Share

6. Predator

“Ya, marahlah padaku. Lalu maki aku dengan suara manismu itu. Karena selanjutnya, aku hanya akan membuatmu mendesah karena merasakan kenikmatan yang belum pernah kau rasakan,” ucap Gerald lalu mulai mencumbu Viola. Tamat sudah, Viola benar-benar diterkam oleh predator.

Viola yang sama sekali tidak memiliki pengalaman dalam hubungan dengan lawan jenis, apalagi dalam berhubungan seks tentu saja tidak bisa mengimbangi serangan Gerald. Ia bahkan tidak bisa mencuri napas saat Gerald menciumnya dengan ganas, untungnya Gerald masih memiliki sedikit kebaikan hingga dirinya melepaskan ciuman tersebut guna memberikan kesempatan pada Viola untuk mengisi paru-parunya dengan oksigen. Tentu saja, salah satu tangan Gerald masih sibuk menggoda bagian intim Viola yang mulai bereaksi sesuai dengan harapan Gerald. Ia menyeringai saat melihat Viola yang menggeliat berusaha menjauhkan dirinya dari sentuhan ahlinya.

Sayangnya, dengan kedua tangannya yang terikat, tentu saja Viola tidak bisa melarikan diri dari Gerald. Dengan mudahnya, Gerald terus bermain dengan tubuh Viola yang polos. Tubuh Viola menunjukkan respons yang cepat pada semua sentuhan Gerald. Reaksi yang jelas hanya diberikan oleh seorang gadis yang belum ternoda. “Kau lebih baik daripada apa yang kubayangkan,” ucap Gerald lalu kembali merentangkan kaki Viola dan memberikan sentuhan yang lebih gila daripada sebelumnya.

Viola menjerit dan menangis keras. Ia tidak mau diperlakukan seperti ini oleh Gerald. Sayangnya, tubuhnya beraksi berbeda dengan apa yang ia pikirkan. Tubuh Viola malah merespons baik seakan-akan meminta Gerald untuk melanjutkan semua hal yang ia lakukan. Hingga di satu titik, Viola merasakan Gerald menyentuh sesuatu yang menjadi kunci dari ledakan sensasi yang menggetarkan tubuh Viola. Tubuh Viola melenting dengan indahnya dalam beberapa detik, lalu melemas dan terbaring tanpa daya di tengah ranjang luas tersebut. Napas Viola terengah-engah seakan-akan dirinya sudah berlari puluhan kilometer. Tubuhnya yang hampir sepenuhnya telanjang tampak mulai basah oleh keringat yang membuatnya terlihat semakin indah.

Gerald menarik diri dari kegiatannya. Ia mengusap bibirnya dengan gerakan sensual yang membuatnya terlihat semakin seksi saja, dan menyeringai menatap Viola yang benar-benar sudah tidak berdaya. Gerald pun menunduk menindih tubuh Viola. Gerald berbisik, “Bukankah pemanasannya terasa menyenangkan?”

Tentu saja Viola tidak menjawab. Gadis muda satu itu tampak memerlukan banyak waktu untuk membuat dirinya sadar sepenuhnya dari hantaman sensasi asing yang belum pernah ia rasakan. Gerald tidak memberikan waktu bagi Viola untuk sadar, ia segera menarik bra tipis yang dikenakan oleh Viola hingga buah dada yang tampak indah itu terpampang dengan jelasnya di depan mata Viola. “Tidak terlalu besar, sesuai dengan perkiraanku. Tapi, aku bisa membuatnya tumbuh besar dalam waktu singkat,” ucap Gerald sebelum melakukan sesuatu yang membuat bulu kuduk Viola merinding saat itu juga.

Gerald menyapukan lidahnya di dada Viola, gerakannya sensual dan berpengalaman untuk mempermainkan gadis yang sama sekali tidak memiliki pengalaman dalam hal tersebut. Viola kembali menangis dan memohon untuk dilepaskan. Namun, Gerald sama sekali tidak mendengarnya. Setelah puas bermain dengan dada Viola. Gerald segera berpindah untuk memposisikan diri guna melakukan penyatuan dengan Viola. Tentu saja, Viola yang sudah mendapatkan kesadarannya kembali berusaha untuk menghindari Gerald, sayangnya hal itu sia-sia. Dengan kedua tangannya yang kekar, Gerald menahan kedua kaki Viola yang lembut agar tetap memberikan akses baginya. Tanpa berbelas kasih, Gerald pun menyatukan tubuh mereka dalam sekali percobaan.

“Argh, tidak!” teriak Viola dengan penuh rasa sakit. Sayangnya, sang predator sama sekali tidak tersentuh dengan tangisan penuh rasa sakit Viola, ia malah menggeram menikmati sensasi yang tengah memeluk seluruh tubuhnya.

Gerald mencengkram rahang Viola dan berbisik, “Mulailah mengerang, Manis.”

***

Dafa masih saja berusaha untuk mencari jalan bertemu atau setidaknya menghubungi Alex. Sayangnya, ia sama sekali tidak menemukan satu pun cara. Ia mengurut pelipisnya dengan frustasi. Ia duduk di bangku taman belakang kediamannya yang mewah. Sebisa mungkin, Dafa berusaha untuk menghindar bertemu dengan Ezra. Karena Dafa tidak yakin mengenai apa yang akan ia lakukan pada sahabatnya itu. Jelas, saat ini Dafa masih sangat marah pada Ezra. Meskipun Ezra melakukan hal itu sebagai kesalahan yang tidak disengaja, tetapi jika saja Ezra mendengar nasehat orang-orang di sekitarnya untuk tidak terlalu larut dalam kesedihan dan terus menghabiskan waktu dengan mabuk di bar, maka Viola tidak mungkin bernasib seperti ini.

“Dafa.”

Dafa menoleh dan melihat Farrah yang berdiri di dekat kursi taman yang tempati. Farrah pun duduk di samping Dafa dan bertanya, “Apa belum menemukan cara untuk menyelamatkan Viola?”

Dafa menghela napas panjang dan menggeleng dengan rasa bersalah yang semakin menjadi saja. “Belum. Semuanya buntu. Aku bahkan tidak bisa menemukan informasi mengenai orang yang sudah membawa Viola,” ucap Dafa benar-benar merasa sangat frustasi dengan situasi yang tengah terjadi ini.

Farrah tampak begitu gelisah. Ia tampak berpikir beberapa saat sebelum berkata, “Ezra juga tidak baik-baik saja. Ia terlihat sangat menyesal.”

“Itu hal yang memang seharusnya terjadi. Jika ia tidak merasa menyesal, maka hatinya sekeras batu. Saat ini, tidak ada satu pun di antara kita yang bisa menebak hal apa yang terjadi pada Viola. Ia dijual pada orang yang bahkan tidak kita kenal, dan entah apa niat orang itu membeli Viola pada pemilik Bar,” ucap Dafa dengan penuh emosi.

Farrah menyentuh tangan Dafa yang terkepal dan berkata, “Viola itu gadis yang kuat. Dia pasti bisa bertahan di situasi tersulit sekali pun.”

Tentu saja saat ini Farrah berusaha untuk memberikan dukungan pada Dafa, sekaligus menenangkan Dafa yang ia ketahui sangat marah atas masalah yang menimpa Viola. Dafa menarik tangannya dari Farrah, secara jelas menunjukkan batasan sentuhan fisik. Dafa menghela napas panjang dan berkata, “Terima kasih karena sudah membuatku mengingat bahwa Viola adalah gadis yang tangguh. Sebaiknya kita ke dalam. Ibu dan Ayah pasti akan cemas jika kau terlalu lama berada di luar seperti ini.”

Setelah mengatakan hal itu, Dafa pun bangkit dan berniat untuk masuk ke dalam rumahnya. Karena mereka sudah berteman cukup lama, kedua orang tua Dafa juga sudah sangat mengenal Farrah. Hal itulah yang membuat Farrah bisa leluasa masuk dan menemui Dafa seperti tadi. Namun, Farrah tampaknya enggan untuk meninggalkan taman itu. Ia berkata, “Aku akan masuk beberapa saat lagi. Aku ingin melihat bintang. Langit mala mini terlihat sangat indah.”

Meskipun mendengar hal itu, Dafa hanya mengangguk dan memilih untuk masuk ke dalam rumahnya tanpa berniat untuk menemani Farrah. Setelah Dafa benar-benar pergi, saat itulah Farrah tanpa ragu menunjukkan ekspresi terluka. Tentu saja Farrah terluka karena Dafa sama sekali tidak menatapnya dan hanya fokus pada Viola seorang. Harga diri Farrah sebagai seorang wanita terasa begitu terluka karena Dafa bahkan sama sekali tidak tertarik padanya. Farrah menggigit bibirnya dengan kuat menahan gejolak amarah yang saat ini dirinya rasakan. Ia mendongak menatap langit malam yang benar seperti perkataannya, tampak indah karena bintang yang bersinar dengan terangnya.

“Langit malam saja tampak begitu baik-baik saja, bahkan terlihat sangat indah. Bukankah ini pertanda alam jika kondisi saat ini sangat tepat. Aku berharap, tidak perlu ada yang perlu berubah lagi,” ucap Farrah sebelum bangkit dari duduknya dan berbalik melangkah menyusuri jalan setapak menuju rumah Dafa.

“Aku berharap, kau tidak pernah kembali, Viola,” bisik Farrah.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status