Viola mengedipkan matanya, tetapi tidak berusaha untuk bergerak dari posisinya saat ini. Masih seperti sebelumnya, setiap membuka mata Viola masih saja berada di ruangan pengap yang terasa lembab ini. Tanpa cahaya matahari, tanpa bisa ke luar dan mengetahui keadaan sekitar, Viola hanya bisa menghitung hari dari makanan yang ia terima secara rutin tiap harinya. Tentu saja, Viola masih memiliki asa untuk melarikan diri dari tempat mengerikan ini. Namun, tubuh Viola terasa begitu lemah. Setiap harinya, Viola selalu dientuh oleh Gerald yang seganas predator memangsa targetnya. Dua hingga tiga jam setelah Viola selesai makan malam, Gerald selalu datang dan membuat Viola begadang melayani Gerald di atas ranjang.
Semenjak itulah, Viola sama sekali tidak bisa tidur tenang. Ia hanya memejamkan mata dan terlelap karena tubuhnya menjerit meminta untuk segera istirahat. Lalu sekarang, rasanya Viola benar-benar tiba di ambang batas. Tubuhnya terasa begitu remuk, dan Viola tidak akan sanggup jika Gerald kembali memaksa untuk menyentuhnya. Viola menahan diri untuk tidak menangis, ia meringkuk dan berusaha untuk menguatkan dirinya sendiri. Saat ini, Viola sama sekali tidak bisa bergantung pada siapa pun, dan menangis hanya membuat kondisi tubuh dan suasana hatinya semakin memburuk. Di tengah usaha Viola membangkitkan semangatnya, Viola mendengar dinding samping ruanganya di ketuk.
“Apa kau tau? Kau memecahkan rekor. Aku harus mengucapkan selamat padamu. Sebelumnya, Tuan sama sekali tidak pernah menghabiskan malam beruntun hanya dengan seorang wanita. Ia mudah bosan, dan hanya akan sesekali mengunjungi, entah itu untuk bermain seks, atau menyiksa para wanita.”
Viola mendengar suara wanita yang bernasib sama dengannya, dan kebetulan di kurung tepat di ruangan yang bersebelahan dengannya. Hanya dengan berbicara dengan suara yang lebih keras, mereka bisa saling berbicara walaupun tidak saling bertatap muka. Viola pun memerah, saat merasa malu karena menyadari wanita itu bisa mendengar semua erangan dan kegiatan apa yang beberapa hari kebelakang dilakukannya dengan Gerald. Namun, Viola sama sekali tidak berusaha untuk mengatakan apa pun. Ia mencoba untuk menghemat tenaganya yang rasanya hanya tersisa beberapa persen lagi.
“Karena kita benar-benar bernasib sama, mau berteman? Aku Lia, siapa namamu?”
Namun, lagi-lagi Viola sama sekali tidak menjawab. Viola tidak ingin terikat apa pun dengan orang di sini, terutama dengan Gerald. Hal yang Viola inginkan adalah segera ke luar dari tempat ini dan kembali ke rumahnya, dan hidup normal seperti sebelumnya. Viola menggigit bibirnya, merasakan air matanya akan kembali menetes. Viola menahan dirinya sebisa mungkin.
“Apa kau tidak mau berbicara denganku? Bukankah sebelumnya kau berusaha untuk mengorek informasi dariku?”
Untuk kesekian kalinya, Viola mengabaikan perkataan Lia. Menurut Viola, Lia hanya tengah mempermainkannya. Jika benar Lia ingin membantunya, Lia pasti sudah memberikan bantuan sejak awal. Setidaknya, Lia akan memberikan sedikit informasi yang bisa membuat Viola ke luar dari tempat ini sebelum kejadian sangat buruk terjadi. Meskipun saat ini Viola masih memiliki keinginan yang sangat besar untuk melarikan diri dari Gerald, tetapi rasanya sangat sulit bagi Viola untuk menerima bantuan Lia yang sebelumnya sudah secara dingin mengabaikan dirinya.
“Ah, apa mungkin sekarang kau sudah kehilangan harapan untuk ke luar dari tempat ini? Jangan merasa seperti itu. Mau aku beri tau cara untuk itu? Meskipun kau tidak menjawab pertanyaanku, aku akan tetap memberitahumu. Menunggu. Kau hanya perlu menunggu hingga Gerald merasa bosan padamu. Jika mau dia lebih cepat merasa bosan padamu, cobalah untuk menuruti apa yang ia inginkan dengan patuh. Maka rasa bosan itu akan datang lebih cepat.”
***
Gerald menatap Viola yang dengan patuh memakan makan malam yang dibawakan oleh Gerald ke dalam ruangannya. Tentu saja, apa yang dilakukan oleh Viola ini berbanding terbalik dengan apa yang dilakukan oleh Viola sebelumnya. Kepatuhan yang jelas terasa sangat mencurigakan. Namun, Gerald sama sekali tidak mengatakan apa pun. Ia hanya mengamati Viola yang makan dengan terburu-buru dengan keadaan tubuh yang menggigil pelan. Masih seperti sebelumnya, Viola hanya mengenakan satu set pakaian dalam yang tentunya menunjukkan sebagian besar kulit putih pucatnya yang dihiasi bercak keunguan hasil karya Gerald.
“Pelan-pelan,” ucap Gerald dingin merujuk pada cara makan Viola.
Viola menuruti apa yang dikatakan oleh Gerald dan makan perlahan. Setelah itu, hening. Viola fokus menghabiskan makan malamnya. Setelah menghabiskan makanannya, Viola pun terdiam saat Gerald mengambil nampan makanannya, dan merain wajah Viola. Viola yang berpikir jika Gerald akan segera menciumnya, memilih untuk memejamkan matanya erat-erat. Apa yang dipikirkan benar adanya. Gerald menempelkan bibirnya pada bibir lembut Viola, tetapi hal yang mengejutkan terjadi. Gerald mengigit bibir bawah Viola dengan cukup keras dan membuat Viola seketika membuka matanya. Gerald pun melepaskan Viola dan kembali duduk di kursinya.
“Apa yang kau rencanakan?” tanya Gerald.
“A, Apa maksud Tuan?” tanya balik Viola dengan gugup. Gerald bisa menilai jika Viola sama sekali tidak memiliki bakat untuk berbohong.
“Entah kenapa aku tidak suka saat kau memanggilku seperti itu. Panggil aku dengan namaku,” ucap Gerald.
Meskipun tidak menggunakan nada paksaan, tetapi Viola tahu jika apa yang diinginkan oleh Gerald harus Viola patuhi. “Ba, Baik,” jawab Viola.
“Sekarang jawab pertanyaanku, apa yang tengah kau rencanakan?” tanya Gerald lagi mengulang pertanyaannya.
“A, Aku tidak paham dengan apa yang kamu maksud,” ucap Viola bersikukuh tidak mau menjawab pertanyaan Gerald dengan jujur.
“Ah, begitukah?” tanya Gerald sembari memicingkan kedua matanya.
“Kau sama sekali tidak memiliki bakat untuk berbohong Viola. Katakan dengan jujur, apa yang kau rencanakan dengan berpura-pura patuh padaku? Asal kau tau, kau sama sekali tidak cocok terlihat patuh seperti ini. Kau lebih baik memberontak, menjerit dan mengamuk seperti biasanya,” ucap Gerald membuat jantung Viola berdebar dengan rasa antusias. Apa yang dikatakan oleh Lia memang benar. Ternyata Gerald lebih menyukai wanita yang memberontak padanya. Jika Viola bisa terus berperan menjadi seorang wanita yang patuh, maka dirinya tidak akan lama berada di sini. Gerald akan membuangnya, dan itu artinya Viola bisa hidup bebas. Viola bisa kembali ke kehidupan lamanya yang nyaman.
“A, Aku hanya tidak ingin melawan lagi,” ucap Viola lalu mengalihkan pandangannya menolak untuk menatap kedua mata Gerald yang seakan-akan bisa menembus kepalanya dan membaca apa yang saat ini tengah Viola pikirkan.
“Baiklah. Mari kita buktikan, akan seberapa menurut dirimu, Viola,” ucap Gerald lalu melucuti pakaiannya dan menindih Viola yang mematung. Ia kira, Gerald akan muak saat mendengar jawabannya dan pada akhirnya pergi meninggalkan dirinya. Namun, Gerald malah berusaha untuk menyentuhnya kembali. Tentu saja, Viola tidak memiliki pilihan, selain membiarkan Gerald untuk menyentuhnya sesukanya dan tidak boleh memberikan penolakan sedikit pun, karena hal itu akan membuat Gerald curiga terhadap apa yang sudah Viola katakan sebelumnya.
Sayangnya, Viola sama sekali tidak tahu jika Gerald sejak awal memang sudah tahu apa yang direncakan olehnya. Begitu berhasil menyatukan diri dengan Viola, Gerald menggeram merasakan sensasi menakjubkan yang hanya bisa ia rasakan saat menggauli Viola. Sensasi panas tersebut juga dirasakan oleh Viola yang tampak menggeliat, masih belum bisa beradaptasi dengan milik Gerald yang memenuhinya. Viola terengah-engah, bahkan sebelum Gerald melanjutkan kegiatan memacu gairah tersebut.
Gerald menunduk dan berbisik tepat di depan bibir Viola, “Jika kau berpikir, menurut padaku bisa membuatmu cepat aku buang, kau salah besar, Viola. Aku akan memastikan, jika kau tidak akan pernah mengingat rumahmu, bahkan melupakan jalan untuk pulang. Kau, akan selamanya berada di sini.” Saat itulah Viola sadar, jika langkah yang ia ambil salah besar. Ia terjebak.
"Ibu, Malvin ingin piknik," ucap Malvin yang sudah berusia lima tahun sembari bermanja di atas pangkuan sang ibu.Viola yang mendengar hal itu tersenyum dan mengangguk. "Kita akan piknik. Tapi, Malvin mau berjanji sesuatu pada Ibu terlebih dahulu?" tanya Viola.Malvin lalu duduk dengan tenang di atas pangkuan Viola yang tengah duduk sembari bersandar di ruang bersantai. "Janji apa, Ibu?" tanya Malvin."Malvin mau janji untuk bersikap lebih baik pada teman-teman Malvin di kelompok bermain?" tanya Viola sembari tersenyum dan mengusap kening putranya yang tumbuh tampan serta cerdas.Malvin yang mendengar hal itu mengernyitkan keningnya. Ia jelas tidak mau berjanji, karena ia sama sekali tidak menyukai teman-temannya yang berada di kelompok bermain. Tentu saja, hal itu bisa terbaca dengan mudah oleh Viola. Namun, Viola sama sekali tidak berkata apa pun. Ia mengamati putranya dalam diam, membiarkannya untuk mempertimbangkan jawaban seperti apa yang akan ia berikan padanya. Malvin ini meman
"Apa kepalamu sudah tidak apa-apa?" tanya Viola pada Evelin yang saat ini tengah menatap gemas pada Malvin.Kini keduanya tengah berada di taman kediaman Dalton yang indah. Viola memang sengaja membawa Malvin ke luar ruangan untuk menikmati waktu berjemur. Malvin malah terlihat bergaya dengan kacamata hitam yang ia kenakan. Bayi itu tampak tertidur lelap dalam pelukan Viola, seolah-olah tidak peduli dengan apa yang terjadi di sekitarnya. Hal itulah yang membuat Evelin yang melihat Malvin merasa begitu gemas padanya. Namun, Evelin tahu jika dirinya tidak boleh mengganggu tidur si bayi tampan. Evelin menatap Viola dan mengangguk. "Lukanya sudah benar-benar sembuh. Tapi aku masih dianjurkan untuk istirahat. Aku tidak bisa mengoperasi sebelum lolos evaluasi yang memastikan jika semua sarafku baik-baik saja," ucap Evelin.Tentu saja Viola yang mendengarnya merasa sangat bersyukur, tetapi di sisi lain juga merasa sangat bersalah. Karena Evelin tidak akan mendapatkan luka seperti itu jika ti
"Apa kau tengah memikirkan pria bodoh itu?" tanya Gerald saat menarik pinggang Viola lebih mendekat padanya. Saat ini, keduanya tengah berada di atas ranjang, setelah memburu kenikmatan duniawi. Dokter memang sudah memberikan izin pada Gerald untuk menyentuh Viola, mengingat Viola sudah benar-benar pulih setelah persalinannya. Tentu saja, Gerald sama sekali tidak membuang waktu dan segera meminta jatah dari istrinya itu. Setelah sekian lama berpuasa, Gerald agaknya lupa diri dan menahan Viola semalaman di atas ranjang. Untungnya, Malvin sama sekali tidak terbangun sepanjang malam. Seakan-akan Malvin tahu jika sang ayah perlu mendapatkan jatah untuk dimanjakan oleh sang ibu. Viola yang mendengar pertanyaan itu tentu saja mengernyitkan keningnya. Tanpa berbalik, Viola yang masih dipeluk oleh Gerald segera bertanya, "Apa maksudmu?"Mendengar pertanyaan Viola, Gerald pun kesal. Ia menari Viola untuk berbaring terlentang dan menangkangi Viola sembari menatapnya tajam. "Jadi, benar? Kau me
Viola selesai menyusui Malvin. Ia menciumi Malvin yang sudah kembali tidur dengan begitu gemas, sebelum menyerahkan Malvin pada perawat yang bertugas untuk membawa Malvin kembali ke ruang observasi. Malvin memang sudah tidak lagi harus berada di dalam incubator. Namun, kondisinya masih belum memungkinkan untuk meninggalkan rumah sakit. Dokter harus mengawasi dan memerika kondisinya, setidaknya untuk tiga hari ke depan. Begitu para perawat pergi dengan membawa Malvin, Viola sudah menatap Gerald dan Bram yang sejak tadi hanya saling berbisik, tanda jika pembicaraan mereka tidak boleh diketahui oleh Viola. Bram memang memasuki ruang rawatnya tepat Viola selesai menyusui Malvin.Baru saja Viola akan mengeluh, seseorang yang tak terduga datang ke ruangan tersebut. Orang tersebut tak lain adalah Dafa yang duduk di kursi roda, dan Dani yang mendorong kursi tersebut. Viola terlihat sangat terkejut dengan kondisi Dafa yang memang belum sehat sepenuhnya. Gips bahkan masih membalut tangannya. Ge
Dafa membuka matanya dan disambut dengan pemandangan di mana ibunya menangis dan ayahnya yang berusaha untuk menenangkan istrinya. Dafa pun mengalihkan pandangannya ke sekitar ruangan di mana dirinya berada, dan yakin jika kini dirinya tengah berada di rumah sakit. Sedetik kemudian, Dafa pun meringis merasakan sakit pada tubuhnya. Lalu Dafa pun mengingat kejadian menegangkan saat dirinya membantu upaya penyelamatan Viola. Ia sengaja menghentikan mobilnya tepat di tengah jalan yang akan dilalui oleh Farrah dan Ezra. Karena itu adalah satu-satunya cara menghentikan mereka. Dafa tidak peduli walaupun dirinya harus mengorbankan dirinya. Hal yang ia pikirkan adalah keselamatan Viola."Sayang, kau sudah sadar? Astaga, Dani panggilkan dokter," ucap Gina panik meminta suaminya untuk segera memanggilkan dokter.Saat ini, kondisi Dafa memang sangat memprihatikannya. Karena kecelakaan itu, separuh tubuhnya terhimpit oleh badan mobil yang ringsek. Tulang rusuk dan tangannya patas, dan salah satu k
“Dapat!” seru seseorang yang sebelumnya berkutat dengan komputernya dengan penuh konsentrasi.Gerald yang mendengar hal itu segera meminta orangnya untuk mengirimkan apa yang ia dapat pada ponselnya. Bram segera berlari menyiapkan mobil dan pasukan, sementara Dafa masih merasa takjub dengan apa yang ia lihat. Ia tidak menyangka jika Gerald benar-benar sangat jauh dari jangkauannya. Selain kaya raya dan memiliki kekuasaan yang terbantah, ternyata Gerald juga memiliki basis pertahanan internet yang sangat kuat.Gerald memiliki puluhan ahli dalam bidang data dan internet yang pantas saja dahulu Dafa kesulitan untuk menemukan keberadaan Viola. Bahkan, Alex yang dimintai bantuan oleh Dafa hingga saat ini tidak pernah terlihat lagi setelah memberikan peringatan pada untuk tidak mengusik orang yang berada di balik semua kejadian yang menyulitkan itu.Dafa pun mengikuti langkah orang-orang yang mulai berpacu dengan waktu. Persembunyian Farrah sudah ditemukan