Home / Horor / Gerbang Neraka: Desa Terakhir / Bab 101 : Dunia yang Tidak Mengenal Mereka

Share

Bab 101 : Dunia yang Tidak Mengenal Mereka

Author: Rafi Aditya
last update Last Updated: 2025-07-24 16:36:46

Pagi itu, sinar matahari pertama menyentuh desa Padmaratri setelah puluhan tahun diselimuti kabut dan kutukan. Burung-burung berkicau dengan riang, dan embun yang menetes dari daun-daun terlihat seperti permata kecil. Udara segar. Damai. Tak ada yang mengingat malam panjang yang pernah melanda desa ini. Tak ada yang tahu bahwa dunia nyaris musnah.

Dan tak seorang pun tahu tentang Liora, Arga, dan Malini.

Mereka telah menyelamatkan segalanya… dengan mengorbankan keberadaan mereka sendiri.

Di tengah pasar desa yang kini kembali ramai, seorang gadis kecil berambut ikal menjual bunga di tepi jalan. Ia bernyanyi lagu yang entah dari mana ia hafal. Lagu itu lembut, sedih, dan penuh kenangan akan seseorang yang bahkan tak ia kenali.

“Bintang jatuh di tengah malam,

Siapa yang ingat siapa yang hilang?”

Orang-orang yang mendengarnya tersenyum. Mereka merasa lagu itu akrab, meski tak tahu siapa yang menciptakannya.

Di rumah tua yang dulunya markas iblis penjaga gerbang kedua, kini tinggal
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Gerbang Neraka: Desa Terakhir    Bab 106 : Tanda dari Cermin

    Langit Astavita kelabu sejak pagi. Hujan belum turun, tapi udara terasa berat, seperti menahan napas sebelum badai. Saras duduk di perpustakaan tua milik mendiang neneknya, tempat ia kini menjadikan sebagai pusat operasi Simetri. Di meja depannya, layar laptop menampilkan grafik naik-turun yang menunjukkan energi spiritual global. Satu titik berkedip merah. Lokasinya… tidak terdeteksi oleh sistem biasa. Namun koordinat yang tertera menunjuk pada sebuah tempat yang telah lama tidak disebut dalam peta modern Desa Karang Petak, desa yang konon hilang dari sejarah karena tenggelam dalam tanah puluhan tahun lalu akibat gempa. Tapi jika benar-benar tenggelam, mengapa sekarang energinya muncul kembali? --- Davin datang setengah jam kemudian. Ia membawa cetakan foto satelit lama yang ia dapatkan dari dosennya yang tertarik pada sejarah desa-desa mati. Salah satu foto memperlihatkan bangunan serupa candi di tengah hutan, tak tercatat dalam arsip apa pun. “Tempat ini bukan hanya desa,” ka

  • Gerbang Neraka: Desa Terakhir    Bab 105 : Warisan Tanpa Nama

    Saras tidak tidur malam itu. Matanya terpaku pada dinding kamar, tempat cahaya bulan memantulkan bayangan samar gerbang batu yang dilihatnya dalam mimpi. Simbol VI terus berputar di kepalanya, bersama suara Penjaga Ketidakseimbangan: “Kalian ingin mengingat. Tapi apakah kalian siap untuk mewarisi?” Pertanyaan itu menancap lebih tajam dari pisau. Ia menulis ulang kisah Liora, Arga, dan Malini bukan untuk menjadi pahlawan, tapi karena ia merasa berutang. Ia ingin dunia tahu bahwa ada yang telah berkorban tanpa pernah diingat. Tapi kini, garis antara penulis dan waris mulai kabur. Ia bukan hanya menyampaikan cerita. Ia mungkin sedang menjalani kelanjutannya. --- Pagi itu, Davin datang ke rumahnya. Matanya merah, bukan karena kurang tidur, tapi karena sesuatu yang lebih dalam. Ia membuka jaketnya dan memperlihatkan lehernya. Saras menahan napas. Di sana… tertulis simbol yang sama dengan di gerbang keenam. VI. Terbakar di kulitnya, seperti ukiran panas yang muncul dari dalam, buk

  • Gerbang Neraka: Desa Terakhir    Bab 104 : Simetri dalam Kekacauan

    Kota Astavita tidak pernah tidur. Di antara gedung-gedung pencakar langit dan jalanan yang menyala oleh lampu-lampu neon, kehidupan berjalan cepat, sibuk, dan penuh bunyi. Tapi malam itu, sesuatu yang tak terlihat melintasi langitnya lebih dingin dari udara, lebih sunyi dari kematian. Bulan purnama menggantung sempurna di atas langit. Dan pada pukul 03.33 dini hari, seluruh penduduk kota yang sedang tertidur mengalami mimpi yang sama. --- Dalam mimpi itu, mereka semua berdiri di tengah gurun putih. Angin berdesir, namun tidak terasa. Langitnya kelabu, tanpa matahari. Di hadapan mereka, terbentang sebuah gerbang batu, besar dan retak di sisi-sisinya, tertulis angka VI dalam huruf Romawi. Di depan gerbang itu berdiri sosok berjubah hitam tinggi dan kurus, wajahnya tertutup topeng tanpa ekspresi. Sosok itu mengangkat tangan kanannya dan berkata: “Kalian telah melupakan kami. Dan kini, keseimbangan telah runtuh.” Seketika, gurun itu terbelah dua. Dari sisi kanan muncul lautan api,

  • Gerbang Neraka: Desa Terakhir    Bab 103 : Kisah yang Ditulis Ulang

    Saras menatap layar laptop tuanya yang bergemeretak, kursor berkedip-kedip di akhir naskah. Ia baru saja menyelesaikan 87.562 kata kisah tentang Liora, Arga, dan Malini. Judulnya ia beri nama: Gerbang Neraka: Desa Terakhir. Di luar kamarnya, malam menebar keheningan. Tapi di dalam kepalanya, suara-suara masih ramai: tangisan Liora, bisikan Arga, tawa lirih Malini di antara penderitaan. Ia telah menuliskan semua yang ia lihat, semua yang ia rasakan. Bukan dongeng. Bukan mimpi. Tapi kenyataan yang tidak dikenal oleh dunia. Saras mengunggah naskah itu ke sebuah platform daring blog kecil miliknya yang tak pernah ramai. Ia tak berharap banyak. Tapi menuliskannya membuatnya merasa ringan, seolah ia baru saja mengembalikan sesuatu yang hilang ke tempat semestinya. Yang tidak ia duga esok harinya, dunia mulai berubah. --- Awalnya hanya komentar kecil di blog-nya. “Aneh... aku pernah mimpi tentang tempat seperti itu. Ada seorang gadis bernama Liora yang memanggil namaku...” “Kau pasti

  • Gerbang Neraka: Desa Terakhir    Bab 102 : Yang Masih Tertinggal

    Senja menguning di langit Desa Padmaratri. Angin bertiup pelan, membawa aroma tanah basah dan harum kemenyan dari pura tua di pinggir hutan. Pura itu dulu hampir runtuh, namun kini berdiri kokoh, seperti dibangun kembali oleh tangan yang tak terlihat. Penduduk desa menganggapnya anugerah sebuah keajaiban setelah bertahun-tahun hidup dalam kegelapan. Namun, mereka tidak tahu bahwa di balik tembok batunya, sesuatu tertinggal. --- Namanya Saras, gadis belia yang gemar menelusuri tempat-tempat sunyi dan menulis puisi di sela buku catatannya yang usang. Ia anak yatim piatu yang dibesarkan oleh neneknya, dan sering dianggap aneh oleh teman-temannya. Tapi Saras merasa lebih nyaman dengan sunyi dan cerita-cerita kuno. Hari itu, ia duduk di anak tangga paling atas pura, memandangi matahari terbenam sambil menggambar sesuatu di bukunya sebuah simbol yang entah dari mana ia kenal. Sebuah kunci. Sebuah jarum jam. Sebilah pedang. Ketika langit memudar menjadi jingga, ia merasakan angin berbis

  • Gerbang Neraka: Desa Terakhir    Bab 101 : Dunia yang Tidak Mengenal Mereka

    Pagi itu, sinar matahari pertama menyentuh desa Padmaratri setelah puluhan tahun diselimuti kabut dan kutukan. Burung-burung berkicau dengan riang, dan embun yang menetes dari daun-daun terlihat seperti permata kecil. Udara segar. Damai. Tak ada yang mengingat malam panjang yang pernah melanda desa ini. Tak ada yang tahu bahwa dunia nyaris musnah. Dan tak seorang pun tahu tentang Liora, Arga, dan Malini. Mereka telah menyelamatkan segalanya… dengan mengorbankan keberadaan mereka sendiri. Di tengah pasar desa yang kini kembali ramai, seorang gadis kecil berambut ikal menjual bunga di tepi jalan. Ia bernyanyi lagu yang entah dari mana ia hafal. Lagu itu lembut, sedih, dan penuh kenangan akan seseorang yang bahkan tak ia kenali. “Bintang jatuh di tengah malam, Siapa yang ingat siapa yang hilang?” Orang-orang yang mendengarnya tersenyum. Mereka merasa lagu itu akrab, meski tak tahu siapa yang menciptakannya. Di rumah tua yang dulunya markas iblis penjaga gerbang kedua, kini tinggal

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status