka harus menghadapi Claus Smith.“Dari mana saja kau?” Claus menanti di depan rumah, sepertinya baru saja menerima panggilan telepon seseorang.“Jalan-jalan,” balas Collin acuh tak acuh.“Ikut denganku sekarang! Billy Volker menghubungiku terus, minta dibawakan lobster mutiara yang susah dicari! Menyebalkan sekali … dia maunya yang baru saja diambil dari laut!”“Itu urusanmu! Kenapa aku yang harus repot?” Collin tersenyum pada Nadine ketika membantu istrinya itu menapak satu anak tangga di teras rumah yang tidak seberapa tinggi. “Hati-hati … jangan sampai tersandung. Kakimu masih sakit.”Claus memukul pelan belakang kepalanya sendiri sambil tertawa tanggung melihat tingkah saudara kem
Nadine membawakan rantang makanan untuk Collin. Dia sudah menduga di mana Collin sekarang dan menemukannnya berbaring sambil mengompres mata dengan botol air mineral dingin.“Kenapa malah tidur di sini? Apa di rumahku tidak nyaman?”Collin terperanjat. Dia langsung duduk sambil menunduk, pura-pura merapikan celana, tapi hanya ingin menghindari tatapan Nadine agar tak melihat mata bengkaknya.“Aku cuma ingin menikmati pemandangan di sini. Pulanglah dulu. Aku akan kembali beberapa menit lagi.”Nadine duduk sambil meletakkan rantang. Collin terkejut ketika Nadine mengulurkan kacamata hitam.“Pakailah. Sinar matahari yang terlalu terik bisa merusak mata.”Collin buru-buru memakai benda penyelamat itu. Dia akhirnya bisa menatap wajah istri yang sangat dirindukan, setelah berpisah selama setengah jam.“Ayah dan kakak ipar sedang makan. Kalau kau tidak mau makan di rumah, aku akan menemanimu makan di sini.”“Aku sudah sarapan makanan ringan. Tadinya, aku mau ikut salah satu kapal nelayan men
Collin benar-benar bersyukur tak jadi membangunkan Nadine semalam. Jika mereka melakukan malam pertama saat wajahnya tak enak dipandang, Nadine mungkin akan menyesali malam pertama mereka suatu saat nanti.“Aku harusnya memakai kacamata sebelum keluar!”Beruntung, area itu tidak banyak orang. Collin tak perlu susah payah menunduk sepanjang jalan.Collin pergi ke minimarket terdekat untuk membeli minuman dingin dan beberapa menu sarapan. Kemudian ke gubuk di tepi pantai untuk menghabiskan sarapan sendiri dan mengompres matanya yang bengkak.“Aku ingin makan bersama Nadine. Claus pasti sedang membicarakanku. Aku yakin, dia pasti hanya mengatakan omong kosong tentangku,” keluh Collin.Tebakan Collin sangat akurat!Claus saat ini sedang menanti sarapan selagi Nadine memasak. Dia terus mengamati kegiatan Nadine sambil mengambil beberapa fotonya untuk diberikan kepada Angela.“Nadine, kalau kembali nanti, kau harus banyak-banyak bergaul dengan istriku.”“Baik, Tuan,” jawab Nadine, tak begit
Kegaduhan di luar membangunkan Collin. Dia membuka mata yang terasa sakit dan tebal.Collin mengedip-ngedipkan mata sambil mengambil ponsel di dekat kakinya. Ia bergerak pelan supaya Nadine tak terbangun.Setelah melihat wajahnya dari kamera depan di ponselnya, Collin terbelalak. Kelopak matanya tampak bengkak!‘Astaga! Apa-apaan wajah ini?! Apa Nadine semalam melihat wajahku yang seperti ini?’Sangat memalukan … seorang pria dewasa yang seharusnya dapat diandalkan malah menangis terisak-isak di depan istrinya! Collin bergegas turun dari kasur sebelum Nadine bangun dan melihat kondisi matanya. Dia harus mencari cara untuk menyembuhkan bengkak di kelopak mata yang baginya tampak memalukan.Namun, Nadine bergerak menggeliat saat kaki Collin menapak lantai. Pria itu menahan napas sambil menatap wajah cantik istrinya yang rupanya masih tertidur, lalu menghela napas setelahnya.Sampai di luar kamar, Claus masih mengomel-ngomel sambil berbaring meringkuk, entah apa yang diracaukan saudara
Nadine bergerak gelisah. Di kasur yang sempit dan posisi saling memeluk, Collin dapat merasakan setiap inci lekukan tubuh Nadine walau tertutup kain. Apalagi, entah sadar atau tidak, Nadine sering menekan area sensitifnya.Dengan posisi seperti itu, Collin bisa membayangkan bagaimana lekukan indah istrinya. Di atas terasa begitu menonjol, pinggangnya ramping, dan kulitnya sangat mulus.Collin menelan ludah sambil menggertakkan gigi. Dia kemudian membayangkan duduk di tepi pantai bersama Nadine, di bawah mentari pagi yang hangat seperti cinta yang harusnya dia rasakan.Namun, gerakan Nadine membuat bayangan menenangkan itu lenyap seketika. “Ada apa, Nadine? Apa kau tidak bisa tidur?”Nadine mendongak, menatap dahi Collin yang sedikit berkeringat. Badan Collin memanas akibat sentuhan Nadine. Namun, dia masih tersenyum tenang, seolah-olah tak merasakan apa pun.“Sayang, bolehkah aku melepas jaketku? Rasanya agak tidak nyaman,” pinta Nadine dengan suara serak mengantuk. Tampaknya, dia t
Pertanyaan bodoh macam apa itu? Tentu saja, Collin sangat mau!Akan tetapi, Collin sadar diri. Badannya cukup besar untuk tidur di ranjang sempit itu.“Nanti kau tidak nyaman berbagi ranjang denganku. Tidak apa-apa. Aku tidur bersama Claus saja. Istirahatlah yang nyenyak.”Nadine melepaskan lengan Collin. Beralih memelintir ujung bawah kaos Collin. Dia sedikit khawatir, Collin diam-dian akan pulang saat dia tidur.“Katanya, kau merindukanku. Aku … ingin tidur sambil memelukmu,” pinta Nadine sangat lirih. “A—Apa?” Collin mendengar samar, tapi dia tak yakin seorang Nadine akan mengatakannya lebih dulu!“Tidurlah di sini. Di ruang tamu tidak ada tempat lagi untukmu.” Nadine mengulang dengan suara yang lebih keras, tapi berbeda kata dengan sebelumnya. Collin sedikit kecewa karena mau mendengar keinginan Nadine lagi, tapi dia tetap senang karena tahu Nadine ingin tidur memeluknya.“Apa … tidak masalah …?”Collin jadi malu, menggosok rambut belakangnya dengan canggung.“Iya … tapi, sebaikn